Fakta-fakta yang Terungkap dalam Rekonstruksi Penculikan Pegawai Bank

Photo of author

By AdminTekno

Kasus penculikan Ilham Pradipta, seorang pegawai bank berusia 37 tahun, saat berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan di Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada 20 Agustus 2025, terus menjadi sorotan publik. Tragedi ini mencapai puncaknya ketika Ilham ditemukan tak bernyawa pada 21 Agustus 2025 di semak-semak Serang Baru, Kabupaten Bekasi, dengan kondisi wajah, kaki, dan tangan terikat lakban hitam. Untuk mengungkap tabir di balik kematian tragis ini, pihak kepolisian kini telah menggelar rekonstruksi mendalam atas peristiwa penculikan tersebut.

Dari rekonstruksi yang digelar, sejumlah fakta krusial berhasil terkuak, memberikan gambaran utuh tentang detik-detik mengerikan yang dialami Ilham.

Detik-detik Kematian Ilham Terungkap

Rekonstruksi yang diselenggarakan pada Senin (17/11) dengan cermat membeberkan setiap momen krusial, mulai dari saat Ilham Pradipta diculik, dianiaya secara brutal, hingga akhirnya jasadnya dibuang begitu saja dengan tangan dan kaki terikat. Ilham ditinggalkan di sebuah lahan kosong, tubuhnya diseret tanpa ampun, lalu dilemparkan ke rimbunan ilalang yang lebat sebelum para pelaku melarikan diri, berganti pakaian, dan berpura-pura santai di sebuah kafe seolah tidak terjadi apa-apa.

Total 57 adegan diperagakan oleh 17 orang tersangka dalam rekonstruksi ini. Adegan ke-33 menandai momen tragis ketika Ilham diculik dan dipaksa masuk ke dalam mobil para pelaku. Penyidik Subdit Jatanras Polda Metro Jaya, Iptu Tugiano, menjelaskan adanya penambahan detail adegan penting. “Pertambahan dari beberapa adegan terkait pemindahan korban dari mobil Avanza ke Fortuner, pemberian uang ke eksekutor, ada keterangan tersangka berbeda,” ungkap Iptu Tugiano saat dikonfirmasi, mengisyaratkan kompleksitas dan perubahan dinamika dalam skenario kejahatan ini.

Peristiwa pilu ini merupakan bagian dari rangkaian panjang penculikan yang diawali saat Ilham disergap di pusat perbelanjaan di Jakarta Timur, menyeretnya ke dalam jurang maut yang tak terhindarkan.

  • Penculikan

Adegan penculikan dimulai dengan pergerakan lima tersangka, Erasmus Wawo, Andre Tomatala, Johannes Ronald Sebenan, Emanuel Woda Bertho, dan Reviando, yang menggunakan mobil Avanza putih. Sementara itu, anggota TNI Feri bersama Serka Frengky Yaru memimpin perjalanan menuju Lotte Mart dengan mengendarai Calya, mengawasi target. Dalam perjalanan, mobil Avanza sempat berhenti sejenak agar Erasmus dapat menutup dua digit pelat nomor dengan lakban hitam, sebuah upaya untuk menyamarkan identitas.

Setibanya di lokasi, saat Ilham berjalan menuju mobilnya, Kopda Feri segera mengabarkan bahwa target telah tiba. Tanpa buang waktu, Erasmus dan Andre langsung turun dari mobil, secara paksa memasukkan Ilham ke dalam Avanza. Korban sempat melakukan perlawanan dan meronta, namun Reviando dengan kasar menarik kerah bajunya, Andre memegangi sisi kiri tubuhnya, sementara Erasmus dengan cepat menutup mata dan mulut korban menggunakan lakban.

Begitu Avanza melaju, Erasmus memberitahu Feri bahwa korban sudah berhasil diamankan. Namun, saat melintas di depan Kodam Jaya, Ilham kembali meronta dengan putus asa. Erasmus merespons dengan memukul paha korban sebanyak tiga kali dan menghantam jidatnya, disertai ancaman yang menakutkan. Di titik inilah, menurut hasil rekonstruksi, Erasmus sempat mencoba menenangkan korban dengan ucapan, “Jangan ngelawan, kamu mau diantar balik,” sebuah kalimat yang kini terdengar ironis mengingat nasib Ilham.

  • Dipindahkan

Selama perjalanan yang mencekam itu, korban terus ditekan, bahkan lutut para pelaku digunakan untuk menekan tubuh Ilham. Erasmus kemudian menghubungi Feri, dan mereka sepakat untuk bertemu di Kemayoran. Di sana, mobil Avanza yang membawa korban bertemu dengan Fortuner hitam yang dikemudikan oleh tersangka Umri, ditumpangi oleh Johanes Joko dan Mochamad Nasir, keduanya anggota TNI.

Nasir sempat mengusulkan agar korban diputar-putar dulu ke Tanjung Priok, namun ide ini ditolak oleh Erasmus yang beralasan bahwa semakin lama korban ditahan, risiko terungkapnya kejahatan akan semakin besar. Tak lama setelah itu, tangan korban diikat erat. Erasmus memanggil Johanes Joko untuk membantu memindahkan Ilham. Dalam keputusasaannya, Ilham sempat berteriak, “Tolong, ini penculikan,” namun suara permohonannya segera diredam saat mulutnya kembali ditutup paksa.

Penyidik membacakan reka ulang adegan yang menggambarkan kondisi korban saat itu: “Korban terdiam di bagian tengah mobil dengan posisi miring, telungkup, tidak bergerak dan tidak melawan lagi, namun sesekali terdengar suara korban mengerang atau mengorok dan korban masih terlihat menggerakkan lengan,” menunjukkan kondisi Ilham yang sudah sangat lemah namun masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Sebelum pintu mobil ditutup, Ilham bahkan sempat ditendang dua kali di paha.

  • Penyerahan Uang Bayaran

Usai pemindahan korban, Kopda Feri menyerahkan uang tunai sebesar Rp 45 juta kepada Erasmus sebagai bayaran atas aksi penculikan ini. Uang tersebut kemudian dibagi rata kepada lima eksekutor yang terlibat.

Di dalam mobil Fortuner, kondisi Ilham Pradipta semakin melemah drastis. Ia diletakkan di bagian bawah depan kursi tengah dalam keadaan terikat, diinjak-injak, dan lehernya bahkan dililit handuk oleh Serka Nasir, menambah penderitaan yang tak terperikan. Perjalanan menuju arah Cikarang berlanjut dengan pergantian sopir kepada David Setia Darmawan. Sekitar pukul 00.30 WIB, rombongan tiba di sebuah lahan kosong di Kabupaten Bekasi, lokasi yang akan menjadi saksi bisu akhir hidup Ilham.

  • Dibuang, Penculikan Tak Sesuai Rencana

Sesampainya di lahan kosong tersebut, Nasir kembali melilitkan handuk ke leher korban. Dengan kejam, ia menyeret tubuh Ilham keluar dari mobil, lalu melemparkannya ke semak-semak yang rimbun. Ketika ditanya mengenai kondisi korban saat dibuang, apakah masih hidup atau tidak, Nasir memberikan jawaban yang dingin dan tanpa emosi: “Kalau itu saya kurang tahu,” ucapnya, menunjukkan minimnya penyesalan atau kepedulian.

Setelah membuang Ilham, para pelaku segera menuju SPBU terdekat untuk berganti pakaian, berusaha menghilangkan jejak dan menyamarkan perbuatan mereka. Selanjutnya, mereka berkumpul di sebuah kafe di kawasan Cibubur bersama Anton, Dwi Hatono, Rochmat, Johanes Joko, dan Nasir. Dalam obrolan mereka, terungkap kekecewaan karena penculikan tidak berjalan sesuai rencana awal. Di tengah diskusi tersebut, Dwi menerima telepon dari Ken yang memberitahu bahwa korban telah ditemukan meninggal dunia dan kabar ini sudah menjadi viral. Mendengar berita mengejutkan itu, Joko dengan panik langsung mengambil ponselnya dan membuangnya, berusaha menghilangkan bukti komunikasi.

Dalang dan Rencana Penculikan

Penyelidikan mendalam mengungkap bahwa aksi penculikan tragis ini didalangi oleh Ken alias C, yang memiliki motif mencuri dana dari rekening dormant atau rekening pasif di bank. Untuk menjalankan rencana jahatnya, Ken membutuhkan otorisasi dari kepala cabang bank. Oleh karena itu, ia merancang skema penculikan ini bersama sejumlah tersangka lain.

Ken mengaku memperoleh informasi mengenai rekening dormant tersebut dari seseorang berinisial S. Namun, identitas lengkap S hingga kini masih samar dan dalam tahap penyelidikan lebih lanjut. Dirkrimum Polda Metro Kombes Wira Satya Triputra pada Rabu (17/9) menjelaskan, “Terkait rekening dormant, hasil pemeriksaan, Saudara C alias K itu mendapatkan informasi dari temannya dengan inisial S. Ini masih kita dalami dan melakukan pengejaran, karena identitasnya belum jelas disampaikan,” menegaskan upaya polisi untuk mengungkap seluruh jaringan di balik kejahatan ini.

Sebelum melancarkan aksinya, Ken diketahui bertemu dengan pengusaha sekaligus motivator Dwi Hartono dan tersangka AAM. Mereka membahas dua opsi ekstrem: pertama, memaksa korban untuk memberikan otorisasi lalu melepaskannya; atau kedua, menggunakan kekerasan ekstrem hingga membunuh korban. Peristiwa mengerikan ini akhirnya melibatkan total 17 orang tersangka, termasuk beberapa oknum anggota TNI. Namun, rencana penculikan tidak berjalan sesuai skenario awal yang mereka inginkan; Ilham tewas secara mengenaskan saat eksekusi rencana keji tersebut.

Keluarga Korban Yakin Ini Pembunuhan Berencana

Keluarga Ilham Pradipta turut hadir menyaksikan setiap adegan dalam rekonstruksi yang digelar pihak kepolisian. Dari apa yang mereka saksikan, keluarga korban semakin yakin bahwa kasus ini bukanlah sekadar penculikan biasa, melainkan sebuah pembunuhan berencana yang telah direncanakan dengan matang.

Kakak kandung Ilham Pradipta, Taufan Maulana, menegaskan bahwa salah satu poin krusial yang menunjukkan unsur pembunuhan berencana adalah tidak adanya upaya sedikit pun dari para pelaku untuk menyelamatkan nyawa adiknya. “Sulit untuk mengatakan tidak ada unsur mens rea di dalam kasus ini. Karena adanya rangkaian perencanaan yang matang dan panjang serta tidak ada upaya penyelamatan kepada almarhum adik kami,” kata Taufan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin (17/11), menyoroti motif dan niat jahat yang jelas.

Taufan juga menambahkan, berdasarkan fakta yang terungkap, para pelaku tidak hanya merencanakan penculikan tetapi juga secara sistematis menganiaya korban hingga tewas. “Teman-teman bisa melihat dan mungkin mengikuti sejak awal sampai dengan hari ini bagaimana proses dari diculiknya kemudian dianiaya. Saya bisa memastikan 99 persen pasti akan wafat. Ini hanya soal cara bagaimana menghilangkan nyawa adik saya,” ungkapnya dengan nada emosional, menyiratkan bahwa kematian Ilham adalah hasil yang sudah bisa diprediksi dari kekejaman yang dialaminya.

Mewakili keluarga, Taufan mendesak agar seluruh pelaku dihukum seberat-beratnya sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan. Harapan ini bukan hanya untuk keadilan Ilham, tetapi juga sebagai peringatan agar kasus serupa tidak terulang di kemudian hari. “Sehingga ini tidak boleh terjadi di kemudian hari. Ketika hukumannya ringan, maka kasus-kasus seperti ini bisa terjadi lagi kepada siapa pun,” ujar Taufan, menegaskan pentingnya efek jera dari penegakan hukum yang tegas.

Leave a Comment