Ngeri! Densus 88: Teroris Incar Anak-Anak Lewat Game Online

Photo of author

By AdminTekno

Anak-Anak Indonesia Jadi Target Empuk: Teroris Incar Lewat Game Online dan Media Sosial

Jaringan teroris di Indonesia tidak lagi bersembunyi di dunia nyata. Fakta mencengangkan terungkap, mereka kini merambah dunia digital, menjadikan anak-anak sebagai target utama melalui media sosial dan game online. Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mencatat, sepanjang tahun ini hingga November, 110 anak Indonesia berusia 10-18 tahun telah terpapar rekrutmen teroris. Angka ini menjadi alarm serius bagi perlindungan anak di era digital.

Tak hanya memanfaatkan platform terbuka, kelompok teroris juga menggunakan aplikasi pesan instan dan laman-laman tertutup untuk memperluas jangkauan perekrutan. Modus operandi ini dinilai sangat berbahaya karena mengeksploitasi kerentanan psikologis anak-anak, dengan tujuan menanamkan paham ekstrem sejak dini.

Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, Karopenmas Divhumas Polri, menegaskan bahwa kelompok teroris semakin agresif memanfaatkan ruang digital sebagai pintu masuk perekrutan. “Platform digital menjadi pintu masuk utama. Mereka memulai dari ruang terbuka seperti media sosial dan game online,” jelas Trunoyudo di Jakarta, “kemudian menarik korban ke komunikasi pribadi untuk membangun kedekatan emosional sebelum akhirnya menanamkan ideologi mereka.”

Hingga saat ini, Densus 88 telah berhasil menangkap lima orang yang diduga kuat berperan sebagai perekrut dan pengendali anak-anak. Mereka adalah FB alias YT (Medan), LN (Banggai), PB alias BNS (Sleman), NSPO (Tegal), dan JJS alias BS (Agam). Terbaru, pada 17 November lalu, polisi kembali menangkap dua tersangka lain di Sumatera Barat dan Jawa Tengah.

Menurut Trunoyudo, kedua tersangka terbaru ini merupakan perekrut inti yang secara aktif dan sistematis melakukan pendekatan untuk mempengaruhi anak-anak, bahkan mendorong mereka untuk melakukan aksi teror. Cara yang mereka gunakan pun sangat beragam dan menyasar psikologis anak.

“Video pendek, animasi, meme, bahkan musik dijadikan alat untuk menarik perhatian. Mereka memanfaatkan rasa ingin tahu anak, kondisi bullying yang dialami, masalah keluarga (broken home), hingga pencarian jati diri,” ungkap Trunoyudo. Semua celah dimanfaatkan untuk menjerat anak-anak ke dalam jaringan mereka.

Pola perekrutan biasanya diawali dari platform umum seperti Facebook, Instagram, dan game online yang digandrungi anak-anak. Setelah korban terpancing, mereka diarahkan ke percakapan tertutup melalui aplikasi WhatsApp atau Telegram untuk proses indoktrinasi dan penguatan ideologi yang lebih intensif.

Menyadari bahaya laten ini, Trunoyudo menegaskan bahwa Polri akan terus memperketat pengawasan terhadap pola-pola perekrutan tersebut. Tujuannya jelas, untuk melindungi anak-anak Indonesia dari ancaman radikalisasi dan kekerasan digital yang semakin mengkhawatirkan.

“Polri berkomitmen penuh melindungi anak-anak Indonesia dari radikalisasi, eksploitasi ideologi, dan kekerasan digital. Anak adalah masa depan bangsa, dan tugas kita bersama untuk menjaga mereka dari ancaman terorisme,” pungkasnya. Perlindungan anak di dunia maya menjadi prioritas utama demi masa depan bangsa yang lebih baik. (jpg)

Daftar Isi

Ringkasan

Densus 88 mengungkap bahwa jaringan teroris kini aktif merekrut anak-anak melalui media sosial dan game online. Tercatat 110 anak berusia 10-18 tahun telah terpapar rekrutmen teroris hingga November tahun ini. Kelompok teroris memanfaatkan platform digital untuk mendekati anak-anak dan menanamkan paham ekstrem melalui video pendek, animasi, dan berbagai konten yang menarik perhatian.

Polri telah menangkap beberapa tersangka perekrut anak-anak dan terus memperketat pengawasan terhadap pola rekrutmen online. Perekrutan dimulai dari platform umum lalu diarahkan ke percakapan tertutup melalui aplikasi pesan instan untuk indoktrinasi. Polri berkomitmen melindungi anak-anak dari radikalisasi, eksploitasi ideologi, dan kekerasan digital.

Leave a Comment