Zulhas Tegaskan MBG Wajib Libatkan Ahli Gizi

Photo of author

By AdminTekno

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menegaskan komitmen pemerintah dalam memastikan setiap program Makan Bergizi Gratis (MBG) diselenggarakan secara optimal. Ia secara tegas menyatakan bahwa keterlibatan profesi ahli gizi dalam program ini adalah sebuah keharusan. Pentingnya peran ahli gizi terletak pada kemampuan mereka untuk menyusun dan mengukur komposisi nutrisi menu makanan dengan tepat, demi menjamin manfaat maksimal bagi penerima.

Penegasan ini disampaikan Zulhas usai menggelar pertemuan dengan Persatuan Ahli Gizi (Persagi) di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, pada Rabu (19/11). Dalam kesempatan tersebut, ia bahkan menekankan kembali pentingnya ahli gizi, “Saya ulangi lagi, MBG perlu profesi ahli gizi.” Lebih lanjut, Zulhas juga mengimbau para ahli gizi untuk memperluas cakupan pengawasan mereka terhadap kualitas makanan yang beredar di masyarakat. Ia menyoroti fenomena mengkhawatirkan tingginya angka penyakit gula atau diabetes di Indonesia, bahkan menjangkiti anak-anak. “Seringkali kita melihat di depan sekolah, anak-anak mengonsumsi minuman yang begitu manis dan berbagai jenis camilan bergula,” ujarnya prihatin, menekankan bahaya pola konsumsi tersebut bagi kesehatan anak.

Menyambut seruan tersebut, Ketua Umum DPP Persagi, Doddy Izwardi, turut memberikan pandangannya. Ia secara khusus menyarankan kepada pemerintah agar program MBG lebih memprioritaskan penggunaan bahan pangan lokal. Menurut Doddy, penting bagi setiap pelaksana program untuk memiliki pemahaman mendalam mengenai potensi pangan lokal yang tersedia di daerah masing-masing, guna memastikan keberlanjutan dan optimalisasi gizi.

Doddy menyoroti, “Jangan sampai seperti yang disampaikan Pak Menko, ‘Konsumsi kentang semakin meningkat, impor pun ikut melonjak,’ seolah menunjukkan keberhasilan konsumsi. Padahal, kita tahu bahwa lahan di Indonesia tidak selalu ideal atau mencukupi untuk budidaya kentang secara masif.” Pernyataan ini menegaskan perlunya sinergi antara pola konsumsi masyarakat dengan ketersediaan sumber daya pangan lokal.

Dengan bentangan wilayah Indonesia yang didominasi oleh perairan, Doddy menekankan bahwa sumber protein dari ikan sebenarnya sangat melimpah. Ia berpendapat, jika masyarakat, khususnya para ibu, meningkatkan asupan protein ikan secara signifikan, kasus anemia pada ibu-ibu yang sering terjadi dapat dicegah secara efektif, sekaligus mendukung gizi seimbang keluarga.

Lebih lanjut, Doddy menjelaskan bahwa inti dari pemenuhan gizi adalah pemahaman akan komposisi nutrisi, termasuk perbandingan karbohidrat dari berbagai sumber seperti umbi-umbian. Sebagai ilustrasi, ia membandingkan bahwa 100 gram nasi setara dengan sekitar 400 gram singkong. Tantangannya adalah, “Mampukah kita mengonsumsi 400 gram singkong jika disediakan? Ini tentu akan menjadi perbincangan, bahkan viral. Lalu, bagaimana strategi edukasi yang tepat untuk mengubah pola pikir dan kebiasaan ini?”

Oleh karena itu, Doddy sangat mendorong pemerintah untuk gencar melakukan edukasi gizi kepada masyarakat. Ini mencakup tidak hanya pengenalan pangan lokal, tetapi juga pelatihan mengenai cara mengolah singkong dan umbi-umbian lainnya agar dapat disajikan secara menarik dan memiliki nilai gizi setara dengan nasi. “Inilah poin krusial edukasi yang kami sampaikan,” pungkas Doddy, menekankan perlunya inovasi dalam promosi diversifikasi pangan.

Leave a Comment