
Penyelidikan kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta semakin mendalam. Polda Metro Jaya kini fokus memeriksa keluarga dan Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) yang diduga kuat sebagai pelaku utama. Dari hasil pemeriksaan awal, terungkap fakta mengejutkan: ABH tersebut membeli bahan-bahan yang digunakan untuk merakit bom secara online, sebelum kemudian meledakkannya di lingkungan sekolah.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Budi Hermanto menegaskan bahwa detail mengenai proses pembelian bahan peledak secara daring ini masih terus didalami oleh penyidik. “Benar, pembelian dilakukan secara online, mengingat paket barang tersebut diterima oleh orang tua pelaku,” jelas Kombes Budi kepada awak media pada Jumat (21/11), mengkonfirmasi metode pembelian yang mencengangkan ini.

Kenapa Tidak Ketahuan Orang Tua?
Fakta pembelian bahan bom secara online ini sontak memunculkan pertanyaan besar di benak publik: bagaimana bisa orang tua ABH sama sekali tidak menyadari transaksi mencurigakan yang dilakukan anaknya? Polisi akhirnya membeberkan alasan di balik ketidakwaspadaan keluarga, mengungkap modus pelaku dalam menyembunyikan aksinya.
Kombes Budi Hermanto menjelaskan bahwa pelaku berhasil mengelabui orang tuanya dengan menyatakan bahwa barang-barang yang dipesan itu adalah untuk keperluan kegiatan ekstrakurikuler sekolah. “Dia bilang ke orang tua dan keluarga, paket itu untuk ekstrakurikuler. Makanya, barang-barang tersebut disimpan oleh pihak keluarga tanpa curiga,” terang Budi.
Penjelasan tersebut menguak mengapa paket berisi barang-barang mencurigakan itu tidak menimbulkan tanda tanya. Keluarga pelaku tidak menaruh curiga sama sekali karena menganggapnya sebagai bagian dari persiapan untuk kegiatan sekolah yang sah. Dengan demikian, bahan-bahan yang berpotensi membahayakan itu tersimpan rapi di rumah tanpa diketahui fungsi sebenarnya oleh orang tua.

Di sisi lain, proses penyidikan ledakan SMAN 72 Jakarta ini menghadapi kendala signifikan terkait kondisi kesehatan ABH. Polisi menginformasikan bahwa pelaku hingga kini belum sepenuhnya pulih dari dampak insiden tersebut, mengakibatkan proses penyelidikan berjalan lebih lambat dari yang diharapkan.
Kombes Budi Hermanto menambahkan bahwa tim penyidik harus terus berkoordinasi erat dengan dokter psikiater yang menangani ABH. “Kami selalu berkonsultasi apakah pelaku sudah siap dimintai keterangan, namun dokter menyatakan kondisinya belum memungkinkan,” ujar Budi, menggambarkan tantangan dalam proses interogasi.
Kondisi ABH yang masih terlihat linglung, terkadang hanya berbicara sebentar-sebentar, dan belum pulih sepenuhnya, menjadi alasan utama mengapa polisi belum bisa mendalami lebih lanjut motif serta detail kejadian ledakan tersebut. Tim penyidik tetap menunggu lampu hijau dari pihak medis untuk melanjutkan pemeriksaan secara optimal demi mengungkap tuntas kasus ini.