
Kita Tekno – – Tim Koordinasi Lintas Kementerian/Lembaga untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menyoroti kebutuhan mendesak tenaga ahli gizi di lapangan. Dalam rapat mingguan di Kementerian Kesehatan, pemerintah membahas kelangkaan ahli gizi yang membuat sejumlah dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) belum dapat beroperasi optimal. Kondisi ini menjadi perhatian serius karena keberadaan ahli gizi merupakan salah satu syarat utama sebelum SPPG dapat melayani distribusi menu bergizi kepada pelajar.
Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi, Nanik Sudaryati Deyang, menyampaikan bahwa banyak SPPG mengalami hambatan operasional akibat minimnya tenaga gizi bersertifikat. Ia menegaskan bahwa kekurangan ini tidak boleh berlangsung lama, mengingat MBG merupakan program prioritas pemerintah. “Di lapangan, kita menghadapi situasi kurangnya tenaga gizi. Akibatnya, beberapa dapur belum bisa berjalan karena SPPG wajib memiliki ahli gizi. Kami berharap Persagi dapat membantu mengatasi persoalan ini,” ujar Nanik.
Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Ahli Gizi (Persagi) pun menyatakan siap mendukung percepatan pemenuhan kebutuhan tersebut. Ketua Umum DPP Persagi, Doddy Izwardy, menegaskan lembaganya memiliki ribuan anggota yang bisa segera ditugaskan. Ia menjelaskan bahwa database anggota sudah tersedia dan dapat segera dipetakan sesuai kebutuhan pemerintah daerah. “Jumlah anggota kami mencapai 53 ribu orang di seluruh Indonesia. Mereka berasal dari beragam jenjang pendidikan, mulai dari D3, D4, Profesi, S1, hingga S3. Kami hanya perlu data lokasi yang masih kekurangan, dan mohon dukungan untuk administrasi penempatan mereka di SPPG,” kata Doddy.
Sejumlah Pakar Pangan dan Gizi Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
Kementerian Kesehatan mencatat kondisi distribusi tenaga gizi di tanah air masih belum merata. Saat ini terdapat 34.048 ahli gizi yang bekerja di berbagai fasilitas kesehatan. Namun, terdapat peluang besar untuk mengoptimalkan tenaga di Puskesmas, yaitu 18.998 ahli gizi yang dapat diperbantukan. Dari jumlah tersebut, 2.423 orang masih berstatus tenaga sukarela. Selain itu, Kemenkes mencatat adanya tambahan pasokan lulusan baru yang signifikan pada 2024, yaitu 10.341 lulusan dari berbagai jenjang di perguruan tinggi umum dan 3.912 lulusan dari Poltekkes Kemenkes.
Dirjen Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menyampaikan bahwa lulusan-lulusan tersebut berpotensi besar mengisi kekosongan di SPPG. Ia menekankan bahwa kebutuhan besar ini harus ditangani cepat agar tidak menghambat operasional MBG. Setelah mendengar laporan tersebut, Nanik meminta Kemenkes, Persagi, dan Badan Gizi Nasional (BGN) segera memulai pembahasan teknis mengenai alokasi tenaga gizi. Ia menegaskan bahwa pemerintah memastikan status kepegawaian para ahli gizi akan difasilitasi. “Kami akan bantu prosesnya agar mereka bisa segera menjadi ASN. Tapi yang penting, mereka bekerja dengan baik dan tidak berpindah-pindah antar SPPG,” tegas Nanik.
Selain persoalan tenaga gizi, Tim Koordinasi juga membahas percepatan penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebagai syarat wajib operasional dapur MBG. Laporan Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa total SPPG yang telah dibangun mencapai 15.107 unit, dan 14.922 SPPG sudah beroperasi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.946 SPPG telah mengajukan SLHS, 2.849 SPPG sudah dinyatakan memenuhi syarat, sementara 449 SPPG gagal dalam uji Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL).
Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes, Then Suyanti, menjelaskan bahwa kegagalan SPPG dalam IKL dipengaruhi berbagai faktor. Ia memaparkan penyebabnya, yakni 54 persen terkait bangunan, 26 persen peralatan, 14 persen terkait penjamah makanan, dan 6 persen pada proses pengolahan pangan. Suyanti menegaskan bahwa SPPG yang gagal masih diperbolehkan mengajukan ulang setelah mendapat pembinaan dari petugas kesehatan setempat.
Namun, hingga saat ini terdapat sekitar 2.000 pengajuan SLHS yang masih tertunda akibat kendala komputerisasi. Kondisi tersebut dikhawatirkan memperlambat pencapaian target operasional penuh MBG. Karena itu, Nanik meminta Kementerian Dalam Negeri agar memberikan instruksi kepada seluruh pemerintah daerah untuk memproses SLHS secara manual apabila sistem digital mengalami hambatan. “Kita perlu gerak cepat. Saya berharap minggu depan jumlah SPPG yang sudah mendapatkan SLHS bertambah signifikan,” ujarnya.
Dengan percepatan penugasan ahli gizi dan penyelesaian SLHS, pemerintah berharap seluruh SPPG dapat beroperasi penuh dalam waktu dekat. Langkah ini penting agar program Makan Bergizi Gratis dapat berjalan sesuai target dan memberikan dampak langsung pada peningkatan kesehatan serta ketahanan gizi anak-anak Indonesia.