Ragam Kisah Pilu di Balik Banjir dan Longsor Sumatera

Photo of author

By AdminTekno

Bencana banjir dan longsor yang melanda wilayah Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh terus menyisakan duka mendalam. Data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per hari ini, Rabu (3/12), mencatat angka korban meninggal dunia telah mencapai 753 jiwa.

Di balik statistik yang memilukan ini, terukir kisah-kisah heroik perjuangan masyarakat untuk bertahan hidup, serta pengabdian tak kenal lelah dari tim SAR dan para relawan yang berjuang memberikan bantuan.

Momen Haru Evakuasi Jasad Ibu dan Anak yang Berpelukan di Tengah Longsor Sibolga

Tim SAR gabungan tak henti berjuang mengevakuasi korban-korban akibat longsor dan banjir bandang yang menghantam berbagai daerah di Sumatera. Salah satu misi evakuasi yang paling menyayat hati dan sempat viral di media sosial terjadi di Sibolga Ilir, Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga, Sumatera Utara. Momen pilu ini memperlihatkan petugas saat mengevakuasi jasad seorang ibu dan anaknya yang ditemukan dalam posisi berpelukan.

Menurut Kepala Kantor SAR Nias, Putu Arga Sujawardi, insiden tragis tersebut berlangsung pada Sabtu, 29 November 2025, ketika tim SAR gabungan berupaya mencari korban di Jalan Sisingamangaraja, Sibolga Ilir. “Dua korban ditemukan dalam keadaan tertimbun tanah longsor,” ungkap Putu Arga saat dikonfirmasi pada Selasa (2/12).

Tim penyelamat yang terdiri dari Basarnas, TNI/Polri, BPBD Kota Sibolga, dan Potensi SAR, bekerja keras menggali timbunan tanah. Mereka menemukan ibu dan anak itu tertimbun reruntuhan, saling mendekap erat dalam pelukan. Setelah perjuangan panjang, kedua jasad berhasil ditarik keluar dan kemudian dimasukkan ke dalam kantong jenazah masing-masing, meninggalkan kesan mendalam bagi setiap orang yang menyaksikan.

Puluhan Anak Menjadi Korban Banjir Sumatra Barat: Identifikasi Jenazah Hadapi Tantangan Berat

Kisah pilu lainnya datang dari Sumatera Barat, di mana banjir bandang telah merenggut nyawa puluhan anak-anak. Jenazah mereka yang dievakuasi kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Padang, namun dalam kondisi yang sangat sulit dikenali. Banyak dari mereka masih berstatus ‘Mr. X’, karena data antemortem di posko RS Bhayangkara Padang belum menemukan kecocokan.

Dr. Harry Andromeda, Ps Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Padang, menjelaskan bahwa upaya identifikasi menghadapi kendala serius. “Sebagian besar korban adalah anak-anak, sehingga pemeriksaan sidik jari yang dibantu tim Inafis tidak dapat dilakukan,” ujarnya pada Selasa (2/12). Ia menambahkan, kemungkinan besar orang tua dari banyak korban anak-anak ini juga turut menjadi korban, membuat tidak ada keluarga yang bisa melaporkan kehilangan.

Kondisi visual jenazah yang sudah sulit dikenali juga sangat menyulitkan tim DVI (Disaster Victim Identification) dalam proses identifikasi. Untuk mengatasi hal ini, puluhan sampel DNA telah diambil dari gigi, jari, dan tulang para korban, sebagai data pembanding penting untuk mengungkap identitas mereka.

Nasib Pahit Petani dan Petambak di Jangka, Aceh: Lahan Produksi Tertimbun Lumpur Bencana

Pemandangan hijau sawah yang menyejukkan mata kini berganti menjadi hamparan cokelat pekat, sementara tambak ikan bandeng yang seharusnya makmur telah dipenuhi lumpur. Inilah realitas pahit yang menyelimuti Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, Aceh, setelah diterjang banjir pada Selasa (2/12).

Desa Ule Uce, yang menjadi salah satu titik terparah di Jangka, sempat terisolasi selama tiga hari sebelum akhirnya bantuan mulai dapat menjangkau wilayah tersebut. Dampak bencana ini begitu parah, tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga melumpuhkan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Listrik masih padam, sinyal komunikasi terputus, dan kelangkaan bahan bakar menghambat pergerakan warga untuk mendapatkan kebutuhan pokok. Akses transportasi yang terganggu membuat mereka kesulitan memenuhi keperluan dasar. Ironisnya, air bersih pun menjadi komoditas langka di tengah genangan air.

Para petani dan petambak ikan di Jangka hanya bisa pasrah melihat hasil kerja keras mereka selama berbulan-bulan hilang ditelan arus banjir. “Sekarang sudah tertimbun lumpur semua,” keluh Ilham, seorang petambak ikan, menggambarkan kehancuran tambaknya. Rekan Ilham yang berdiri di sampingnya turut menimpali dengan nada getir, “Habis semua, habis,” merujuk pada lahan sawahnya yang kini rata dengan lumpur.

Harapan di Tengah Keterbatasan: Warga Bireuen Aceh Lintasi Jembatan Ambruk dengan Tali Kerek

Sejak Sabtu (29/11), banjir bandang telah menerjang Bireuen, Aceh, meninggalkan sebagian besar wilayahnya masih tergenang bahkan setelah tiga hari berlalu. Tim kumparan yang sempat mengunjungi Desa Ule Uce di Kecamatan Jangka, salah satu area terdampak paling parah, menyaksikan langsung kehancuran yang terjadi. Hamparan sawah seluas hektare terendam air, dan tambak-tambak ikan serta udang tak mampu diselamatkan.

Di tengah keterbatasan ini, semangat warga Jangka untuk beraktivitas tetap membara. Mereka menciptakan solusi darurat yang unik: menyeberangi sisa-sisa jembatan yang ambruk menggunakan tali kerek yang direntangkan antar dua sisi, mirip dengan flying fox. Ini menjadi satu-satunya ‘moda transportasi’ bagi sebagian warga untuk mencapai kebutuhan dasar.

Meskipun beberapa ruas jalan mulai memperlihatkan penurunan ketinggian air, membuka akses bagi bantuan untuk masuk, tantangan tetap besar. Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) masih menjadi kendala utama, dan banyak warga telah kehilangan harta benda mereka tersapu arus. Oleh karena itu, bantuan berupa bahan pokok dan makanan sangat dibutuhkan untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak parah bencana ini.

Leave a Comment