JAKARTA – Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Enemawira, Sulawesi Utara, berinisial CS, telah resmi dicopot dari jabatannya menyusul dugaan pemaksaan terhadap narapidana Muslim untuk mengonsumsi daging anjing. Kabar ini disampaikan langsung oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, yang menegaskan bahwa tindakan tegas terhadap Kalapas Enemawira tersebut telah diproses segera setelah pihak Imipas menerima informasi krusial ini.
“Sudah kami copot. Kita proses sejak kita dapat informasi sekitar empat hari yang lalu, kita sudah copot dari jabatan,” ujar Agus saat ditemui di Jakarta, Rabu. Ia menambahkan bahwa pemeriksaan lebih lanjut terhadap CS masih berlangsung intensif, bersamaan dengan persiapan sidang kode etik untuk menindaklanjuti kasus serius ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, insiden pemaksaan makanan nonhalal itu diduga terjadi dalam sebuah acara pesta ulang tahun. Meskipun demikian, Agus menegaskan komitmen pihaknya untuk melakukan penyelidikan mendalam guna mengungkap fakta sebenarnya. “Ini lagi kita periksa, alasannya mereka lagi pesta ulang tahun, tapi kita bakal periksa. Intinya kita tidak menoleransi hal-hal seperti itu,” tegasnya, menunjukkan sikap tanpa kompromi terhadap pelanggaran semacam ini.
Informasi mengenai kronologi penindakan ini diperjelas oleh Kepala Subdirektorat Kerja Sama Pemasyarakatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Imipas, Rika Aprianti. Ia mengungkapkan bahwa CS telah menjalani pemeriksaan oleh Kantor Wilayah Ditjenpas Sulawesi Utara pada tanggal 27 November 2023. Pada hari yang sama, CS langsung dinonaktifkan dari posisinya, dan seorang pelaksana tugas (Plt.) telah ditunjuk untuk menggantikan sementara jabatan Kalapas Enemawira, terang Rika pada Selasa (2/12).
Hanya berselang sehari setelah pemeriksaan awal, yakni pada 28 November 2023, Ditjenpas segera mengeluarkan surat perintah untuk pemeriksaan lanjutan dan sidang kode etik terhadap CS. Sidang penting tersebut kemudian dilaksanakan oleh Tim Direktorat Kepatuhan Internal Ditjenpas di Gedung Ditjenpas, Jakarta, bertepatan pada Selasa (2/12), menunjukkan keseriusan dalam penanganan kasus ini.
Ditjenpas menegaskan komitmennya untuk menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku jika hasil pemeriksaan dan sidang kode etik membuktikan bahwa CS memang melakukan pelanggaran yang dituduhkan. Prinsip akuntabilitas menjadi prioritas utama dalam kasus ini.
Isu dugaan pemaksaan makanan nonhalal oleh Kalapas Enemawira, CS, ini pertama kali diungkapkan oleh anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion. Ia menyoroti seriusnya tindakan tersebut, mengingatkan bahwa larangan terhadap tindakan diskriminatif dan penodaan agama telah diatur secara jelas dalam Pasal 156, 156a, 335, dan 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Aturan dalam KUHP secara tegas menyebutkan bahwa perbuatan menghina atau merendahkan agama dapat dipidana maksimal hingga lima tahun,” papar Mafirion, menekankan konsekuensi hukum yang menanti.
Lebih lanjut, tindakan yang dilakukan oleh CS juga dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Mafirion menegaskan bahwa memaksakan seseorang untuk bertindak atau mengonsumsi sesuatu yang bertentangan dengan keyakinan agamanya merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap martabat kemanusiaan itu sendiri.
“Kita tidak bisa membiarkan seorang warga negara diperlakukan seperti ini. Walaupun dia seorang warga binaan, ia tetap memiliki HAM yang harus dilindungi secara penuh,” tegas Mafirion. Ia menggarisbawahi pentingnya menolak kesewenang-wenangan dan tidak memberikan toleransi sedikit pun terhadap pelanggaran semacam ini, demi memastikan bahwa setiap individu, termasuk narapidana, diperlakukan secara bermartabat sesuai hukum yang berlaku.
Ringkasan
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Enemawira, Sulawesi Utara, berinisial CS, dicopot dari jabatannya karena dugaan pemaksaan narapidana Muslim untuk mengonsumsi daging anjing saat pesta ulang tahun. Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menyatakan bahwa pemeriksaan dan sidang kode etik sedang berlangsung untuk menindaklanjuti kasus ini. Inspeksi telah dilakukan dan seorang pelaksana tugas (Plt.) telah ditunjuk untuk menggantikan sementara jabatan Kalapas Enemawira.
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menyoroti bahwa tindakan tersebut melanggar Pasal 156, 156a, 335, dan 351 KUHP, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Pemaksaan makanan nonhalal dianggap sebagai bentuk diskriminasi dan penodaan agama, serta pelanggaran HAM terhadap warga binaan. Ditjenpas menegaskan komitmennya untuk menerapkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku jika CS terbukti bersalah.