Aksi demonstrasi yang berlangsung di Jakarta dan beberapa daerah lain berakhir ricuh. Massa aksi melakukan tindakan anarkis, termasuk pembakaran fasilitas umum dan gedung milik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Munculnya isu yang menyebutkan bahwa demonstrasi tersebut sengaja dirancang agar bersifat anarkistis, sehingga TNI dapat dikerahkan untuk mengamankan situasi dan memberlakukan status darurat militer, langsung dibantah oleh Wakil Panglima TNI, Jenderal Tandyo Budi Revita.
Dalam keterangannya di Kompleks Parlemen seusai rapat tertutup dengan Komisi I DPR RI pada Senin (1/9), Jenderal Tandyo menegaskan, “Kalau ada anggapan seperti itu (darurat militer) tentunya itu sangat salah, jauh dari apa yang kita lakukan.”
Ia menjelaskan bahwa pengerahan TNI untuk membantu pengamanan aksi demonstrasi dilakukan atas permintaan dan perintah Polri, sesuai dengan koridor konstitusi. Jenderal Tandyo menekankan, “Kita seperti yang kita katakan, kita taat konstitusi. Kita memberikan bantuan kepada institusi lain tentunya atas dasar regulasi dan permintaan saat itu sendiri.”
Mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) ini juga membantah tudingan bahwa TNI ikut serta dalam pengamanan untuk menciptakan kondisi kondusif dengan tujuan tertentu. Ia menegaskan bahwa pasukan TNI selalu berada di belakang pasukan Polri selama proses pengawalan demonstrasi. “Jadi tidak ada kita mau ngambil alih, tidak ada, karena itu disampaikan bahwa yang di depan kan Polri dulu, Polri baru setelah itu ada kondisi seperti ini ya barulah kita jadi satu dengan Polri. Tidak ada keinginan kita untuk mengambil,” tegasnya.
Lebih lanjut, terkait penerapan darurat militer, Jenderal Tandyo merujuk pada Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya, khususnya Pasal 1 ayat (1). Pasal tersebut secara jelas menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia merupakan pihak yang berwenang untuk menyatakan keadaan darurat militer. Darurat militer sendiri didefinisikan sebagai kondisi di mana keamanan dan ketertiban suatu wilayah terancam oleh kerusuhan, pemberontakan, atau bencana, yang mengancam keamanan dan ketertiban negara. Dalam kondisi tersebut, Penguasa Darurat Militer yang berwenang untuk mengambil tindakan untuk memulihkannya.
Ringkasan
Wakil Panglima TNI, Jenderal Tandyo Budi Revita, membantah isu hoaks tentang rencana penerapan darurat militer menyusul aksi demonstrasi yang berujung ricuh. Ia menegaskan bahwa pengerahan TNI untuk membantu Polri dalam mengamankan demonstrasi dilakukan sesuai koridor konstitusi dan atas permintaan Polri. TNI selalu berada di belakang pasukan Polri dan tidak bermaksud mengambil alih kendali keamanan.
Jenderal Tandyo menjelaskan bahwa kewenangan untuk menyatakan darurat militer ada pada Presiden, mengacu pada Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Ia menekankan bahwa isu darurat militer adalah salah dan jauh dari kenyataan yang terjadi. TNI berkomitmen untuk taat pada konstitusi dan menjalankan tugas sesuai regulasi yang berlaku.