Aksi Damai 17+8: Tuntutan Mahasiswa dan Bukti Nyata yang Dinanti

Photo of author

By AdminTekno

Jakarta – Desakan kuat untuk reformasi dan akuntabilitas mewarnai aksi penyerahan ‘17+8 Tuntutan Rakyat‘ oleh sejumlah pegiat media sosial dan influencer kepada perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Kamis (04/09). Aksi yang diwarnai seruan lantang ini menuntut bukti konkret dari pemerintah dan DPR, menolak janji semata.

Di hadapan media di gerbang belakang gedung DPR, para perwakilan aksi secara tegas menuntut parlemen dan pemerintah untuk melaporkan kemajuan pelaksanaan tuntutan secara transparan. Andhyta F. Utami, seorang pegiat media sosial dan salah satu koordinator aksi, mengungkapkan ketidakpuasan mereka. “Kami mengingatkan bahwa kami belum puas dengan janji, dengan rencana, dengan kata-kata ‘akan’… kami ingin bukti konkret. Kami ingin progres yang nyata,” tegasnya, sembari menambahkan bahwa tuntutan ini bersifat dinamis dan dapat terus berkembang.

Abigail Limuria, rekan Andhyta, menambahkan bahwa tuntutan rakyat ini sebelumnya telah dilayangkan kepada seluruh 580 anggota DPR melalui email. “Tolong bapak-ibu dikerjakan tuntutan-tuntutan rakyat, dan tolong waktu dikerjakan diupdate dengan terbuka dan jelas. Kami juga butuh transparansi,” serunya, menekankan kembali pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses ini.

Senada dengan rekan-rekannya, influencer Andovi da Lopez menyoroti minimnya progres dalam pemenuhan tuntutan, bahkan ada beberapa yang belum tersentuh. Ia mencontohkan kasus kekerasan aparat polisi terhadap warga sipil serta masalah transparansi anggaran DPR yang masih sebatas janji. “Tapi yang disuarakan adalah penyembuhan simptom, bukan akarnya. Kalau cuma suruh berhenti flexing, hanya disuruh bersimpati di dunia online, itu tidak menyembuhkan akar masalah, yaitu transparansi anggaran,” kritik Andovi, menegaskan bahwa solusi yang disodorkan pemerintah belum menyentuh akar permasalahan.

Andovi juga mengingatkan para pemimpin DPR, pemerintah, Kepolisian, TNI, dan Presiden untuk bertindak lebih cepat. Ia mengacu pada kecepatan respons mereka terhadap putusan Mahkamah Konstitusi mengenai RUU Pilkada. “Bisa saja kok dikerjakan dalam satu malam saja. Jadi kalau soal speed pekerjaan, mereka bisa kok jikalau ada niatnya,” sindirnya, menyiratkan bahwa kecepatan respons adalah masalah kemauan politik.

Peringatan keras terkait tenggat waktu juga disampaikan oleh Fathia Izzati di hadapan wartawan. Ia menetapkan Jumat (05/09) sebagai batas akhir untuk 17 tuntutan jangka pendek. “Kami menaruh tanggal 5 September sebagai alat ukur yang jelas untuk menilai keseriusan pemerintah terhadap tuntutan kami. Kalau sudah lewat jangka waktunya, rakyat bisa menilai sendiri dan menentukan langkah selanjutnya,” tegas Fathia, memberikan ultimatum bahwa kegagalan memenuhi tuntutan akan memicu langkah lebih lanjut dari masyarakat.

Setelah para pegiat media sosial menyampaikan pernyataan, Wakil Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, dan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI-P, Rieke Diah Pitaloka, hadir untuk menerima langsung dokumen tuntutan tersebut. “Dokumen ini kami terima dan kami serahkan ke pimpinan DPR, jadi lebih cepat prosesnya,” janji Andre Rosiade, mengisyaratkan komitmen untuk memproses aspirasi rakyat.

Gerakan ‘17+8 Tuntutan Rakyat‘ sendiri telah disuarakan oleh para influencer dan pegiat media sosial sejak pekan lalu, kemudian menjadi viral di berbagai platform. Respons dari pemerintah dan pimpinan DPR pun bermunculan. Desakan ini tidak hanya terbatas pada kalangan digital, namun juga digaungkan dalam unjuk rasa oleh berbagai kelompok, termasuk aktivis perempuan dan serikat buruh, menunjukkan spektrum dukungan yang luas.

Apa itu 17+8 Tuntutan Rakyat?

“17+8 Tuntutan Rakyat” adalah sebuah desakan terbuka yang digagas oleh sejumlah pemengaruh (influencer) dan pegiat media sosial terkemuka, di antaranya Jerome Polin, Chandra Liow, Andovi Da Lopez, Abigail Limuria, dan Andhyta F. Utami. Angka “17+8” merujuk pada 17 tuntutan jangka pendek yang memiliki tenggat waktu Jumat (05/09) dan 8 tuntutan jangka panjang dengan batas waktu hingga 31 Agustus 2026.

Menurut Andhyta F. Utami, salah satu inisiator, tuntutan yang tercakup dalam gerakan ini merupakan kompilasi dari berbagai permintaan dan desakan masyarakat yang selama ini tersebar di ruang publik. Dengan dirangkumnya aspirasi-aspirasi tersebut, diharapkan suara rakyat dapat tersampaikan secara lebih sistematis dan mudah untuk ditagih pertanggungjawabannya kepada pemerintahan Prabowo Subianto dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Apa saja 17 tuntutan jangka pendek?

Sebanyak 17 tuntutan jangka pendek ini menyasar berbagai pihak, mulai dari Presiden Prabowo Subianto, DPR, ketua umum partai politik, Kepolisian, TNI, hingga menteri sektor ekonomi, sebagaimana dikutip dari situs gerakan rakyatmenuntut.net. Tuntutan-tuntutan ini dirancang untuk segera diimplementasikan dengan tenggat waktu Jumat (05/09).

Berikut 17 tuntutan jangka pendek:

Tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto:

  1. Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
  2. Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan aparat selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.

Tuntutan untuk DPR:

3. Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiun).

4. Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR).

5. Dorong Badan Kehormatan DPR periksa anggota yang bermasalah (termasuk selidiki melalui KPK).

Tuntutan untuk Ketua Umum Partai Politik:

6. Pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.

7. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.

8. Libatkan kader dalam ruang dialog publik bersama mahasiswa serta masyarakat sipil.

Tuntutan untuk Polisi:

9. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.

10. Hentikan tindakan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.

11. Tangkap dan proses hukum secara transparan anggota dan komandan yang melakukan dan memerintahkan tindakan kekerasan dan melanggar HAM.

Tuntutan untuk TNI:

12. Segera kembali ke barak, hentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil.

13. Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.

14. Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.

Tuntutan untuk Menteri Sektor Ekonomi:

15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (termasuk namun tidak terbatas pada guru, buruh, nakes, dan mitra ojol) di seluruh Indonesia.

16. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.

17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.

Dalam progres monitoring yang mereka lakukan, kelompok ‘17+8 Tuntutan Rakyat‘ juga menyertakan catatan mengenai tindak lanjut dari setiap desakan. Beberapa tuntutan telah dilabeli “proses”, sementara yang lain masih ditandai “belum proses”. Per Kamis sore (04/09), desakan pada poin 1, 5, 7, 9, 10, 11, 12, dan 13 dilaporkan belum menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Apa saja 8 tuntutan jangka panjang?

Terkait dengan agenda reformasi yang lebih mendalam, 8 tuntutan jangka panjang diajukan dengan tenggat waktu hingga 31 Agustus 2026. Tuntutan ini berfokus pada perbaikan struktural dan sistemik dalam pemerintahan dan kelembagaan negara.

Berikut ke-8 tuntutan jangka panjang:

1. Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran

Melakukan audit independen yang hasilnya diumumkan ke publik, meningkatkan standar prasyarat anggota DPR (menolak mantan koruptor), menetapkan KPI untuk evaluasi kinerja, serta menghapuskan perlakuan istimewa seperti pensiun seumur hidup, transportasi dan pengawalan khusus, dan pajak ditanggung APBN.

2. Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif

Partai politik diwajibkan mempublikasikan laporan keuangan pertama mereka tahun ini, dan DPR harus memastikan fungsi oposisi berjalan optimal.

3. Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil

Mengkaji ulang keseimbangan transfer APBN dari pusat ke daerah, membatalkan rencana kenaikan pajak yang memberatkan rakyat, dan menyusun rencana reformasi perpajakan yang lebih berpihak pada keadilan.

4. Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor

DPR didesak untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dalam masa sidang tahun ini sebagai wujud komitmen memberantas korupsi, dibarengi dengan penguatan independensi KPK dan UU Tipikor.

5. Reformasi Kepemimpinan dan Sistem di Kepolisian agar Profesional dan Humanis

DPR harus merevisi UU Kepolisian serta mendesentralisasi fungsi polisi (ketertiban umum, keamanan, dan lalu lintas) dalam 12 bulan sebagai langkah awal.

6. TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian

Pemerintah harus mencabut mandat TNI dari proyek sipil seperti pertanian skala besar (food estate) tahun ini, dan DPR harus memulai revisi UU TNI.

7. Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen

DPR harus merevisi UU Komnas HAM untuk memperluas kewenangannya terhadap kebebasan berekspresi. Presiden juga harus memperkuat Ombudsman serta Kompolnas.

8. Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan

Mengkaji secara serius kebijakan PSN dan prioritas ekonomi dengan melindungi hak masyarakat adat dan lingkungan, mengevaluasi UU Ciptakerja yang memberatkan buruh, serta mengevaluasi audit tata kelola Danantara dan BUMN.

Mirip dengan pemantauan terhadap tuntutan jangka pendek, para influencer dan pegiat media sosial juga mencatat perkembangan dari tuntutan jangka panjang ini. Per Kamis sore (04/09), poin tuntutan nomor 2, 5, 6, 7, dan 8 dinilai masih “belum diproses” oleh pihak-pihak terkait.

Apa tanggapan terbaru pemerintah?

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan respons positif terhadap 17+8 Tuntutan Rakyat. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (04/09), Yusril menegaskan, “Sebagai tuntutan rakyat, pemerintah yang mendapat amanat rakyat tentu akan merespons positif apa yang menjadi tuntutan dan keinginan rakyatnya. Mustahil pemerintah mengabaikan tuntutan itu.”

Menanggapi poin-poin mengenai penegakan hukum dan HAM, Yusril berjanji pemerintah akan bertindak adil, transparan, dan menjunjung tinggi HAM. Ia menambahkan, Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan aparat untuk mengambil langkah hukum tegas terhadap siapa pun yang melanggar hukum, namun tetap menjamin hak masyarakat untuk berunjuk rasa secara damai. “Yang ditindak tegas adalah mereka yang melanggar hukum, yang melakukan pembakaran, perusakan, penjarahan, dan mereka yang menghasut orang lain untuk melakukan kejahatan,” jelas Yusril, seraya menekankan perlindungan hak asasi bagi mereka yang disangka melakukan pelanggaran hukum.

Secara terpisah, Wiranto, Penasihat Khusus Presiden bidang Politik dan Keamanan, mengonfirmasi bahwa Presiden Prabowo telah mendengarkan seluruh aspirasi dari para demonstran. Namun, ia mengingatkan bahwa tidak semua tuntutan dapat dipenuhi dalam waktu singkat. “Sebagian apa yang diminta oleh para pendemo, oleh masyarakat ya tentu selalu didengar oleh Presiden ya dan Presiden juga tentu sedapat mungkin telah mendengarkan itu kemudian memenuhi apa yang diminta, tentunya tidak serentak ya semua dipenuhi, kalau semua permintaan dipenuhi kan juga repot ya,” ujar Wiranto di kompleks Istana, Jakarta, Kamis (04/09).

  • Dukungan warga Malaysia dan negara lain untuk aksi di Indonesia – ‘Pemerintah kita sama buruk dan korup’
  • Aliansi Perempuan desak penghentian kekerasan negara – Apa bedanya dengan gerakan Suara Ibu Peduli pada 1998?
  • Trauma kerusuhan 1998 usai rentetan aksi penjarahan – ‘Rumah dijaga TNI bisa dijarah, bagaimana rumah rakyat biasa?’
  • Trauma kerusuhan 1998 usai rentetan aksi penjarahan – ‘Rumah dijaga TNI bisa dijarah, bagaimana rumah rakyat biasa?’
  • Sepuluh orang meninggal dalam gelombang demonstrasi – ‘Negara harus menjawab tuntutan masyarakat’
  • Aktivis Lokataru ditangkap buntut gelombang demonstrasi Agustus – ‘Pola yang berulang usai unjuk rasa besar’

Daftar Isi

Ringkasan

Sejumlah pegiat media sosial dan influencer menyerahkan ’17+8 Tuntutan Rakyat’ kepada DPR, menuntut bukti konkret dari pemerintah dan DPR atas janji-janji reformasi dan akuntabilitas. Mereka menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tuntutan tersebut, serta menyoroti minimnya progres dan beberapa tuntutan yang belum tersentuh, seperti kasus kekerasan aparat dan transparansi anggaran DPR.

Para inisiator aksi memberikan tenggat waktu Jumat (05/09) untuk 17 tuntutan jangka pendek, mengancam langkah lebih lanjut jika tuntutan tidak dipenuhi. Pemerintah melalui Menko Polhukam memberikan respons positif, menjanjikan tindakan adil dan transparan serta menjunjung tinggi HAM, sementara Penasihat Khusus Presiden mengingatkan bahwa tidak semua tuntutan dapat dipenuhi dalam waktu singkat.

Leave a Comment