Nadiem Disamakan Tom Lembong? Hotman Paris Ungkap Fakta Mengejutkan!

Photo of author

By AdminTekno


Penasihat hukum mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, dengan tegas menyatakan bahwa kliennya sama sekali tidak menerima sepeser pun uang dalam pusaran kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Pernyataan ini sekaligus mempertegas posisi Nadiem di tengah sorotan publik dan lembaga hukum.

Hotman Paris lantas menyinggung kemiripan nasib yang dialami kliennya dengan eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong. Tom Lembong sebelumnya sempat menjadi tersangka dalam kasus importasi gula, meskipun belakangan terbukti tidak menerima aliran dana korupsi dan kini telah mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto serta bebas dari tahanan.

“Kasus Nadiem, nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada satu rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantongnya Nadiem,” ujar Hotman kepada awak media pada Kamis (4/9). Ia melanjutkan penjelasannya dengan sangat detail. “Tidak ada satu sen pun uang yang masuk dari siapa pun kepada Nadiem terkait dengan jual beli laptop. Sama persis dengan kasus Lembong. Tidak ada uang. Lembong tidak pernah terima uang,” tegasnya.

Dalam konteks kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) sempat menyoroti adanya pertemuan antara pihak Google Indonesia dengan Nadiem, yang membahas produk Google, yakni Chromebook, untuk potensial digunakan di Kemendikbudristek. Namun, Hotman Paris dengan cepat membantah adanya keterkaitan antara Google dengan perkara yang kini menjerat kliennya.

“Google itu kan perusahaan internasional, perusahaan raksasa dunia. Jadi tidak ada kaitan sama sekali,” tutur Hotman, menjelaskan bahwa Google merupakan entitas global yang terpisah. Ia menambahkan, “Terus yang menjual laptop itu adalah vendor. Uangnya ke vendor. Tidak, dan itu adalah resmi harganya e-katalog. E-katalog yang dikelola oleh pemerintah.” Menurutnya, Google justru memberikan pelatihan kepada vendor-vendor pengadaan laptop tersebut dalam penggunaan sistem operasinya. “Kemudian oleh Google dikasih pelatihan ke vendor. Yang terima adalah vendor untuk pelatihan. Yang dikirim bukan, yang dikasih bukan uang. Berupa tenaga ahli. Jadi, dilatih untuk menggunakan sistemnya itu,” jelasnya lebih lanjut.

Lebih jauh, Hotman kembali menegaskan bahwa para vendor pun tidak pernah memberikan uang kepada Nadiem terkait proyek pengadaan tersebut. “Jadi satu pun vendor tidak pernah ngasih uang ke Nadiem, Google pun tidak pernah. Jadi tidak ada sama sekali. Dan itu waktu itu musim Corona. Sehingga memang sistemnya Google itu sangat cocok,” paparnya. Hotman juga mempertanyakan esensi korupsi dalam kasus ini. “Jadi korupsinya memperkaya siapa? Harganya Chromebook itu lebih murah dari laptop lain waktu itu sistemnya. Tidak ada yang diperkaya siapa pun,” pungkasnya.

Peran Nadiem
Di sisi lain, dalam konferensi pers penetapan tersangka, Kejagung membeberkan kronologi kasus ini yang bermula ketika Nadiem, yang masih menjabat sebagai Mendikbudristek, melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia. Pertemuan tersebut disebut-sebut untuk membicarakan produk dari Google, salah satunya program Google for Education yang menggunakan Chromebook, yang dinilai dapat dimanfaatkan oleh kementerian, khususnya bagi peserta didik.

Setelah beberapa kali pertemuan antara Nadiem dengan pihak Google Indonesia, disepakati bahwa produk Google, yaitu ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM), akan dijadikan proyek pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). “Dalam mewujudkan kesepakatan antara tersangka NAM dengan pihak Google Indonesia, selanjutnya pada tanggal 6 Mei 2020, tersangka NAM mengundang jajarannya, di antaranya yaitu H selaku Dirjen Paud Dikdasmen, T selaku Kepala Badan Litbang Kemendikbudristek, JT dan FH selaku Staf Khusus Menteri,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (4/9).

Saat itu, lanjut Nurcahyo, Nadiem mengadakan rapat tertutup melalui Zoom Meeting dan mewajibkan seluruh peserta rapat menggunakan headset atau sejenisnya. Ia mengungkapkan, rapat tersebut membahas pengadaan alat TIK menggunakan Chromebook, padahal saat itu proses pengadaan alat TIK belum secara resmi dimulai. “Untuk meloloskan Chromebook produk Google, Kemendikbud, sekitar awal tahun 2020 tersangka NAM selaku menteri menjawab surat Google untuk ikut partisipasi dalam pengadaan alat TIK di Kemendikbud,” papar Nurcahyo.

Menariknya, Nurcahyo juga menyebutkan bahwa sebelumnya surat Google tersebut tidak direspons oleh menteri sebelum Nadiem (Muhadjir Effendy) karena uji coba pengadaan Chromebook pada tahun 2019 telah gagal dan dianggap tidak efektif untuk Sekolah Garis Terluar (SGT) atau daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdalam). Nurcahyo melanjutkan, Nadiem kemudian memerintahkan bawahannya, yaitu Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih, untuk membuat petunjuk teknis atau petunjuk pelaksanaan dengan spesifikasi yang sudah ditentukan untuk ChromeOS. “Selanjutnya, tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut ChromeOS,” ungkapnya.


Puncaknya, pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021. “Yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi ChromeOS,” terang Nurcahyo. Atas perbuatannya tersebut, Nadiem kemudian ditetapkan sebagai tersangka baru dalam kasus ini, dengan perannya sebagai Mendikbudristek kala itu. “Telah menetapkan tersangka baru dengan inisial NAM,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, dalam kesempatan yang sama.

Sebelum penetapan Nadiem, Kejagung telah lebih dahulu menetapkan empat individu sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu:

  • Direktur SMP Kemendikbudristek 2020-2021, Mulyatsyah;
  • Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih;
  • Mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan; dan
  • Mantan Konsultan Teknologi pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief.

Saat ini, Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih telah ditahan di rutan. Ibrahim Arief ditetapkan sebagai tahanan kota karena kondisi kesehatannya, sementara Jurist Tan masih dalam pencarian karena diketahui berada di luar negeri.

Kasus ini melibatkan program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek dengan target pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di seluruh Indonesia, termasuk di daerah 3T. Proyek ambisius ini menelan anggaran mencapai Rp 9,3 triliun. Namun, pengadaan laptop ini secara spesifik memilih sistem operasi Chrome atau Chromebook, yang diduga memiliki banyak kelemahan jika dioperasikan di daerah 3T, termasuk ketergantungan pada koneksi internet, sehingga penggunaannya tidak optimal. Di samping itu, diduga kuat adanya ketidaksesuaian harga dalam pengadaan tersebut, yang mengakibatkan negara diduga mengalami kerugian fantastis hingga Rp 1,98 triliun.

Akibat perbuatannya, Nadiem bersama empat tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tanggapan Nadiem
Menanggapi penetapannya sebagai tersangka, Nadiem Makarim dengan tegas membantah telah melakukan perbuatan sebagaimana yang disampaikan Kejagung. Dalam momen saat digiring menuju mobil tahanan, Nadiem menyatakan keyakinannya akan perlindungan Tuhan. “Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar,” ujarnya.

Nadiem juga menegaskan bahwa sepanjang hidupnya, ia selalu memegang teguh nilai integritas dan kejujuran. “Allah akan mengetahui kebenaran. Bagi saya, seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran adalah nomor satu. Allah akan melindungi saya Insyaallah,” tuturnya penuh keyakinan. Saat berada di dalam mobil tahanan, Nadiem juga sempat menyampaikan pesan emosional kepada keluarganya agar tetap menguatkan diri. “Untuk keluarga saya dan empat balita saya. Kuatkan diri, kebenaran akan ditunjukkan. Allah melindungi saya. Allah tahu kebenarannya,” ucap Nadiem.

Daftar Isi

Ringkasan

Hotman Paris, penasihat hukum Nadiem Makarim, membantah kliennya menerima uang terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Hotman menyamakan kasus Nadiem dengan kasus Tom Lembong, dimana keduanya tidak menerima aliran dana korupsi. Kejaksaan Agung sebelumnya menyoroti pertemuan antara Nadiem dan Google Indonesia terkait Chromebook, namun Hotman menegaskan Google hanya memberikan pelatihan kepada vendor, bukan uang ke Nadiem.

Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka karena perannya sebagai Mendikbudristek yang diduga mengarahkan pengadaan laptop Chromebook, yang dinilai tidak efektif untuk daerah 3T dan berpotensi merugikan negara Rp 1,98 triliun. Nadiem membantah tuduhan tersebut dan yakin kebenaran akan terungkap. Selain Nadiem, empat tersangka lain juga telah ditetapkan sebelumnya dalam kasus ini.

Leave a Comment