Musisi dan politisi kawakan, Ahmad Dhani, yang juga merupakan anggota DPR Komisi X dari Fraksi Gerindra, baru-baru ini membuat gebrakan dengan mengusulkan pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU) anti-flexing. Gagasan ini mencuri perhatian publik, lantaran mencontoh regulasi serupa yang telah diterapkan secara ketat di China.
Gagasan signifikan ini disampaikan oleh Dhani dalam sebuah pertemuan penting dengan Presiden Prabowo Subianto dan jajaran fraksi Gerindra lainnya. Pertemuan tertutup yang berlangsung pada Senin (8/9) di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, menjadi forum bagi Dhani untuk melontarkan usulan yang berpotensi mengubah lanskap etika sosial di Indonesia.
“Dan akhirnya tadi saya mengusulkan, kepada pimpinan, Bang Dasco, bahwa harus ada UU anti-flexing seperti di China dan Bang Dasco setuju,” ungkap Dhani, mengacu pada persetujuan dari Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. Pernyataan ini menegaskan keseriusan dan dukungan awal terhadap gagasan pembatasan pamer kekayaan secara berlebihan.
Dhani menyatakan harapannya agar Komisi I DPR dapat segera menindaklanjuti dan menggulirkan RUU anti-flexing ini. Dengan demikian, ia optimis bahwa praktik flexing atau perilaku pamer harta secara berlebihan yang kerap meresahkan masyarakat dapat perlahan menghilang dari kehidupan sosial di Indonesia.
Lebih lanjut, Dhani menyoroti bahwa usulan RUU ini selaras dengan arahan yang telah disampaikan oleh Prabowo Subianto kepada seluruh kader Gerindra. Prabowo secara tegas meminta agar para kadernya tidak memamerkan harta kekayaan, mencerminkan komitmen partai terhadap kesederhanaan.
“Arahan Pak Prabowo kepada kader fraksi Gerindra tidak boleh flexing. Saya juga iya-iya aja orang saya nggak pernah flexing kan ya,” ujar Dhani, menambahkan sentuhan personal dan menegaskan bahwa ia sendiri merasa tidak pernah melakukan pamer kekayaan.
Dalam kesempatan yang sama, ketika disinggung mengenai isu reshuffle atau perubahan anggota Komisi DPR, Dhani menegaskan bahwa topik tersebut tidak menjadi pembahasan dalam pertemuan. “Soal reshuffle kan sudah pada tahu. Nggak-nggak, di komisi tetap sama. Yang paling penting menurut saya ya UU anti-flexing. Yang lainnya saya nggak tahu,” tegas Dhani, menggarisbawahi prioritas utamanya.
Demikian pula halnya dengan RUU Perampasan Aset, yang belakangan menjadi sorotan publik dan tuntutan dalam berbagai aksi demonstrasi. Dhani menjelaskan bahwa selama pertemuan tertutup yang berlangsung kurang lebih dua jam tersebut, pembahasan mengenai RUU Perampasan Aset sama sekali tidak disinggung. “Belum, belum (bahas soal perampasan aset),” tuturnya singkat, membenarkan tidak adanya agenda tersebut.
Usulan RUU anti-flexing yang digagas Dhani memang merujuk pada langkah progresif yang diambil pemerintah China. Sejak tahun lalu, Tiongkok telah secara aktif memberlakukan kebijakan ketat di berbagai platform media sosial besar, seperti Weibo, Xiaohongshu, dan Douyin (versi lokal TikTok). Kebijakan ini bertujuan untuk menghapus konten yang dianggap mempromosikan nilai-nilai negatif, dan secara spesifik menargetkan perilaku flexing atau pamer kekayaan yang dinilai merusak etika sosial dan memicu kesenjangan.
Ringkasan
Ahmad Dhani, anggota DPR Komisi X dari Fraksi Gerindra, mengusulkan RUU anti-flexing yang terinspirasi dari kebijakan serupa di China. Usulan ini disampaikan dalam pertemuan dengan Prabowo Subianto dan mendapat dukungan dari Sufmi Dasco Ahmad. Dhani berharap Komisi I DPR segera menindaklanjuti usulan tersebut untuk mengurangi praktik pamer kekayaan yang meresahkan masyarakat.
RUU anti-flexing ini sejalan dengan arahan Prabowo Subianto agar kader Gerindra menghindari flexing. Dalam pertemuan tersebut, isu reshuffle dan RUU Perampasan Aset tidak dibahas. Dhani menekankan prioritasnya pada RUU anti-flexing, merujuk pada keberhasilan China dalam memberantas flexing di media sosial.