Mengapa foto Menhut Raja Juli bermain domino dengan bekas tersangka pembalak liar problematik?

Photo of author

By AdminTekno

Foto Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang tengah bermain domino bersama Muhammad Aziz Wellang, seorang mantan tersangka kasus pembalakan liar, mendadak viral di media sosial sejak Senin malam (01/09). Peristiwa ini menjadi sorotan di tengah rangkaian demonstrasi besar yang terjadi di Jakarta dan berbagai daerah, menuntut penolakan kenaikan tunjangan anggota DPR serta mengawal kasus tewasnya pengemudi ojek online Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis Brimob.

Dalam foto tersebut, selain Raja Juli Antoni, juga terlihat Abdul Kadir Karding, yang baru saja dicopot dari jabatan Menteri P2MI, dan Andi Rukman Nurdin Karumpa, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Persatuan Olahraga Domino Indonesia (Pordi). Baik Raja Juli maupun Karding telah membenarkan keaslian foto yang beredar. Namun, Raja Juli menegaskan bahwa ia tidak mengenal sosok Aziz Wellang dan berkomitmen penuh untuk menindak tegas praktik pembalakan liar.

Terlepas dari klarifikasi tersebut, berbagai organisasi lingkungan menganggap foto permainan domino ini sangat problematik. Foto yang menampilkan Raja Juli, Karding, Aziz, dan Andi Rukman ini dilaporkan pertama kali tersebar di grup WhatsApp Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) serta Pordi, sebelum akhirnya menarik perhatian luas di media sosial. Dalam gambar itu, Raja Juli yang mengenakan batik coklat tampak fokus menyusun balok domino, sementara di sebelah kanannya duduk Aziz Wellang dengan kaus putih.

Mengapa pertemuan itu dianggap problematik?

Menurut Uli Arta Siagian, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, foto yang memperlihatkan Raja Juli Antoni dan Aziz Wellang adalah cerminan dari “keharmonisan antara pengurus negara dengan pengusaha yang diduga bermasalah di sektor lingkungan.” Ia menjelaskan, dari sudut pandang komunikasi simbolik, foto tersebut menimbulkan kecurigaan publik tentang potensi “negara tunduk kepada terduga perusak hutan atau kepentingan bisnis.”

Uli menambahkan, pihaknya tidak ingin berasumsi adanya transaksi kepentingan, namun menekankan perlunya penyelidikan lebih mendalam. Padahal, peran Menteri Kehutanan adalah simbol atau wali yang bertanggung jawab melindungi hutan Indonesia. Apalagi, kewenangan yang dimiliki Kementerian Kehutanan sangat “menggiurkan” bagi para pebisnis.

Kementerian Kehutanan memiliki otoritas untuk mengeluarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, mengubahnya menjadi area perkebunan atau pertambangan secara legal. Lebih jauh, Kemenhut juga berwenang untuk “mengampuni atau memutihkan” pelaku perusakan hutan. Oleh karena itu, secara etika pejabat publik, seorang menteri kehutanan seharusnya tidak boleh bertemu dengan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam perusakan hutan.

“Tujuan utama Menteri Kehutanan adalah melindungi hutan, bukan justru duduk bersama dengan mereka yang diduga melakukan kejahatan kehutanan. Ada pelanggaran etika di sana,” tegas Uli. Untuk menjawab kecurigaan publik, Walhi mendesak Kementerian Kehutanan untuk memperkuat penegakan hukum terhadap para pembalak liar dan jejaring bisnis yang merusak hutan. Uli mengingatkan, jika ke depan tidak ada kasus kejahatan kehutanan yang berhasil dibongkar dan dibawa ke pengadilan, maka kecurigaan publik akan terbukti kebenarannya.

Senada dengan Walhi, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, juga menyatakan bahwa pertemuan Raja Juli Antoni dengan pihak yang pernah bermasalah dengan Kementerian Kehutanan sangat tidak etis dan berpotensi memengaruhi psikologi penyidik di Kemenhut. “Dengan pertemuan main domino tersebut, penyidik Gakkum Kemenhut secara psikologis akan mati langkah karena merasa tidak mendapat dukungan dari pimpinan tertinggi di Kemenhut. Penyidik kalah dan kena mental,” jelas Boyamin pada Minggu (07/09).

Melihat kondisi ini, Boyamin mendesak Raja Juli Antoni untuk segera memerintahkan penyidik Kemenhut agar memulai kembali penyelidikan baru terkait dugaan pembalakan liar yang melibatkan Aziz Wellang. Hal ini dianggap krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan independensi penegakan hukum.

Persoalan struktural tata kelola hutan dan masifnya pembalakan liar

Deputi Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Achmad Saleh Suhada, menyoroti pentingnya kehati-hatian pejabat publik, terutama sekelas menteri, dalam menjaga integritas dan menghindari interaksi yang dapat merusak kepercayaan masyarakat. Ia berpendapat bahwa “bagi masyarakat, simbol dan gestur kecil seperti ‘sekadar main domino’ dapat memunculkan persepsi negatif yang merusak kredibilitas kementerian dalam memimpin agenda penyelamatan hutan.”

Lebih dari sekadar pertemuan pribadi, Achmad memandang foto tersebut sebagai indikasi masalah struktural dalam tata kelola hutan di Indonesia. Masalah ini mencakup “lemahnya pengawasan, konflik kepentingan, dan masih adanya celah korupsi dalam sektor kehutanan.” Oleh karena itu, sangat penting bagi pejabat negara untuk menunjukkan transparansi, menjaga jarak dari aktor-aktor bermasalah, dan berkomitmen penuh pada perlindungan hutan serta penegakan hukum.

Achmad menegaskan bahwa pembalakan liar adalah akar masalah kerusakan hutan yang terus terjadi di Indonesia, seringkali melibatkan jaringan aktor yang kuat dan terorganisir. Meskipun telah ada upaya penegakan hukum, praktik pembalakan liar masih berlangsung secara masif.

Data dari Greenpeace memperkirakan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 30,8 juta hektare tutupan pohon antara tahun 2001 hingga 2023. Angka ini bahkan lebih tinggi menurut Global Forest Watch, yang mencatat kehilangan mencapai 32 juta hektare hingga tahun 2024. “Sebagian besar kehilangan ini terkait dengan ekspansi industri, namun pembalakan liar tetap menjadi salah satu penyumbang utama, terutama di kawasan hutan produksi dan hutan adat yang pengawasannya lemah,” jelas Achmad.

Kasus-kasus yang ditangani aparat saat ini, lanjut Achmad, juga kerap memperlihatkan pola lama yang berulang, melibatkan jaringan aktor yang bekerja secara terorganisir, praktik penyemaran kayu hasil tebangan liar dengan dokumen resmi, hingga keterkaitan dengan korupsi di tingkat lokal. “Hal ini menunjukkan bahwa pembalakan liar bukan sekadar pelanggaran kecil, melainkan kejahatan terorganisir yang menimbulkan kerugian negara, mempercepat krisis iklim, dan merampas hak-hak masyarakat adat,” pungkasnya.

Siapa Aziz Wellang?

Muhammad Aziz Wellang dikenal sebagai seorang pengusaha kayu asal Sulawesi Selatan dan juga menjabat sebagai Wakil Bendahara Umum Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS). Namanya mulai mencuat ke publik ketika Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkannya sebagai tersangka kasus pembalakan liar di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, pada November 2024.

Aziz Wellang diduga terlibat dalam penebangan kayu di luar izin konsesi perusahaan, mencakup area seluas 11.580 hektare, melalui PT ABL dan kontraktornya PT GPB. Aktivitas ilegal tersebut diperkirakan menghasilkan volume kayu sekitar 1.819 meter kubik, yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp2,72 miliar.

Namun, Aziz Wellang mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan status tersangkanya. Pada 9 Desember 2024, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan tersebut dan membatalkan status tersangkanya. Pengadilan memutuskan bahwa penetapan tersangka terhadap Aziz “tidak sah, cacat formil dan tidak berdasarkan atas hukum, dan oleh karenanya penetapan tersangka terhadap Pemohon batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.”

Klarifikasi Raja Juli dan Karding

Melalui akun Instagram resminya, Raja Juli Antoni memberikan klarifikasi terkait foto yang menjadi viral tersebut. Ia mengklaim bahwa dirinya diminta oleh Abdul Kadir Karding untuk datang ke posko KKSS. “Saya berdiskusi dengan Mas Menteri Karding berdua saja di ruang bagian belakang selama dua jam lebih. Tidak ada tema diskusi kami menyangkut kasus pembalakan liar sama sekali. Mendekati jam 24.00 saya pamit pulang kepada beliau,” tulis Raja Juli.

Saat akan pulang, Raja Juli melanjutkan, ia dan Karding diajak bergabung dalam permainan domino. “Setelah dua kali putaran, saya pamit pulang kepada Mas Menteri Karding dan banyak orang yang ada di ruang tamu tersebut.” Ia juga menegaskan tidak mengenal dua pemain domino lain yang ada di foto, dan tidak ada pembicaraan mengenai kasus apapun saat itu.

“Setelah berita ini beredar, saya baru tahu bahwa salah seorang yang ikut main tersebut adalah Aziz Wellang yang diberitakan sebagai pembalak liar. Bagi saya tidak ada sedikit pun ruang bagi siapapun yang melakukan pelanggaran hukum di kawasan hutan. Saya akan tegakkan hukum setegas-tegasnya kepada pembalak liar tanpa pandang bulu,” tegas Raja Juli dalam unggahannya. Unggahan ini menuai lebih dari 6.000 komentar dari warganet, yang terbagi antara kritikan dan dukungan.

Senada dengan Raja Juli, Abdul Kadir Karding juga memberikan keterangan serupa. Ia mengaku berbincang dengan Raja Juli di bagian belakang posko, terpisah dari anggota KKSS lainnya. Saat Raja Juli hendak pulang, lanjut Karding, ia diajak bermain domino oleh anggota KKSS. “Kami bermain sebanyak dua set. Yang ikut main, Pak Aziz Wellang dan Andi, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Pordi,” kata Karding, Minggu (07/09).

Karding menambahkan bahwa di ruangan itu, satu-satunya orang yang dikenal Raja Juli hanyalah dirinya, karena semua yang hadir adalah pengurus KKSS. Setelah itu, Raja Juli langsung pamit pulang tanpa berdiskusi lebih lanjut dengan pengurus KKSS lainnya. Karding juga mengaku tidak pernah mengetahui latar belakang Aziz Wellang sebelumnya. Foto permainan domino tersebut kemudian dikirim ke grup WhatsApp Pordi dan KKSS, yang akhirnya memicu sorotan publik luas.

Baca juga:

  • Laju kerusakan hutan tropis mencapai rekor tertinggi tahun lalu, bagaimana dengan Indonesia?
  • ‘Hilang burung maleo, hilang juga ritual 400 tahun masyarakat adat Batui’
  • Mengapa rencana pembukaan 20 juta hektare hutan untuk lahan pangan ‘untungkan korporasi dan rugikan warga’? – Kesaksian Orang Rimba yang tersisih dari hutan leluhur
  • Pidato Prabowo soal ‘tak perlu takut deforestasi’ demi tambah lahan sawit tuai kritik – ‘Hutan akan terancam’ dan ‘ruang hidup masyarakat menyempit’
  • ‘Mereka yang banyak bicara itu tidak kena dampaknya’ – ‘Hidup dan mati’ di wilayah investasi Morowali di tengah minimnya wewenang gubernur dan bupati
  • Nasib masyarakat adat O’Hongana Manyawa di sekitar rantai pasok Tesla di Halmahera

Leave a Comment