21 tahun kematian Munir – Mengapa kasusnya sulit diungkap?

Photo of author

By AdminTekno

Pada tanggal 7 September 2025, para pegiat hak asasi manusia akan memperingati 21 tahun kematian tragis aktivis Munir Said Thalib. Ia tewas diracun saat dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, sebuah tragedi yang hingga kini masih menuntut keadilan. Kasus pembunuhan Munir terus menjadi sorotan, mendesak pemerintah untuk menuntaskan penyelidikan yang masih menyisakan banyak tanda tanya.

Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menjadi garda terdepan dalam seruan untuk kembali membuka penyelidikan kasus ini. Mereka menegaskan bahwa aktor intelektual di balik pembunuhan Munir belum juga terungkap, memicu kekecewaan mendalam atas lambannya penegakan hukum. “Negara telah membuang waktu begitu lama sehingga kasus Munir kini berumur 21 tahun. Padahal, ini menyangkut kejahatan serius yang merusak fondasi keadilan,” ujar Ketua KASUM, Usman Hamid, menyoroti urgensi penuntasan kasus pembunuhan Munir ini.

Istri mendiang Munir, Suciwati, turut menyuarakan desakan serupa. Dalam peringatan tersebut, ia secara khusus meminta Komnas HAM untuk berani memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pembunuhan suaminya. Kekhawatiran Suciwati beralasan; sudah dua tahun lebih sejak Komnas HAM membentuk tim ad hoc penyelidikan, namun kasus Munir seolah tak bergerak maju. “Apakah Komnas HAM sudah tidak bergigi lagi ketika memanggil orang-orang itu sehingga mereka mengacuhkannya?” tanya Suciwati dengan nada prihatin.

Menanggapi kritik tersebut, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengakui lembaganya telah melakukan penyelidikan ulang. Mereka telah memeriksa belasan saksi dan mengumpulkan berbagai dokumen yang relevan. Lebih jauh, Anis Hidayah menyatakan kesiapannya untuk mundur dari jabatannya jika hingga 8 Desember 2025, Komnas HAM belum mampu menuntaskan kasus pembunuhan Munir ini.

Mengapa Kasus Ini Belum Dianggap Selesai?

Pangkal persoalan mengapa kasus pembunuhan Munir masih terus diperjuangkan terletak pada belum terungkapnya dalang atau aktor intelektual pembunuhan Munir Said Thalib. Hingga kini, baru tiga orang yang dijatuhi hukuman — semuanya berasal dari maskapai Garuda Indonesia dan disebut sebagai aktor lapangan. Sementara itu, mantan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN), Muchdi Purwoprandjono, yang sempat terseret, justru kini melenggang bebas.

Usman Hamid, yang juga Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini sangat vital. Ia menilai pembunuhan Munir sebagai kejahatan luar biasa yang terencana melalui operasi rahasia. “Petinggi intelijen tak hanya menyalahgunakan badan intelijen, tetapi juga maskapai penerbangan milik negara. Ini jelas merupakan pelanggaran HAM berat,” katanya, menggarisbawahi kompleksitas dan dimensi pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus ini.

Lebih lanjut, Usman menekankan bahwa pengusutan tuntas kematian Munir akan menjadi simbol kuat bahwa negara serius dalam menghapus praktik impunitas dan pola kekerasan. “Kasus ini penting untuk membersihkan negara dari individu-individu jahat dan membersihkan BIN dari orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan,” tegasnya, menyoroti implikasi yang lebih luas bagi reformasi institusi negara.

Pada tanggal 7 September 2025, bertepatan dengan peringatan 21 tahun kematian Munir, para pegiat HAM juga menggelar aksi damai di depan kantor Komnas HAM di Jakarta. Mereka membentangkan spanduk bergambar Munir, poster-poster yang diduga terkait kematian sang aktivis, serta menyerukan desakan agar penyelidikan dituntaskan karena aktor utama masih menghirup udara bebas. Dalam aksi tersebut, Usman kembali mendesak Komnas HAM untuk berani melakukan penyelidikan dengan memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat.

Usman mengungkapkan bahwa nama-nama mereka yang terlibat sejatinya telah tercatat dalam laporan Tim Pencari Fakta Kematian Munir, bahkan termaktub dalam laporan yang disusun oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri. Hal ini menunjukkan bahwa informasi kunci untuk penyelesaian kasus Munir sebenarnya sudah ada di tangan penegak hukum.

Dalam peringatan 21 tahun kematian Munir, Suciwati juga sempat mengkritik Komnas HAM yang dinilai lamban dalam menyelidiki kasus. Ia menyoroti fakta bahwa Komnas HAM telah membentuk Tim Ad-Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Peristiwa Pembunuhan Munir sejak tahun 2014, namun hingga kini hasilnya masih tidak jelas. “Apakah Komnas HAM sudah tidak bergigi lagi ketika memanggil orang-orang itu sehingga mereka mengacuhkannya?” ujarnya lagi, mengulang kekecewaan mendalam.

Menurut Suciwati, Komnas HAM seolah tidak lagi diakui oleh Kejaksaan Agung, lantaran penyelidikan yang sempat mereka lakukan tidak pernah ditindaklanjuti. “Jaksa Agung itu menurut saya sudah mendelegitimasi yang namanya lembaga Komnas HAM, karena dia tidak pernah melakukan implementasi yang diminta sama Komnas HAM,” terang Suciwati. Ia menambahkan, bagi mereka yang mengenal Munir dan selama ini membersamai para korban, Komnas HAM penting untuk menunjukkan giginya dalam kasus ini.

Apa Saja Kendala Pengungkapan Kasus Munir?

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengakui bahwa lembaganya menghadapi tantangan signifikan dalam penyelidikan kasus Munir, khususnya dalam menghadirkan saksi-saksi penting yang diperlukan. “Sampai saat ini, tim penyelidik masih dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam proses menghadirkan para saksi untuk dimintai keterangannya,” jelas Anis, menguraikan hambatan di lapangan.

Meskipun demikian, Anis menegaskan bahwa penyelidikan terus berlanjut. Komnas HAM telah memeriksa 18 saksi dan mengumpulkan beragam dokumen, termasuk berita acara pemeriksaan (BAP). Selain itu, Komnas HAM juga rutin berkoordinasi dengan penyidik Kejaksaan Agung untuk merampungkan penyelidikan.

Perlu diketahui, berkas penyelidikan kematian Munir yang disusun Komnas HAM sempat dikembalikan oleh Kejaksaan Agung. Alasannya, bukti dan konstruksi peristiwa yang disusun Komnas HAM dinilai belum memenuhi syarat formil maupun materil. Kejaksaan Agung juga meminta Komnas HAM untuk melengkapi berkas dan menegaskan bahwa kasus pembunuhan Munir bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

Padahal, pada tahun 2012, Komnas HAM sendiri telah menyatakan bahwa kematian Munir termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Penetapan ini dianggap krusial oleh para pegiat HAM, mengingat sesuai KUHP, tuntutan perkara dengan ancaman hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup akan kedaluwarsa setelah 18 tahun. Artinya, jika hanya dianggap pembunuhan berencana biasa, upaya mengungkap siapa aktor utama kasus pembunuhan Munir akan berakhir pada tahun 2022 lalu.

Usman Hamid berpandangan bahwa negara sejatinya dapat dengan mudah menuntaskan kasus Munir. Namun, ia menduga ada sejumlah elit politik yang menginginkan kasus ini terpendam. Ia merujuk pada laporan Tempo pada November 2024 yang menyebutkan bahwa sejumlah elit DPR meminta Komnas HAM menunda penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Penundaan ini dianggap dapat memicu kegaduhan pada 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. “Ada segelintir elite politik yang berperan aktif mengubur dalam-dalam kasus ini. Dan mayoritas elite negara memilih diam, takut, dan enggan menyingkap tabir sesungguhnya,” kata Usman. Ia menambahkan, “Padahal peluang hukum terbuka, baik melalui investigasi baru kepolisian maupun peninjauan kembali kejaksaan.”

Tenggat Waktu hingga Akhir Tahun

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya, yang turut hadir dalam aksi damai pada 8 September, mendesak Komnas HAM untuk menuntaskan penyelidikan kasus Munir pada 8 Desember mendatang. “Kami minta 8 Desember, hari lahirnya Cak Munir, Komnas HAM menetapkan pembunuhan Cak Munir merupakan pelanggaran berat,” kata Dimas, menegaskan batas waktu yang diberikan. “Kami akan mengawasi bersama-sama, mendesak Komnas HAM agar pada 8 Desember harus ada pernyataan yang menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat.”

Menanggapi desakan ini, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah kembali menegaskan kesiapannya untuk mundur jika lembaganya tidak mampu menyelesaikan penyelidikan sesuai tenggat yang diberikan para pegiat HAM. “Jika Komnas HAM belum menyelesaikan penyelidikan atas pembunuhan Munir hingga 8 Desember, maka tentu saya bersedia untuk mundur,” tegas Anis.

Siapa Saja yang Sudah Dijatuhi Hukuman?

Hingga saat ini, kematian Munir telah menjerat tiga orang yang oleh Kontras disebut sebagai “pelaku yang digerakkan”. Mereka adalah Direktur Utama Garuda Indonesia, Indra Setiawan, dan sekretaris pribadinya Rohaini Aini, yang masing-masing divonis satu tahun penjara. Selain itu, mantan pilot maskapai pelat merah tersebut, Pollycarpus Budihari Priyanto, juga turut dihukum.

Indra Setiawan terbukti menandatangani surat tugas palsu agar Pollycarpus bisa ikut dalam penerbangan naas tersebut, dengan dalih ditugaskan sebagai Corporate Security Officer. Surat tugas ini memberikan legitimasi bagi Pollycarpus untuk duduk sebagai extra crew di kokpit dan memiliki alasan resmi untuk terbang menuju Amsterdam. Sementara itu, Rohaini Aini, selaku sekretaris Indra, disebut membantu menyusun dan mengetik surat penugasan palsu tersebut.

Pollycarpus sendiri disebut sebagai orang yang memasukkan senyawa arsenik ke dalam jus jeruk yang diminum Munir. Ia sempat divonis 20 tahun penjara, namun dibebaskan pada tahun 2018 setelah menerima beberapa kali remisi. Dua tahun berselang, pada tahun 2020, Pollycarpus meninggal dunia akibat Covid-19.

Menariknya, dalam persidangan tingkat pertama, majelis hakim sempat menyatakan bahwa Pollycarpus bukanlah aktor tunggal di balik kematian Munir. Dalam proses persidangan, nama mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwoprandjono beberapa kali terseret. Pollycarpus dan Muchdi diketahui sempat beberapa kali berkomunikasi via telepon pada periode September hingga Oktober 2004.

Muchdi Purwoprandjono kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada Juni 2008. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskannya dari segala tuduhan pada Desember 2008, menyisakan pertanyaan besar tentang siapa dalang sebenarnya di balik kejahatan ini. Kisah ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa para pegiat HAM terus mendesak agar kasus Munir tidak pernah ditutup.

  • Pollycarpus bebas dan bantah bunuh Munir, keluarga masih tuntut keadilan
  • Tentang kasus Munir, Budi Gunawan: ‘Nanti kita lihat ke depan’
  • SBY akan serahkan salinan dokumen pembunuhan Munir yang hilang
  • Munir dibunuh 20 tahun lalu, putrinya tagih janji pemerintah – ‘Berikan keadilan bagi bapak saya’
  • 17 tahun pembunuhan Munir tapi ‘aktor intelektual’ belum terungkap
  • Museum HAM Munir segera didirikan, Presiden Jokowi didesak ungkap dalang pembunuhan Munir

Leave a Comment