Kabar duka menyelimuti dunia perbankan Indonesia setelah terungkapnya kasus penculikan dan pembunuhan tragis yang menimpa Muhammad Ilham Pradipta (37), seorang pegawai bank. Insiden mencekam ini terjadi di sebuah parkiran mobil supermarket di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, pada Rabu (20/8) sekitar pukul 17.00 WIB, memicu gelombang kekhawatiran dan menuntut keadilan.
Penyelidikan kasus ini semakin mendalam dan mengejutkan publik dengan terungkapnya dugaan kuat keterlibatan seorang oknum TNI AD berinisial FH. Oknum tersebut, yang santer disebut-sebut sebagai anggota pasukan elite, kini telah diamankan dan ditahan di Pomdam Guntur untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
Kodam Jaya sendiri telah mengonfirmasi adanya keterlibatan oknum TNI dalam kasus ini. Namun, terkait identitas pasti inisial FH dan statusnya sebagai pasukan elite TNI AD, Kodam Jaya melalui Danpuspom Kolonel Corps Polisi Militer (Cpm) Donny Agus Priyanto, pada Rabu (10/9), menyatakan masih perlu pendalaman lebih lanjut. “Betul,” kata Kolonel Donny, menegaskan bahwa Pomdam Jaya tengah serius mendalami keterkaitan anggotanya dalam kasus pembunuhan dan penculikan pegawai bank ini.
Menanggapi insiden serius yang melibatkan prajuritnya, Markas Besar TNI (Mabes TNI) menegaskan komitmennya untuk menindak tegas siapa pun oknum TNI yang terbukti melakukan tindakan melawan hukum. Kapuspen TNI Brigjen TNI (Mar) Freddy Ardianzah menekankan, “TNI sangat serius menanggapi setiap dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan prajurit, apalagi jika berkaitan dengan tindak pidana berat seperti pembunuhan.” Ia menambahkan bahwa setiap prajurit yang terbukti bersalah akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku tanpa pandang bulu.
Dalam upaya mengungkap tuntas tabir di balik kematian Muhammad Ilham Pradipta, pihak kepolisian telah berhasil mengamankan 15 orang tersangka. Setiap pelaku memiliki peran yang terstruktur dalam melancarkan aksi keji ini. Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Abdul Rahim, memaparkan adanya empat klaster peran: mulai dari aktor intelektual, kelompok yang membuntuti korban, tim penculik, hingga klaster yang bertugas menganiaya korban hingga tewas lalu membuang jenazahnya di wilayah Bekasi.
Dari total 15 pelaku yang ditangkap, delapan di antaranya telah teridentifikasi perannya secara spesifik. Empat individu berperan sebagai aktor intelektual, dengan inisial C, DH, YJ, dan AA. Sementara itu, empat pelaku lainnya yang bertindak sebagai penculik korban adalah AT, RS, RAH, dan EW. Sisa pelaku lainnya masih dalam proses penyelidikan intensif untuk diungkap perannya masing-masing.
Dimensi lain dari kasus ini diungkap oleh Adrianus Agal, pengacara salah satu pelaku, yang menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat lainnya. Adrianus menyatakan bahwa kliennya menculik korban atas perintah seseorang, dengan iming-iming upah puluhan juta rupiah. Setelah penculikan, korban kemudian diserahkan kepada seseorang berinisial F di wilayah Cawang, Jakarta Timur. Hal ini disampaikan Adrianus pada Selasa (26/8).
Menurut Adrianus, setelah menyerahkan korban, keempat pelaku penjemputan paksa itu merasa tugas mereka selesai dan kembali pulang. Namun, beberapa jam kemudian, mereka kembali diminta untuk memulangkan korban. Ironisnya, saat dijemput kembali, korban sudah ditemukan dalam kondisi tak bernyawa. Dalam keadaan terpaksa, para pelaku diminta untuk membuang jenazah korban. Dugaan kuat adanya keterlibatan oknum aparat dalam rangkaian peristiwa ini mendorong klien Adrianus untuk mencari perlindungan kepada Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sebuah langkah yang menggarisbawahi kompleksitas dan sensitivitas kasus penculikan dan pembunuhan ini yang masih terus bergulir.