Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri membongkar praktik perekrutan anak-anak ke dalam jaringan terorisme. Dalam operasi terbaru, lima tersangka berhasil diamankan, yaitu FW alias YT (47), LM (23), PP alias BMS (37), MSPO (18), dan JJS alias BS (19).
Menurut Juru Bicara Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana, salah satu dari kelima tersangka merupakan “pemain lama” yang memiliki afiliasi dengan jaringan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Identitas tersangka ini masih dirahasiakan untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut.
“Untuk ‘pemain lama’ yang pertama kali ditangkap Densus 88 ini, diketahui memiliki jaringan dengan ISIS atau Jamaah Ansharut Daulah,” ungkap Mayndra dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11). Ia menegaskan bahwa seluruh tersangka yang ditangkap adalah bagian dari jaringan teroris yang terorganisir.
“Densus terus melakukan pengembangan kasus ini hingga akhirnya berhasil menangkap empat pelaku baru,” lanjut Mayndra.
Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, Karopenmas Divisi Humas Polri, menjelaskan bahwa para tersangka menggunakan berbagai platform digital untuk merekrut anak-anak dan pelajar. Modus yang digunakan sangat beragam, mulai dari media sosial populer, gim online, aplikasi pesan instan, hingga situs-situs tertutup yang sulit diakses publik.
“Penindakan terbaru dilakukan pada Senin, 17 November 2025, dengan menangkap dua tersangka dewasa yang berperan sebagai perekrut dan pengendali komunikasi kelompok. Kelompok pertama beroperasi di Sumatera Barat, sedangkan kelompok kedua di wilayah Jawa Tengah,” jelas Trunoyudo.
Berikut adalah identitas kelima tersangka yang telah diamankan:
1. FW alias YT (47), berasal dari Medan, ditangkap pada 5 Februari 2025.
2. LM (23), berasal dari Banggai, Sulawesi Tengah.
3. PP alias BMS (37), berasal dari Sleman, diamankan pada 22 September 2025.
4. MSPO (18), berasal dari Tegal.
5. JJS alias BS (19), berasal dari Agam, Sumatera Barat.
“Penangkapan dua tersangka ini melengkapi penindakan sebelumnya terhadap tiga tersangka lainnya yang dilakukan oleh Densus 88 pada 17 November 2025,” imbuhnya.
Trunoyudo menekankan bahwa anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terpapar paham radikal. Faktor-faktor sosial seperti perundungan (bullying), kondisi keluarga yang tidak harmonis (broken home), hingga tekanan sosial dapat menjadi pemicu utama.
Data dari Densus 88 mencatat bahwa ada sekitar 110 anak berusia 10–18 tahun di 23 provinsi yang diduga telah terpapar atau bahkan direkrut oleh jaringan teroris. Wilayah dengan tingkat paparan tertinggi meliputi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Lebih lanjut, Trunoyudo menegaskan bahwa aparat kepolisian tidak hanya melakukan penindakan hukum, tetapi juga berupaya melakukan pencegahan secara komprehensif. Pola perekrutan yang dilakukan jaringan teroris ini dilakukan secara bertahap. Awalnya, mereka menyebarkan konten propaganda melalui platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan gim online.
Setelah mengidentifikasi target yang dianggap potensial, mereka akan menghubungi secara personal melalui aplikasi pesan instan seperti WhatsApp atau Telegram. Konten propaganda yang dibuat sangat beragam, mulai dari video pendek, animasi, meme, hingga musik, dengan tujuan membangun kedekatan emosional dan menanamkan minat ideologis pada anak-anak.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa langkah-langkah penegakan hukum dan pencegahan akan terus dilakukan secara berkelanjutan untuk memutus rantai upaya perekrutan anak-anak oleh jaringan terorisme.
Ringkasan
Densus 88 Antiteror Polri membongkar jaringan perekrutan anak-anak online yang terafiliasi ISIS-JAD dengan menangkap lima tersangka. Salah satu tersangka adalah “pemain lama” yang memiliki jaringan dengan ISIS atau Jamaah Ansharut Daulah. Para tersangka menggunakan berbagai platform digital seperti media sosial, gim online, dan aplikasi pesan instan untuk merekrut anak-anak.
Modus perekrutan dilakukan secara bertahap, dimulai dengan penyebaran konten propaganda di platform terbuka dan dilanjutkan dengan pendekatan personal melalui aplikasi pesan instan. Data Densus 88 mencatat ada sekitar 110 anak di 23 provinsi yang diduga terpapar atau direkrut jaringan teroris. Aparat kepolisian terus melakukan penegakan hukum dan pencegahan untuk memutus rantai perekrutan anak-anak.