Mendagri Tito Akan Pimpin Apel Kesiapsiagaan Bencana di Cilacap

Photo of author

By AdminTekno

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian telah memastikan akan langsung memimpin Apel Kesiapsiagaan Bencana di Kabupaten Cilacap. Keputusan ini diambil menyusul bencana banjir dan tanah longsor dahsyat yang telah menelan korban jiwa serta menyebabkan sejumlah warga dinyatakan hilang di wilayah tersebut. Penegasan ini menggarisbawahi komitmen pemerintah pusat dalam merespons cepat kondisi darurat di daerah yang terdampak.

Pernyataan tersebut disampaikan Mendagri kepada awak media usai menghadiri Rapat Koordinasi Pembahasan Penataan Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Alih Fungsi Lahan, Lahan Baku Sawah (LBS), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), dan Mitigasi Bencana Hidrometeorologi Tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Rapat penting ini diselenggarakan secara hybrid dari Ruang Sidang Utama, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, pada Selasa, 18 November 2025. “Melakukan apel, apel kesiapan [kesiapsiagaan bencana], dan saya sendiri besok akan memimpin di Cilacap,” tegas Mendagri.

Lebih lanjut, Mendagri juga memberikan arahan tegas kepada seluruh kepala daerah di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi terhadap potensi bencana hidrometeorologi. Arahan ini sangat relevan mengingat adanya peningkatan curah hujan tinggi yang diprediksi akan terjadi.

Berdasarkan laporan terkini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), potensi curah hujan tinggi diperkirakan akan melanda sebagian besar wilayah Indonesia mulai bulan November 2025 hingga Januari 2026. Area yang paling diwaspadai meliputi wilayah selatan Indonesia, mulai dari Bengkulu, sebagian besar Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga wilayah selatan Maluku dan Papua.

Mendagri secara khusus menyoroti Jawa dan Bali sebagai wilayah yang memerlukan perhatian ekstra. “Di samping mengingatkan kepada teman-teman di daerah tadi, yang perlu mendapatkan perhatian khususnya adalah Jawa dan Bali. Kenapa? Karena penduduknya besar, kalau terjadi longsor di tanah kosong, enggak apa-apa. Tapi kalau terjadi longsor di daerah permukiman, itu rawan,” ujarnya. Padatnya populasi di kedua pulau tersebut menjadikan risiko dampak bencana longsor di area permukiman jauh lebih besar dan fatal.

Mengambil pelajaran berharga dari bencana banjir dan longsor di Cilacap, Mendagri mengingatkan seluruh kepala daerah untuk segera menginventarisasi secara cermat titik-titik rawan longsor maupun banjir di wilayah mereka. Setelah identifikasi, langkah-langkah mitigasi bencana harus segera diambil, seperti penguatan struktur di area yang rentan. Apabila penguatan tidak memungkinkan, relokasi warga secara sementara harus menjadi opsi utama demi keselamatan jiwa.

Untuk memperkuat kesiapsiagaan internal dalam menghadapi potensi bencana ini, Mendagri juga mendesak pemerintah daerah agar segera berkoordinasi erat dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Konsolidasi ini diharapkan dapat memastikan setiap elemen pemerintahan dan keamanan siap siaga dalam menghadapi situasi darurat.

Tak hanya itu, Mendagri juga menyoroti pentingnya perbaikan infrastruktur jalan yang rawan longsor. Ia menjelaskan bahwa jika daerah menghadapi keterbatasan anggaran untuk perbaikan dan pencegahan, penetapan status darurat dapat menjadi solusi. Dengan status darurat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dapat memberikan dukungan anggaran, baik untuk perbaikan, pencegahan, maupun bahkan untuk operasi modifikasi cuaca guna mengurangi dampak bencana. “Jalan kalau mungkin yang rawan longsor diperbaiki. Kalau pun masih kekurangan anggaran, untuk itu [daerah] ditetapkan sebagai status darurat, BNPB dapat melakukan back up untuk memberikan bantuan anggaran, perbaikan, maupun juga untuk pencegahan bencana. Maupun juga untuk operasi modifikasi cuaca,” pungkasnya.

Leave a Comment