
PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) baru-baru ini menyelenggarakan forum diskusi penting bertajuk Coffee Morning. Acara yang mempertemukan pihak kepolisian dengan para akademisi hukum pada Kamis (20/11/2025) ini bertujuan untuk mendalami berbagai implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 terhadap Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Berlangsung di Aula Ditreskrimsus, diskusi tersebut fokus pada perubahan fundamental yang diakibatkan oleh putusan MK. Dirreskrimsus Polda Kalteng, Kombes Pol Dr. Rimsyahtono, dalam pemaparannya, menegaskan kembali prinsip dan tugas pokok kepolisian sebagai landasan utama dalam menganalisis putusan tersebut. Ia menekankan bahwa setiap perubahan norma hukum harus senantiasa merujuk pada tiga fungsi esensial Polri: menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum secara berkeadilan, serta memberikan perlindungan dan pelayanan terbaik bagi publik.
Pembahasan kemudian mengerucut pada poin krusial Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menyatakan bahwa frasa terkait penugasan Kapolri dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD 1945 dan karenanya tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Putusan ini, disoroti dalam forum, menimbulkan pertanyaan signifikan mengenai posisi anggota Polri yang saat ini mengemban jabatan di luar institusi kepolisian atau di sektor sipil.
Menanggapi hal tersebut, akademisi dan Dosen Hukum Universitas Palangka Raya (UPR), Dr. Kiki Kristanto, memberikan pandangan yang mencerahkan. Ia menjelaskan bahwa putusan MK tersebut tidak bersifat retroaktif, yang berarti pejabat yang sudah menduduki jabatan sipil tidak otomatis diwajibkan untuk mundur. Lebih lanjut, Kiki menyoroti bahwa penugasan dan jabatan yang berkaitan dengan kepolisian tetap dapat diisi oleh anggota Polri aktif, asalkan dasar hukumnya diatur dalam undang-undang lain. “Jabatan strategis seperti menteri dan kepala lembaga juga tidak serta-merta tertutup bagi anggota Polri aktif,” tegasnya, seraya menekankan pentingnya pembacaan putusan MK secara cermat guna menghindari interpretasi keliru yang berpotensi menghambat kinerja pemerintahan maupun profesionalitas anggota Polri.
Sementara itu, Kabidhumas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji, menyambut baik masukan dari akademisi tersebut sebagai pijakan penting bagi institusi Polri dalam merumuskan langkah-langkah lanjutan. “Diskusi ini menguatkan pemahaman bersama atas implikasi hukum putusan MK, khususnya bagi anggota Polri yang tengah mengemban jabatan sipil,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa sinergi antara kepolisian dan akademisi sangat vital untuk memastikan pelaksanaan UU Polri berjalan sesuai prinsip hukum dan profesionalisme yang tinggi.
Diharapkan, kegiatan Coffee Morning seperti ini dapat menjadi forum rutin untuk memperkuat jalinan komunikasi antara Polri dan akademisi. Pertemuan semacam ini tidak hanya memperkaya perspektif dalam menafsirkan dan mengimplementasikan peraturan hukum, tetapi juga mendukung keberlanjutan konsep PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) yang digagas oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, demi Polri yang semakin profesional dan akuntabel. (hms/jef)