Lapor Perbatasan Desa Mandek: Hanya 14,4% dari 75 Ribu Desa!

Photo of author

By AdminTekno

Kita Tekno – Jakarta — Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir, menekankan urgensi bagi pemerintah daerah (pemda) untuk mempercepat proses penegasan batas desa. Fokus utama percepatan ini diarahkan pada desa-desa yang tidak memiliki sengketa administrasi, demi mewujudkan kejelasan wilayah dan kepastian hukum.

Penekanan tersebut disampaikan oleh Tomsi Tohir saat membuka Sosialisasi dan Rapat Koordinasi Teknis Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) Penegasan Batas Desa dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025. Acara strategis ini diselenggarakan di Hotel Mercure, Jakarta, pada Jumat, 21 November 2025, dan dihadiri oleh perwakilan dari pemerintahan provinsi, kabupaten/kota.

Melalui acara yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Ditjen Pemdes) Kemendagri ini, Tomsi secara tegas menyerukan, “Kami mengharapkan betul-betul ada upaya percepatan, over prestasi untuk batas desa. Paling tidak yang tidak sengketa dicepetin administrasinya.” Pernyataan ini menegaskan harapan Kemendagri akan upaya luar biasa dari pemda dalam menuntaskan tugas krusial ini.

Ilustrasi para petani memanen padi secara tradisional di sawah yang mereka garap, di lingkungan di Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, pada masa panen raya padi Februari 2023 lalu. Dispertanikap Kabupaten Semarang melakukan antisipasi dalam menjaga produktifitas pertanian di tengah prediksi El Nino lemah yang berpeluang terjadi pada pertengahan tahun ini. – (Republika/Bowo Pribadi)

Data Kemendagri menunjukkan bahwa hingga akhir September 2025, progres penegasan batas desa masih menghadapi tantangan serius. Dari total 75.266 desa di Indonesia, baru 10.909 desa, atau sekitar 14,4%, yang telah melaporkan hasil penegasan batas desanya secara resmi kepada kementerian. Angka ini menandakan perlunya dorongan lebih besar dari semua pihak.

Kesenjangan ini diperparah dengan belum lengkapnya laporan resmi dari sejumlah pemerintah daerah kepada Ditjen Bina Pemdes Kemendagri. Laporan tersebut seharusnya dilengkapi dengan data dukung vital, seperti Peraturan Bupati tentang peta batas desa, data digital peta batas desa, kelengkapan Berita Acara, serta bukti verifikasi teknis terhadap peta batas desa yang telah diselesaikan. Tanpa kelengkapan data ini, proses validasi dan penetapan batas definitif akan terhambat.

Meski demikian, terdapat kabar positif dari 22 kabupaten yang berhasil menyelesaikan 100% penegasan batas desa. Kabupaten-kabupaten yang menunjukkan komitmen tinggi ini meliputi Batu Bara, Siak, Way Kanan, Bangka Tengah, Bangka Barat, Natuna, Bantul, Bandung, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Bekasi, Banjar, Purbalingga, Sukoharjo, Kayong Utara, Barito Kuala, Tana Tidung, Pulau Morotai, Taliabu, Memberamo Raya, dan Pegunungan Arfak. Keberhasilan mereka diharapkan dapat menjadi inspirasi dan contoh praktik terbaik bagi daerah lain.

Petani menjemur biji kopi arabika Gayo di Desa Bale Atu, Kecamatan Bukit, Bener Meriah, Aceh. (ilustrasi)

Tomsi Tohir menegaskan bahwa penegasan batas desa memiliki peran krusial dalam mencegah timbulnya konflik fisik di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa ketidakjelasan batas antarwilayah desa kerap kali memicu perselisihan yang berujung pada konflik. Dengan penetapan batas yang definitif, potensi gesekan di lapangan dapat diminimalisir secara signifikan, menciptakan kedamaian dan ketertiban.

Lebih dari sekadar meredakan konflik, kejelasan batas desa juga berdampak langsung pada alokasi berbagai sumber daya. Ini mencakup penentuan besaran dana desa, penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR), hingga pengelolaan sumber daya alam. “Oleh karena itu, ini kewajiban kita untuk bisa lebih dari sasaran,” ucap Tomsi, menggarisbawahi pentingnya melampaui target yang ditetapkan.

Dalam sambutan tertulisnya, Sekjen Kemendagri juga mengingatkan bahwa secara definisi, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang jelas. “Dalam rangka memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas wilayah desa, maka desa harus memiliki batas desa secara definitif,” paparnya, mengukuhkan landasan hukum dan filosofis di balik upaya penting ini.

Mengingat urgensi dan dampak luas penyelesaian batas desa dalam berbagai aspek kehidupan, Presiden Republik Indonesia telah memerintahkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mempercepat penyelesaiannya. Mandat ini tertuang jelas dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 21 Tahun 2023, yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

Perpres Nomor 21 Tahun 2023 secara spesifik mengamanatkan beberapa hal kepada Kemendagri, salah satunya adalah sebagai wali data peta Batas Wilayah Administrasi Desa. Peran ini menempatkan Kemendagri sebagai penanggung jawab utama dalam pengelolaan dan penyediaan data peta batas desa yang akurat, valid, dan terverifikasi untuk seluruh wilayah Indonesia.

Daftar Isi

Ringkasan

Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir, menekankan pentingnya percepatan penegasan batas desa oleh pemerintah daerah, terutama bagi desa yang tidak memiliki sengketa. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kejelasan wilayah dan kepastian hukum. Hingga akhir September 2025, dari 75.266 desa di Indonesia, baru 14,4% yang melaporkan hasil penegasan batas desanya, menunjukkan perlunya dorongan lebih besar.

Penegasan batas desa krusial dalam mencegah konflik fisik dan berdampak pada alokasi sumber daya, termasuk dana desa dan CSR. Presiden RI telah memerintahkan pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat penyelesaiannya melalui Perpres Nomor 21 Tahun 2023, menunjuk Kemendagri sebagai wali data peta Batas Wilayah Administrasi Desa. Beberapa kabupaten telah menyelesaikan 100% penegasan batas desa dan dapat menjadi contoh bagi daerah lain.

Leave a Comment