Yahya Cholil Staquf, yang lebih akrab disapa Gus Yahya, selaku Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), kini tengah menjadi sorotan publik menyusul tudingan keterlibatan dirinya dengan paham zionisme. Kontroversi ini mencuat setelah ia mengundang Peter Berkowitz sebagai narasumber dalam acara Akademi Kepemimpinan Nasional NU (AKN NU) pada Agustus lalu, sebuah tindakan yang memicu dugaan adanya afiliasi dengan jaringan zionis.
Menanggapi tudingan serius tersebut, Gus Yahya secara terbuka mengakui bahwa ia memang pernah berkunjung ke Israel pada tahun 2018. Dalam kunjungannya kala itu, ia sempat mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh penting, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Presiden Israel. Pengakuannya disampaikan usai rapat koordinasi Ketua PWNU se-Indonesia di Hotel Novotel Samator, Surabaya, Minggu (23/11). “Saya itu tahun 2018 sudah pernah pergi ke Israel. Saya bertemu Netanyahu, saya bertemu dengan Presiden Israel, saya bertemu dengan berbagai elemen di sana, di dalam berbagai forum,” jelasnya.
Menariknya, riwayat kunjungan ke Israel ini ternyata bukan hal baru bagi internal PBNU. Meskipun publikasi mengenai pertemuannya dengan Netanyahu dan para petinggi Israel telah beredar luas, Gus Yahya tetap terpilih sebagai Ketua Umum PBNU dalam Muktamar tahun 2021. Ia menegaskan, para Ketua Cabang dan PWNU yang memilihnya sudah mengetahui rekam jejak tersebut. “Tapi tahun 2021 Muktamar, Ketua Cabang dan PWNU memilih saya. Mereka sudah tahu saya sudah pernah ke Israel, sudah ketemu dengan Netanyahu mereka memilih saya,” ungkapnya. Lebih lanjut, Gus Yahya menjelaskan bahwa pemilihnya memiliki pemahaman mendalam tentang apa yang ia lakukan selama di Yerusalem, bahkan mempersilakan publik untuk menelusuri berbagai unggahan di internet yang mendokumentasikan aktivitasnya kala itu.
Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya secara tegas mengklaim bahwa tujuan utama kunjungannya ke Israel adalah untuk menyuarakan dukungan bagi Palestina. Ia bahkan menyatakan posisinya tersebut secara terang-terangan di berbagai forum di Yerusalem. “Bahwa saya dengan terang-terangan dan tegas di berbagai forum di Yerusalem pada waktu itu, bahkan di depan Netanyahu dalam pertemuan itu, bahwa saya datang ke sini demi Palestina. Itu saya nyatakan di semua kesempatan dan saya tidak akan pernah berhenti dengan posisi ini, apapun yang terjadi,” ujarnya dengan mantap, menunjukkan komitmen tak tergoyahkan terhadap isu Palestina.
Pernyataan tegas Gus Yahya ini merupakan respons langsung terhadap surat yang memintanya untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Surat tersebut muncul pasca-kontroversi pengundangannya terhadap Peter Berkowitz dalam acara AKN NU. Surat ultimatum tersebut ditandatangani oleh Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, pada tanggal 20 November 2025, setelah melalui musyawarah antara Rais Aam dan dua Wakil Rais Aam.
Adapun isi keputusan dalam surat tersebut sangat jelas dan bersifat mengikat:
KH Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU.
Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.