Musibah banjir bandang yang menerjang Kabupaten Bireuen, Aceh, telah menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur vital. Jembatan Juli, yang merupakan urat nadi penghubung utama di wilayah tersebut, ambruk tak berdaya dihantam derasnya arus. Akibat fatalnya, akses jalan lintas Bireuen-Takengon kini terputus total, mengisolasi sebagian warga dan menghambat mobilitas secara drastis.
Kondisi ini praktis melumpuhkan aktivitas sehari-hari warga setempat yang bergantung pada jembatan tersebut. Namun, di tengah keterbatasan tersebut, sebuah solusi darurat yang unik muncul untuk mengatasi putusnya akses. Warga kini mengandalkan sebuah kotak besi yang dirancang khusus, berfungsi layaknya sistem flying fox, untuk menyeberangi derasnya aliran sungai yang membelah wilayah mereka.
Sistem transportasi darurat inovatif ini mampu dinaiki hingga tiga orang dewasa sekaligus, atau sejumlah barang penting, memungkinkan mereka melintasi sungai dengan aman. Kehadiran ‘kereta gantung’ sederhana ini tak hanya sekadar alat penyeberangan; ia telah bertransformasi menjadi sarana penghubung vital yang esensial untuk memobilisasi warga maupun distribusi barang, menjaga denyut kehidupan masyarakat pasca insiden.
Terputusnya Jembatan Juli ini terjadi pada tanggal 26 November 2025, ketika luapan air Sungai Peusangan yang begitu deras tak mampu lagi ditahan oleh struktur jembatan. Sejak saat itu, keberadaan kotak besi flying fox ini menjadi penopang utama bagi ribuan warga yang bergantung pada akses tersebut, menyoroti ketangguhan dan kreativitas masyarakat dalam menghadapi bencana alam yang tak terduga.