JAKARTA – Partai Amanat Nasional (PAN) menegaskan komitmennya untuk selalu mendengarkan dan merespons setiap aspirasi masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno, menanggapi maraknya tuntutan 17+8 yang mengemuka di berbagai platform media sosial.
Menurut Eddy, setiap suara dari rakyat, termasuk poin-poin krusial dalam tuntutan 17+8, adalah masukan berharga yang berfungsi sebagai bahan evaluasi konstruktif bagi seluruh partai politik. “Kami di Partai Amanat Nasional senantiasa berbenah diri, membuka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan masukan dari masyarakat, dan tentu saja agenda 17+8 menjadi salah satu fokus utama,” ujar Eddy dalam keterangannya, Kamis (4/9).
Masukan dari tuntutan 17+8 ini, lanjut Eddy, juga menjadi landasan penting bagi PAN dalam merumuskan strategi pembenahan kader-kader partai ke depan. Tidak hanya itu, sebagai salah satu Pimpinan MPR yang mendapat amanah dari Ketua Umum, Eddy juga menekankan relevansi tuntutan tersebut dalam menjalankan tugas kenegaraan. Ini sejalan dengan respons dari politikus lain seperti Rieke Diah Pitaloka dari PDIP, yang tidak hanya menerima tuntutan 17+8 tetapi juga menambahkan poin mengenai penurunan harga bahan pokok.
Doktor Ilmu Politik lulusan UI ini menambahkan bahwa PAN juga intensif menerima berbagai masukan dari spektrum yang luas, mulai dari konstituen di daerah pemilihan hingga berbagai Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan yang aktif menyuarakan aspirasi masyarakat. Bahkan, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, secara langsung telah bertemu dengan Ketua Umum Muhammadiyah, Profesor Haedar Nashir, dan mendapatkan beragam masukan berharga yang akan diimplementasikan sebagai bagian dari agenda besar pembenahan partai.
Sebagai Pimpinan MPR, Eddy Soeparno menekankan komitmennya untuk terus membangun dialog dan diskusi yang konstruktif dengan berbagai elemen bangsa, terutama dalam merespons isu-isu penting seperti tuntutan 17+8 yang salah satunya digagas oleh Jerome Polin dan sederet figur publik lainnya. Bukti nyata dari komitmen ini adalah program “MPR Goes to Campus” yang telah menjangkau 31 universitas di seluruh Indonesia. Program ini telah melibatkan ribuan mahasiswa, dosen, dan guru besar, membuka ruang diskusi seluas-luasnya bagi civitas akademika untuk menyampaikan masukan, evaluasi, bahkan kritik terhadap kinerja lembaga negara dan partai politik.
“Ini adalah bukti konkret bahwa ruang dialog selalu terbuka lebar. Kami meyakini, penyampaian aspirasi dan suara rakyat dapat dilakukan dengan berbagai cara, asalkan selalu menjunjung tinggi prinsip tanpa kekerasan dan tidak merusak fasilitas umum,” tegas Eddy. Pernyataan ini sekaligus menggarisbawahi semangat di balik kedatangan para influencer dan musisi ke DPR, yang membawa 17+8 tuntutan rakyat, menandakan adanya saluran yang sah untuk menyuarakan perubahan.
Ringkasan
Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan komitmennya untuk mendengarkan aspirasi masyarakat, termasuk tuntutan 17+8 yang sedang ramai. Wakil Ketua Umum PAN, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa masukan dari masyarakat, termasuk poin-poin dalam tuntutan tersebut, akan menjadi bahan evaluasi konstruktif bagi partai.
PAN menjadikan tuntutan 17+8 sebagai landasan dalam merumuskan strategi pembenahan kader dan menerima masukan dari berbagai pihak, termasuk konstituen, Ormas keagamaan, dan melalui program “MPR Goes to Campus”. Eddy Soeparno menekankan pentingnya dialog konstruktif dan penyampaian aspirasi tanpa kekerasan.