Diplomat Indonesia Tewas Ditembak di Peru: Update Investigasi Terbaru

Photo of author

By AdminTekno

Kabar duka menyelimuti dunia diplomasi Indonesia setelah Zetro Leonardo Purba, seorang diplomat muda di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Lima, Peru, ditemukan tewas ditembak oleh orang tak dikenal pada 1 September 2025. Insiden tragis ini menambah panjang daftar misteri yang menyelimuti staf Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dalam beberapa bulan terakhir, mengingat Zetro (40 tahun) adalah diplomat kedua yang gugur secara tak wajar. Dua bulan sebelumnya, Arya Daru Pangayunan juga ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Jakarta pada 8 Juli 2025, meninggalkan tanda tanya besar.

Menyikapi peristiwa menggemparkan ini, Presiden Peru, Dina Boluarte, segera menghubungi Presiden Prabowo Subianto untuk menyampaikan duka cita mendalam dan berjanji akan melakukan investigasi menyeluruh demi mengungkap tabir kematian diplomat tersebut. Otoritas Peru sendiri, dalam penyelidikan awal, mengindikasikan bahwa penembakan Zetro adalah ulah pembunuh bayaran atau yang dikenal secara lokal dengan istilah sicariato. Menanggapi situasi genting ini, Kemlu Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk mengevaluasi dan memperkuat skema perlindungan bagi seluruh stafnya yang bertugas di luar negeri, demi mencegah terulangnya insiden tragis serupa di masa mendatang.

Bagaimana kronologi kejadian?

Zetro Leonardo Purba, yang menjabat sebagai Penata Kanselerai Muda di KBRI Lima, Peru, menjadi korban penembakan tragis tak jauh dari kediamannya di Jalan Cesar Vallejo Blok III, Distrik Lince. Lokasi kejadian, yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari gedung KBRI, menjadi saksi bisu kejahatan pada Senin malam (01/09). Menurut keterangan kepolisian setempat, Zetro kala itu sedang dalam perjalanan pulang dari kantor, mengayuh sepeda bersama istrinya.

Beberapa meter sebelum mencapai rumahnya, suasana tenang mendadak pecah. Seorang pria tak dikenal tiba-tiba menghampiri Zetro dan tanpa ampun melepaskan sejumlah tembakan dari jarak dekat. Pelaku kemudian segera melarikan diri menggunakan sepeda motor yang sudah menunggunya, dikendarai oleh seorang rekan. Meski sempat dilarikan ke Klinik Javier Prado yang berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi, nyawa Zetro tak tertolong. Istrinya berhasil selamat dari insiden mengerikan tersebut dan kini berada di bawah perlindungan Kemlu serta kepolisian setempat.

Saat ini, jenazah Zetro masih berada di Peru untuk menjalani proses autopsi dan dijadwalkan akan dipulangkan ke Indonesia dalam pekan ini. Dilansir dari Detik.com, sebelum disemayamkan di rumah duka di Ciputat, Tangerang Selatan, mendiang Zetro akan lebih dulu disemayamkan di kantor Kementerian Luar Negeri di Jakarta Pusat.

Media lokal Peru, La Republica, menduga bahwa pembunuhan Zetro telah direncanakan dengan matang. Dugaan ini diperkuat oleh kesaksian seorang tetangga yang melaporkan melihat beberapa orang bersepeda motor melakukan pengintaian di sekitar lokasi kejadian beberapa hari sebelum penembakan. Orang tak dikenal itu bahkan sempat berpura-pura menawarkan jasa servis televisi kepada warga sekitar, sebuah modus operandi yang mengindikasikan pengintaian terselubung.

Bagaimana perkembangan investigasi otoritas Peru?

Menteri Luar Negeri Peru, Elmer Schialer, menegaskan bahwa Presiden Dina Boluarte telah menginstruksikan pengerahan seluruh sumber daya negara untuk menyelidiki kematian Zetro Leonardo Purba secara cepat dan transparan. Langkah ini dianggap krusial mengingat insiden penembakan ini berpotensi merusak citra Peru di mata dunia. “Kejadian ini adalah alarm penting, sebuah peringatan bahwa keamanan adalah masalah utama yang dihadapi tanah air kami tercinta,” ujar Schialer. “Ini pasti akan menjadi sorotan media internasional, dan kami memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan kasus ini ke luar negeri.”

Melalui pernyataan resminya di media sosial, Kementerian Luar Negeri Peru juga memastikan telah mengaktifkan dukungan diplomatik penuh kepada KBRI Lima. Bersamaan dengan itu, tim reserse dan kriminal dari kepolisian serta kejaksaan Peru terus mengintensifkan penyelidikan untuk mengungkap fakta di balik kematian Zetro. Menteri Dalam Negeri Peru, Carlos Malaver, menduga kuat bahwa penembakan tersebut dilakukan oleh pembunuh bayaran. Dugaan ini didasarkan pada fakta bahwa tidak ada barang korban yang hilang, serta perilaku pelaku yang terindikasi telah menunggu Zetro. “Tidak ada yang dicuri. Mereka memang sudah menunggu dan tembakan diarahkan langsung ke kepala. Secara jelas, mereka berniat menghabisi nyawanya,” kata Malaver, menguatkan dugaan motif pembunuhan terencana.

Baca juga:

  • Kasus kematian diplomat Kemlu, keluarga ungkap temuan baru – Apakah penyelidikan bisa dilanjutkan?
  • Kematian diplomat Kemlu – ‘Tak ada keterlibatan orang lain’

Lebih lanjut, surat kabar La Republica, mengutip seorang penyidik kepolisian setempat, melaporkan bahwa penyelidikan awal mengarah pada dugaan keterkaitan dengan jaringan kriminal lokal bernama “One Family”. Kelompok ini, yang dipimpin oleh sosok berjuluk “El Chino“, dikenal beroperasi dalam tindak kejahatan seperti eksploitasi seksual, pemerasan, dan pembunuhan bayaran. Keterkaitan “El Chino” dengan kasus ini muncul setelah polisi menemukan beberapa nomor telepon perempuan dengan kode asal Venezuela dan Kolombia di ponsel Zetro. Sumber penyidik tersebut, yang namanya tidak disebutkan, menengarai penembakan ini sebagai aksi balas dendam. “Korban tidak terkait dengan praktik prostitusi, namun diduga memiliki kedekatan atau hubungan dengan seorang perempuan yang bekerja di daerah tersebut, dan sosok ‘El Chino’ dicurigai terlibat dalam kematiannya,” terang sumber dari La Republica tersebut.

Seperti apa kriminalitas di Peru?

Dibandingkan dengan negara-negara lain di Amerika Selatan, tingkat pembunuhan di Peru sebenarnya tergolong sedang. Namun, tren yang mengkhawatirkan adalah angka tersebut terus menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Laporan dari United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada tahun 2024 menempatkan Venezuela sebagai negara dengan tingkat pembunuhan tertinggi di kawasan, melebihi 40 orang per 100.000 penduduk. Disusul oleh Brasil dengan 20-30 orang per 100.000 penduduk, dan Kolombia sekitar 20 orang per 100.000 penduduk, bergantung pada provinsinya. Peru sendiri mencatat angka enam pembunuhan per 100.000 penduduk pada tahun 2024. Meskipun demikian, berbagai organisasi pemantau hak asasi manusia menyuarakan kekhawatiran mendalam karena tingkat pembunuhan terus melonjak secara drastis.

Baca juga:

  • Jasad manusia, ratusan sepatu dan surat perpisahan – Temuan memilukan di ‘kamp pemusnah’ Meksiko
  • Pelaku penembakan capres Miguel Uribe Turbay berusia 15 tahun: Kenapa remaja bisa menjadi pembunuh bayaran di Kolombia?
  • Konflik bersenjata geng narkoba di Ekuador – Apa yang melatari penyerbuan, penyanderaan, dan kekerasan di Ekuador?

Human Rights Watch (HRW) mencatat 562 kasus pembunuhan hanya dalam rentang waktu Januari hingga Maret 2025, sebuah angka yang meningkat 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, surat kabar La Hora melaporkan 1.098 pembunuhan dari Januari hingga Juni 2025, jauh lebih tinggi dari 937 kasus pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan drastis tingkat kriminalitas ini, menurut HRW, utamanya dipicu oleh semakin menguatnya cengkeraman kelompok kejahatan terorganisir. Mereka dinilai semakin merajalela seiring dengan melemahnya independensi lembaga pengadilan dan kejaksaan di Peru. Pelemahan ini berakar pada serangkaian langkah Kongres Peru yang membatasi kemampuan jaksa untuk mengumpulkan bukti dan melakukan investigasi dari terdakwa yang bersedia bekerja sama dalam membongkar jaringan kejahatan terorganisir. Anggota legislatif juga kerap kali bertindak sewenang-wenang dalam mencopot hakim dan jaksa, yang secara signifikan menghambat proses pengusutan kasus hingga tuntas. Menanggapi lonjakan kriminalitas yang mengkhawatirkan ini, Presiden Dina Boluarte pada Maret 2025 sempat memberlakukan status darurat selama 30 hari di ibu kota Lima, yang melibatkan pengerahan tentara ke jalanan untuk menindak para pelaku kriminal.

Bagaimana tanggapan Kemlu dan DPR?

Sosok Zetro Leonardo Purba, yang baru lima bulan bertugas di KBRI Lima, Peru, sebelumnya memiliki rekam jejak yang cukup panjang di Kementerian Luar Negeri. Ia pernah berdinas di Sekretariat Ditjen Kerja Sama ASEAN dan juga menjabat sebagai bendahara serta perencana rumah tangga di Konsulat Jenderal RI di Melbourne, Australia, dari tahun 2019 hingga 2022.

Tragedi ini sontak menuai respons dari berbagai pihak di Indonesia. Menteri Luar Negeri Sugiono, dalam pernyataan yang diunggah di media sosial pada 2 September, mengabarkan telah berkomunikasi langsung dengan Menteri Luar Negeri Peru, Elmer Schialer. Dalam percakapan tersebut, Sugiono menekankan agar “Kemlu Peru dan kepolisian di sana dapat menyelidiki kasus ini hingga tuntas.” Ia juga menyampaikan bahwa kematian Zetro meninggalkan duka mendalam bagi seluruh jajaran kementeriannya, sekaligus menegaskan komitmen untuk “mengurus dan membantu menyelesaikan pendidikan bagi anak-anak almarhum.”

Dari parlemen, Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, menyuarakan agar kasus kematian Zetro ini menjadi evaluasi serius bagi Kemlu dalam menjamin keamanan para stafnya yang bertugas di luar negeri. “Ini adalah momen untuk koreksi dan pemeriksaan internal, memastikan tragedi serupa tidak terulang kembali,” tegas Dave dalam sebuah rekaman video.

Ketika BBC News Indonesia mencoba menghubungi Juru Bicara Kemlu, Vahd Nabyl Mulachela, terkait langkah antisipasi kementerian pasca-dua diplomatnya meninggal dunia dalam kondisi misterius dan dugaan kriminalitas, belum ada balasan hingga Jumat (05/09) sore. Namun, Wakil Menteri Luar Negeri, Anis Matta, sebelumnya sempat menyatakan bahwa kasus ini akan menjadi pelajaran berharga bagi kementeriannya guna meningkatkan pengamanan bagi para diplomat yang bertugas di luar negeri. “Ini pasti akan menjadi pelajaran, kasus yang akan kami pelajari untuk meningkatkan perlindungan bagi para diplomat kita di luar negeri,” kata Anis setelah rapat bersama Komisi I DPR pada Selasa, 2 September 2025.

Baca juga:

  • Perdagangan narkoba global di balik kekerasan di Ekuador
  • Bencana stadion paling mematikan di dunia yang masih menyisakan misteri
  • Pembunuhan kandidat capres Ekuador dan rezim teror geng kriminal

Daftar Isi

Ringkasan

Diplomat Indonesia, Zetro Leonardo Purba, yang bertugas di KBRI Lima, Peru, tewas ditembak orang tak dikenal pada 1 September 2025. Peristiwa ini terjadi saat Zetro sedang bersepeda dengan istrinya, tak jauh dari kediamannya. Presiden Peru telah menyampaikan duka cita dan berjanji melakukan investigasi menyeluruh. Otoritas Peru menduga penembakan ini dilakukan oleh pembunuh bayaran, sementara Kemlu Indonesia berkomitmen memperkuat perlindungan bagi stafnya di luar negeri.

Investigasi awal oleh kepolisian Peru mengarah pada dugaan keterkaitan dengan jaringan kriminal lokal, terkait dengan tindak kejahatan seperti eksploitasi seksual, pemerasan, dan pembunuhan bayaran. Kematian Zetro memicu respons dari Kemlu dan DPR, yang menekankan perlunya evaluasi dan peningkatan keamanan bagi staf diplomatik di luar negeri. Peningkatan tingkat kriminalitas di Peru, dipicu oleh menguatnya kelompok kejahatan terorganisir, menjadi perhatian utama.

Leave a Comment