Banjir dahsyat melanda sejumlah wilayah di Bali setelah hujan deras tak henti mengguyur sejak Selasa (9 September) hingga Rabu (10 September) dini hari. Bencana ini menyebabkan ketinggian banjir yang bervariasi, mencapai antara dua hingga tiga meter, bahkan menenggelamkan rumah berlantai dua di beberapa lokasi.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, Gede Agung Teja Bhusana Yadnya, mengungkapkan skala bencana ini. “Hampir ke seluruh Bali [terdampak banjir]. Ketinggian bervariasi, bahkan sampai rumah lantai dua pun ada yang terendam [dengan ketinggian] dua hingga tiga meter,” jelas Teja Bhusana kepada Kumparan.com. Dia menambahkan, Kota Denpasar menjadi area terdampak paling parah dengan 43 lokasi banjir yang tercatat, menjadikannya titik fokus utama penanganan BPBD saat ini.
Tim BPBD Bali tengah berjibaku menangani dampak banjir sekaligus mengevakuasi warga yang terjebak di kediaman mereka. “Yang paling banyak itu Denpasar. Denpasar paling tidak saat ini masih penanganan ada di 43 titik. Detailnya belum bisa kami laporkan karena masih sedang penanganan begitu,” sambung Teja. Hingga laporan ini dibuat, Gede Teja menyatakan belum ada korban jiwa yang dilaporkan akibat banjir di Pulau Dewata.
Kondisi cuaca ekstrem ini telah diantisipasi. Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar sebelumnya melaporkan bahwa hujan dengan intensitas ringan hingga lebat disertai angin kencang dan petir telah terjadi di sebagian besar wilayah Bali sejak Selasa (9 September) pagi. Curah hujan yang tinggi ini memicu sejumlah aliran sungai di Pulau Bali meluap, termasuk Tukad Badung di dekat Pasar Badung, Denpasar.
Daerah mana saja yang terdampak banjir?
Denpasar
Dengan 43 lokasi terdampak banjir, Denpasar menjadi pusat perhatian penanganan bencana. Salah satu area terparah adalah kawasan Padangsambian, Denpasar Barat, di mana banyak rumah terendam, akses jalan terputus total, dan beberapa bangunan ambruk diterjang luapan air.
Luapan air sungai Tukad Badung di Jalan Sulawesi, Denpasar, bahkan menyebabkan sebuah bangunan tiga lantai ambruk. Situasi serupa juga terjadi di Jalan Maruti, Kampung Wanasari, Denpasar Utara, di mana ketinggian air nyaris menyentuh jembatan dan rumah-rumah di pinggir sungai terendam hingga hanya atapnya yang terlihat, sebagaimana dilaporkan Detik.com.
Karangasem
Tak hanya Denpasar, Kabupaten Karangasem turut merasakan dampak cuaca ekstrem ini. Kepala Pelaksanaan (Kalaksa) BPBD Karangasem, Ida Bagus Ketut Arimbawa, melaporkan bahwa hujan deras selama dua hari terakhir memicu berbagai bencana seperti banjir, pohon tumbang, tembok roboh, dan tanah longsor di Kecamatan Rendang, Sepat, Bebandem, dan Manggis. Arimbawa menegaskan bahwa pihaknya masih fokus pada penanganan awal dan belum dapat memastikan data lengkap mengenai dampak bencana.
Jembrana
Banjir juga merendam sejumlah wilayah di Jembrana sejak Selasa (9 September) hingga Rabu (10 September) pagi. Dampak paling signifikan terlihat pada arus lalu lintas di Jalan Denpasar-Gilimanuk yang lumpuh total. Kasatlantas Polres Jembrana, Iptu Aldri Setiawan, menyatakan bahwa air merendam jalan sepanjang kurang lebih dua kilometer, membuat kendaraan dari kedua arah tidak dapat melintas. “Arus lalin dari arah Denpasar menuju Gilimanuk atau sebaliknya masih terputus. Kami masih menunggu curah hujan reda dan ketinggian banjir menurun,” ungkap Aldri kepada Detik.com pada Rabu (10 September).
Apa penyebab banjir?
Sekretaris BPBD Bali, Gede Agung Teja Bhusana Yadnya, mengidentifikasi beberapa faktor utama yang menyebabkan Bali dikepung banjir:
- Intensitas hujan yang tinggi dan berlangsung sejak Selasa (9 September).
- Saluran air dan sungai yang meluap karena tidak mampu menampung volume air hujan yang ekstrem.
- Penumpukan sampah yang menghambat aliran air.
- Dampak masifnya pembangunan infrastruktur yang mengganggu sistem drainase alami.
“Pembangunan ini masalah infrastruktur, infrastruktur jaringan saluran air itu kan harus bagus, kemudian aliran-aliran sungai itu juga terganggu kan karena dampak pembangunan,” jelasnya kepada Kumparan.com, menyoroti pentingnya perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.
Mengapa hujan deras melanda Bali?
Fenomena cuaca yang memicu hujan deras di Bali dijelaskan oleh Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar. Ketua Kelompok Kerja Operasional Meteorologi BBMKG Wilayah III, Wayan Musteana, mengungkapkan bahwa gelombang ekuatorial Rossby yang aktif di wilayah Bali dan sekitarnya menjadi pemicu utama cuaca buruk dalam dua hari terakhir. “Aktifnya gelombang ekuatorial Rossby di wilayah Bali dan sekitarnya mendukung pertumbuhan awan konvektif penyebab hujan lebat,” terang Musteana kepada kantor berita Antara pada Rabu (10 September).
Musteana menambahkan bahwa kondisi ini juga diperparah oleh nilai kelembaban udara yang tinggi, mulai dari lapisan permukaan hingga lapisan 500 milibar (mb). Gelombang ekuatorial Rossby sendiri merupakan gelombang atmosfer yang bergerak ke arah barat di sekitar garis khatulistiwa. Ketika gelombang ini aktif, ia dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan secara signifikan di wilayah yang dilaluinya.
BBMKG Wilayah III Denpasar memperkirakan bahwa kondisi cuaca ekstrem ini akan berlanjut hingga Rabu (10 September), dengan tren curah hujan yang diprediksi akan menurun pada Kamis (11 September). Pihaknya juga mengingatkan bahwa kondisi musim di Bali saat ini sedang memasuki periode transisi dari musim kemarau menuju musim hujan.
- Mengubur mimpi punya tanah di Bali – Warga ‘terjepit’ di tengah perkembangan wisata dan kebutuhan hidup
- Petani Bali pakai drone untuk bertani di sawah – ‘Lebih efisien’
- ‘Saya sudah muak’ – Banjir berulang di Bekasi-Jakarta-Tangsel bikin warga luapkan kekesalan, pemerintah dituding tidak pernah serius menanganinya