Sarkozy Dipenjara: Mantan Presiden Prancis Divonis 5 Tahun!

Photo of author

By AdminTekno

Mantan Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, telah divonis bersalah atas persekongkolan kriminal terkait pendanaan kampanye dari Libya. Namun, ia dibebaskan dari dakwaan suap dan pembiayaan pemilu secara ilegal.

Putusan penting ini dijatuhkan oleh Pengadilan Kriminal Paris pada Kamis, 26 September, menandai vonis hukuman pertama bagi Nicolas Sarkozy yang berpotensi membuatnya mendekam di penjara dalam waktu yang tidak sebentar.

Pengadilan menyatakan bahwa Sarkozy, yang saat ini berusia 70 tahun, terbukti terlibat dalam persekongkolan kriminal. Kasus ini berkaitan erat dengan dugaan penerimaan dana kampanye dalam jumlah besar dari rezim Muammar al-Gaddafi menjelang pemilihan presiden tahun 2007. Atas keterlibatannya, ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar 100 ribu euro.

Meskipun Sarkozy berencana untuk mengajukan banding, hakim dengan tegas menyatakan bahwa hukuman tersebut tidak dapat ditangguhkan. Sementara itu, jadwal pasti kapan ia harus mulai menjalani masa hukumannya akan ditentukan dalam kurun waktu satu bulan ke depan.

Kendati demikian, dalam putusan yang sama, majelis hakim juga membebaskan Sarkozy dari beberapa dakwaan serius. Ia dinyatakan tidak terbukti menerima suap, mendanai kampanye secara ilegal, maupun mendapatkan keuntungan dari penggelapan dana publik. Hakim ketua, Nathalie Gavarino, secara spesifik menyatakan, “Tidak ada bukti bahwa Sarkozy membuat kesepakatan dengan Gaddafi,” seraya menambahkan, “tidak terbukti pula bahwa dana dari Libya masuk ke kas kampanye Sarkozy.”

Tuduhan Pakta Korupsi dengan Muammar al-Gaddafi

Sebelumnya, dalam surat dakwaan, jaksa penuntut umum menuding Nicolas Sarkozy telah membentuk pakta korupsi dengan Muammar al-Gaddafi. Rezim Libya pada masa itu diduga mentransfer jutaan euro untuk memuluskan kampanye Sarkozy. Sebagai balasan, Gaddafi, yang kala itu terasing dari panggung internasional, kembali mendapat pengakuan dan kehormatan melalui upaya diplomasi Prancis.

Keterangan salah satu saksi kunci mengungkapkan bahwa pada akhir tahun 2006 atau awal 2007, ia mengantarkan sebuah koper berisi 5 juta euro yang telah disiapkan di Libya langsung ke Kementerian Dalam Negeri Prancis, instansi yang kala itu berada di bawah kepemimpinan Nicolas Sarkozy. Diduga kuat, orang-orang terdekat Sarkozy bertindak sebagai perantara dalam transaksi gelap ini.

Dari total 13 individu yang diadili dalam perkara ini, dua di antaranya merupakan mantan menteri di kabinet Sarkozy. Claude Guéant, mantan Menteri Dalam Negeri yang dikenal luas sebagai tangan kanan Sarkozy, dijatuhi vonis enam tahun penjara karena terbukti menerima suap. Sementara itu, Brice Hortefeux menerima hukuman dua tahun penjara yang memungkinkan untuk dijalani dengan pengawasan gelang elektronik.

Kasus ini tak pelak memiliki dimensi politis yang sangat kompleks. Menariknya, setelah Nicolas Sarkozy resmi menjabat sebagai presiden pada Mei 2007, ia menerima Muammar al-Gaddafi dengan penghormatan militer penuh di Istana Élysée pada Desember tahun yang sama, sebuah gestur yang menuai banyak pertanyaan.

Lebih lanjut, jaksa menengarai bahwa Prancis diduga berupaya mencabut surat penangkapan terhadap ipar Gaddafi, Abdallah Senoussi. Senoussi sendiri pada tahun 1999 telah dijatuhi hukuman penjara secara in absentia oleh pengadilan Paris atas keterlibatannya dalam serangan teror yang merenggut nyawa 170 orang. Selain itu, jaksa juga mengindikasikan bahwa hubungan diplomatik tersebut berlanjut pada kerja sama ekonomi yang signifikan.

Investigasi Belasan Tahun dan Gugatan Berlapis

Penyelidikan mendalam terhadap kasus ini telah bergulir selama lebih dari satu dekade. Titik pangkalnya adalah klaim dari keluarga Gaddafi yang menyatakan telah membiayai kampanye Nicolas Sarkozy. Tuduhan ini berulang kali dengan tegas dibantah oleh sang mantan presiden. Dalam salah satu persidangan, Sarkozy berseru, “Ini semua fitnah,” seraya bersikeras tidak bersalah dan menyebut dakwaan terhadapnya sebagai “lemah dan tanpa dasar.”

Terlibatnya Sarkozy dalam persoalan hukum bukanlah kali pertama. Ia tercatat telah dua kali divonis bersalah dalam kasus-kasus terpisah sebelumnya. Pada awal tahun ini, misalnya, ia dijatuhi hukuman satu tahun penjara rumah yang dijalani dengan pengawasan gelang elektronik atas dakwaan suap dan penyalahgunaan pengaruh. Kendati demikian, pelaksanaan hukuman tersebut ditangguhkan mengingat usianya.

Dalam kasus lain yang terpisah, pada Februari 2024, pengadilan banding memvonis Nicolas Sarkozy dengan hukuman satu tahun penjara, di mana enam bulan di antaranya ditangguhkan. Vonis ini dijatuhkan atas penggunaan dana kampanye yang berlebihan saat ia berupaya kembali terpilih dalam pemilihan presiden tahun 2012. Seperti vonis sebelumnya, Sarkozy juga telah mengajukan banding terhadap putusan ini.

Dari Tahta Kepresidenan ke Kursi Pidana

Periode kepemimpinan Nicolas Sarkozy dari tahun 2007 hingga 2012 dikenal sebagai masa yang penuh gejolak dan kontroversi. Ia kerap menuai kritik atas kedekatannya dengan kalangan taipan kaya, dugaan praktik nepotisme, serta gaya hidup para menterinya yang dinilai terlampau mewah.

Tokoh konservatif ini akhirnya harus menyerahkan kursi kepresidenan kepada kandidat Partai Sosialis, François Hollande, dalam Pemilihan Presiden 2012. Lima tahun berselang, ia kembali gagal meraih peluang kembali ke Élysée setelah tersingkir pada putaran awal pemilihan internal partainya.

Meskipun demikian, di kalangan konservatif sayap kanan Prancis, Sarkozy tetap dipandang sebagai tokoh penting dan berpengaruh. Ia masih aktif memberikan komentar politik serta pandangannya, kendati namanya terus terjerat dalam berbagai kasus hukum.

Kini, putusan Pengadilan Kriminal Paris kembali menempatkan namanya di pusat perhatian publik. Sarkozy telah menyatakan akan mengajukan banding, seraya menyampaikan pembelaan emosional. “Pengadilan ini memalukan,” ujarnya. “Saya akan masuk penjara dengan kepala tegak. Namun, saya tidak akan meminta maaf. Saya akan membela diri hingga napas terakhir.”

Memahami “Persekongkolan Kriminal”

Dalam konteks hukum pidana Prancis, istilah association de malfaiteurs, yang diterjemahkan sebagai “persekongkolan kriminal”, merujuk pada pembentukan kelompok atau kesepakatan yang bertujuan untuk mempersiapkan setidaknya satu tindakan kejahatan. Dalam perkara yang melibatkan Sarkozy ini, hakim menyimpulkan bahwa ia bersalah karena telah memerintahkan orang-orang dekatnya serta para pendukung politiknya yang memiliki posisi berpengaruh untuk meminta dana dari otoritas Libya guna membiayai kampanyenya pada tahun 2007.

“Tindakan ini adalah pelanggaran yang sangat serius dan luar biasa,” ujar hakim ketua Gavarino, “dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara.”

Sebelumnya, jaksa menuntut Nicolas Sarkozy dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda sebesar 300 ribu euro. Meskipun vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan awal, bagi Sarkozy, putusan ini tetap menjadi noda hukum yang signifikan, menambah daftar panjang kasus-kasus hukum yang terus membayangi warisan politiknya yang kompleks.

Editor: Yuniman Farid

Kontributor: Rizki Nugraha (DW dari AFP, dpa, AP)

Daftar Isi

Ringkasan

Mantan Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, divonis bersalah atas persekongkolan kriminal terkait pendanaan kampanye dari Libya dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara serta denda 100 ribu euro. Putusan ini menandai vonis pertama yang berpotensi membuatnya mendekam di penjara, meskipun ia berencana mengajukan banding. Jadwal pasti dimulainya masa hukuman akan ditentukan dalam satu bulan.

Meskipun dinyatakan bersalah atas persekongkolan kriminal, Sarkozy dibebaskan dari dakwaan suap, pembiayaan kampanye ilegal, dan penggelapan dana publik. Pengadilan menyatakan tidak ada bukti kesepakatan dengan Gaddafi maupun aliran dana dari Libya ke kampanye Sarkozy. Kasus ini melibatkan dugaan transfer jutaan euro dari rezim Gaddafi untuk kampanye Sarkozy pada tahun 2007.

Leave a Comment