Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini mempertegas bahwa tidak ada kebijakan yang mewajibkan masyarakat untuk menyumbangkan uang seribu rupiah dalam gerakan Sapoe Sarebu atau Sehari Seribu. Ia menjelaskan bahwa inisiatif ini murni merupakan ajakan serta imbauan kepada seluruh jajaran pemerintahan dan elemen masyarakat untuk membangun solidaritas sosial yang kuat. Penegasan ini disampaikan oleh Dedi Mulyadi dalam unggahan media sosialnya sebagai respons terhadap video kritik dari seorang warga.
“Tidak ada kebijakan Gubernur yang memerintahkan pengumpulan uang dari mulai anak sekolah, guru, ASN seribu rupiah. Kebijakan itu tidak ada,” tegas Dedi. Ia melanjutkan, yang ada hanyalah ajakan dan imbauan dari Gubernur kepada seluruh lapisan pemerintahan, mulai dari RT, RW, Kepala Desa, Kepala Kelurahan, Camat, Bupati, hingga Wali Kota, agar bersama-sama memperkuat solidaritas sosial.
Dedi, yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM), mengungkapkan bahwa banyak warga telah menerima bantuan biaya rumah sakit secara gratis, namun masih kesulitan untuk menanggung biaya transportasi selama perawatan. Menurutnya, persoalan mendesak semacam ini harus dapat diselesaikan di tingkat lingkungan masing-masing.
“Nah, masalah itu, harus diselesaikan di tingkat lingkungannya masing-masing. Di tingkat RT, cari bendahara atau orang yang bisa dipercaya. Kemudian, setiap hari orang menyimpan uang seribu rupiah di kotak di depan rumahnya,” jelas Dedi. Ia juga mengumpamakan sistem ini dengan praktik tradisional “beas jempitan”, di mana beras dikumpulkan sedikit demi sedikit. Dana yang terkumpul ini nantinya dapat digunakan untuk membantu warga yang sakit dan membutuhkan biaya perjalanan ke rumah sakit.
Untuk menjamin akuntabilitas, Dedi menekankan bahwa pengumpulan dana ini harus dilaporkan kepada seluruh penyumbang setiap bulan. Pelaporan dapat dilakukan dengan mudah melalui grup WhatsApp yang kini banyak tersedia di tingkat RT/RW.
Lebih lanjut, Dedi juga menyoroti peran para Bupati dalam mengkoordinir Aparatur Sipil Negara (ASN) di wilayahnya. Setiap rumah dinas diharapkan membuka posko pengaduan masyarakat, sehingga mereka dapat melayani kebutuhan mendesak seperti membantu anak-anak yang tidak memiliki sepatu untuk ke sekolah.
Dedi secara tegas menyatakan bahwa ia tidak akan mengambil atau mengelola dana yang dihimpun melalui gerakan ini. Ia hanya bertanggung jawab mengelola dana operasionalnya sendiri yang selama ini digunakan untuk layanan masyarakat di seluruh Provinsi Jawa Barat. Dana masyarakat yang terkumpul akan dikelola oleh bendahara yang ditunjuk oleh sekretaris daerah.
Ada pula inisiatif lain bernama Balai Pananggeuhan, yang dananya dikumpulkan dari para ASN untuk memberikan sumbangsih dan menolong sesama masyarakat. Dedi menegaskan bahwa dana ini tidak memiliki kaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Balai Pananggeuhan sendiri adalah layanan pengaduan satu pintu yang dikelola oleh Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bertujuan sebagai pusat pelayanan dan pengaduan bagi masyarakat Jawa Barat.
Menurut Dedi, kegiatan solidaritas sosial semacam ini bukanlah hal baru. Beberapa daerah di Jawa Barat telah berhasil melaksanakannya. “Dan bagi mereka yang sudah melaksanakan, tinggal dioptimalkan layanannya. Bagi yang belum melaksanakan, silakan dicontoh daerah-daerah yang sudah berhasil,” ujarnya.
Ia kembali menegaskan, “Bukan kewajiban, hanya ajakan. Mari kita tolong sesama kita.” Dedi menambahkan bahwa donasi yang diberikan hari ini bisa menjadi investasi sosial untuk masa depan. “Barangkali hari ini kita memberikan sumbangsih pada orang, bisa jadi suatu saat kita yang mengalami kesulitan, dan akhirnya ada tempat, ada pananggeuhan, ada tempat mengadu, di mana kita bisa meminta pertolongan,” pungkasnya.
Gerakan Sapoe Seribu
Sebelumnya, Dedi Mulyadi memang telah mengeluarkan surat edaran yang mendorong ASN, siswa sekolah, hingga masyarakat umum untuk berdonasi sebesar Rp1.000 per hari. Dikutip dari Antara, Surat Edaran dengan nomor 149/PMD.03.04/KESRA ini secara spesifik membahas tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (poe ibu) atau gerakan bersama-sama sehari seribu. Edaran ini ditujukan kepada para bupati dan wali kota se-Jawa Barat, kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari tingkat provinsi hingga kota dan kabupaten, serta seluruh Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat.
Dalam edaran yang dibuat tertanggal 1 Oktober 2025 tersebut, Dedi merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Peraturan ini menekankan pentingnya peran masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan melalui nilai-nilai luhur budaya bangsa, kesetiakawanan sosial, dan kearifan lokal.
ASN hingga Warga
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menginisiasi program partisipatif ini yang berlandaskan pada semangat gotong royong serta kearifan lokal “silih asah, silih asih, dan silih asuh”. Gerakan ini menjadi wadah donasi publik yang resmi untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang bersifat darurat dan mendesak dalam skala terbatas, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
“Melalui gerakan rereongan poe ibu ini, kami mengimbau dan mengajak tiap individu ASN, siswa sekolah, dan warga masyarakat untuk menyisihkan Rp1.000 per hari sebagai bentuk kesetiakawanan sosial dan kesukarelawanan sosial,” tulis Dedi dalam edaran tersebut. Prinsip dasar pelaksanaan gerakan ini adalah “dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat” melalui kontribusi sederhana namun bermakna, dengan konsep “rereongan” menuju terwujudnya visi Jawa Barat istimewa. Ruang lingkup gerakan mencakup lingkungan Pemprov Jabar, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, instansi pemerintah lainnya dan swasta, lingkungan sekolah dasar dan menengah, serta lingkungan RT dan RW.
Dikumpulkan di Rekening Khusus
Dana Gerakan Rereongan Poe Ibu dikumpulkan melalui rekening khusus yang dibuat oleh masing-masing instansi/sekolah/lingkungan masyarakat melalui Bank BJB, dengan ketentuan nama rekening: #Rereongan Poe Ibu #nama instansi/sekolah/unsur masyarakat. Pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, dan pelaporan penggunaan dana hasil gerakan ini dilakukan oleh Pengelola Setempat. Pengelola Setempat bertanggung jawab penuh atas seluruh tahapan pelaksanaan gerakan ini.
Penggunaan Dana
“Dana hasil gerakan rereongan dimaksud disalurkan untuk keperluan bidang pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan yang sifatnya darurat dan mendesak dalam skala terbatas,” tulis Dedi. Pelaporan disampaikan kepada publik melalui aplikasi Sapawarga/Portal Layanan Publik yang disiapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, serta dapat memanfaatkan akun media sosial masing-masing dengan dilengkapi tagar: #RereonganPoeIbu #nama instansi/sekolah/unsur masyarakat.
Monitoring
Untuk monitoring Gerakan Rereongan Poe Ibu, bagi perangkat daerah, pelaksanaannya diawasi oleh masing-masing Kepala Perangkat Daerah di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, dengan koordinasi keseluruhan oleh instansi yang membidangi kepegawaian. Bagi instansi pemerintah lainnya dan swasta, dilaksanakan oleh pimpinan masing-masing. Di lingkungan sekolah, dilaksanakan oleh Kepala Sekolah, dengan koordinasi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk lingkungan masyarakat atau RT/RW, dilaksanakan oleh Kepala Desa/Lurah, dengan koordinasi keseluruhan oleh Camat.
Dalam edaran tersebut, Dedi Mulyadi juga mengimbau para bupati dan wali kota untuk mensosialisasikan dan memfasilitasi pelaksanaan Gerakan Rereongan Poe Ibu kepada ASN, non-ASN, pegawai instansi lainnya dan swasta, siswa sekolah, serta masyarakat luas di wilayahnya masing-masing. Mereka juga diharapkan mengawasi pelaksanaan gerakan mulai dari pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, pencatatan, sampai dengan pelaporan dana agar berjalan lancar, transparan, dan akuntabel. Imbauan serupa juga ditujukan kepada Kepala Perangkat Daerah dan Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, agar mendorong sosialisasi dan fasilitasi gerakan ini di lingkungannya masing-masing.
Ringkasan
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa program “Sapoe Sarebu” (Sehari Seribu) adalah ajakan solidaritas sosial, bukan kewajiban. Inisiatif ini mendorong masyarakat dan ASN untuk menyumbang seribu rupiah per hari guna membantu warga yang membutuhkan, khususnya dalam biaya transportasi ke rumah sakit atau keperluan mendesak lainnya.
Dana yang terkumpul dikelola secara lokal di tingkat RT/RW dengan bendahara yang ditunjuk, dilaporkan secara transparan kepada para penyumbang, dan diprioritaskan untuk bantuan darurat di bidang pendidikan dan kesehatan. Gubernur tidak mengelola dana ini, melainkan menyerahkannya kepada bendahara yang ditunjuk oleh sekretaris daerah dan menekankan akuntabilitas serta transparansi dalam pengelolaan dana tersebut.