Pemindahan Ammar Zoni ke Nusakambangan menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus peredaran narkoba dari dalam rutan telah mengejutkan banyak pihak, termasuk pengacaranya, Jon Mathias. Jon Mathias secara terbuka menyatakan kebingungannya atas keputusan yang terkesan terburu-buru ini.
Jon Mathias mengungkapkan rasa kecewanya terhadap pihak-pihak terkait yang langsung memindahkan kliennya ke pulau penjara tersebut. Menurutnya, Ammar Zoni seharusnya menjalani proses persidangan terlebih dahulu terkait tuduhan peredaran narkoba yang dialamatkan kepadanya. “Ammar ini kan dipindahkan dengan alasan perbuatan yang terjadi pada 25 Januari 2025,” kata Jon, seraya menekankan, “Nah yang perlu dipahami baik itu Kementerian Imipas, baik itu Kejaksaan, baik juga penyidik kepolisian, asas hukum kita kan asas praduga tak bersalah. Nah, harusnya perkara ini ya disidangkan dulu, benar enggak Ammar ini sesuai dengan dugaan itu.”
Jon Mathias melanjutkan, jika Ammar Zoni memang terbukti bersalah dan keputusan pengadilan telah inkrah, barulah pemindahan ke Nusakambangan dianggap sah dan sesuai wewenang. “Kalau sudah diputus nanti apakah Ammar ini, ya, berarti kan sudah mencoreng namanya Lapas. Kalau ada mungkin kebijakan dari Kementerian Imipas untuk memindahkan dia ke Nusakambangan, itu sah-sah saja, memang sesuai dengan hak dan wewenangnya Kementerian Imipas,” tambahnya. Namun, ia kembali menegaskan bahwa langkah saat ini prematur tanpa adanya putusan hukum.
Lebih lanjut, Jon Mathias juga menyoroti minimnya informasi rinci mengenai kronologi kejadian di dalam rutan yang berujung pada dugaan peredaran narkoba oleh Ammar Zoni bersama kelima tersangka lainnya. Ketiadaan penjelasan komprehensif ini justru menimbulkan pertanyaan besar di benak tim kuasa hukum. Hal inilah yang memperkuat kekecewaan pihaknya, mengapa Ammar Zoni terkesan begitu cepat dipindahkan setelah kasusnya dinyatakan P21, tanpa menunggu proses sidang.
Padahal, Jon Mathias menjelaskan, status P21 tahap dua mengisyaratkan bahwa berkas perkara sudah lengkap dan wajib dilimpahkan oleh Kejaksaan ke Pengadilan dalam waktu 14 hari. Selanjutnya, Pengadilan juga memiliki kewajiban untuk segera menyidangkan kasus tersebut dalam kurun waktu 14 hari berikutnya. “Ini kan baru dugaan sementara dari penyidik dan yang akan disusun dakwaannya oleh jaksa penuntut umum. Nah, ini yang kita sesalkan,” beber Jon, menyoroti bahwa langkah pemindahan ini seolah mengabaikan tahapan hukum yang seharusnya berlaku.
Pengacara Ammar Zoni itu juga mengungkapkan fakta lain yang tak kalah penting: sejak awal, Ammar telah mengajukan permintaan untuk didampingi pengacara saat menjalani pemeriksaan di Polsek Cempaka Putih. Namun, menurut Jon, permintaan pendampingan hukum tersebut tidak mendapatkan izin dari pihak berwenang kala itu. Kondisi ini menambah daftar panjang kejanggalan dalam penanganan kasus kliennya.
Lantas, apa sebenarnya yang diharapkan Ammar Zoni? Jon Mathias menyampaikan bahwa kliennya sangat berkeinginan untuk segera disidang. “Ammar kepingin sidang, dia mau buka-bukaan semua dalam kronologis yang dikirim ke kita,” ujarnya. Namun, Jon khawatir dengan adanya pemindahan ke Nusakambangan ini, muncul kesan di masyarakat seolah-olah Ammar akan dibungkam atau diasingkan. “Dibungkam nanti diasingkan supaya dia tidak bisa berbicara kebenaran di pengadilan,” pungkas Jon, seraya mempertanyakan, “Apakah rasa ketakutan ini yang yang yang membuat Kementerian Imipis secepat-cepatnya memindahkan Ammar ke Nusakambangan?” Pertanyaan ini menggantungkan spekulasi mengenai motif di balik keputusan cepat tersebut, seolah ada upaya untuk menghalangi Ammar Zoni menyampaikan kebenarannya di hadapan hukum.
Ringkasan
Ammar Zoni dipindahkan ke Nusakambangan terkait dugaan kasus narkoba, membuat pengacaranya, Jon Mathias, kecewa. Jon Mathias mempertanyakan keputusan pemindahan yang terkesan terburu-buru, mengingat Ammar Zoni belum menjalani proses persidangan dan masih menganut asas praduga tak bersalah.
Jon Mathias khawatir pemindahan ini akan menghalangi Ammar Zoni untuk membuka fakta sebenarnya di persidangan. Ia juga menyoroti kurangnya informasi detail terkait kronologi kejadian di rutan dan penolakan permintaan pendampingan pengacara saat pemeriksaan awal. Ia juga menyoroti pemindahan yang dilakukan setelah status P21, seolah mengabaikan tahapan hukum yang seharusnya berlaku.