Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menyampaikan apresiasinya kepada Kejaksaan Agung atas kerja keras dalam mengembalikan uang hasil sitaan kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) senilai Rp 13,2 triliun ke negara. Ia menyebut, uang sebesar itu dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas publik seperti sekolah dan kampung nelayan.
“Saudara-saudara, saya ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua jajaran, terutama Kejaksaan Agung yang telah dengan gigih bekerja keras untuk bertindak melawan korupsi, manipulasi, penyelewengan. Saudara-saudara, 13 triliun ini kita bisa memperbaiki, renovasi 8.000 sekolah lebih, 8.000 lebih sekolah,” kata Prabowo saat menyaksikan langsung penyerahan uang sitaan tersebut di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (20/10).
Prabowo menuturkan, nilai uang hasil sitaan itu menggambarkan betapa besar potensi pembangunan yang bisa dilakukan apabila kekayaan negara tidak dikorupsi. Ia mencontohkan, dengan dana sebesar Rp 13 triliun, pemerintah juga bisa mempercepat pembangunan kampung nelayan modern di seluruh Indonesia.
“Kalau satu kampung nelayan kita anggarkan Rp 22 miliar, kampung untuk nelayan dengan fasilitas yang selama 80 tahun Republik Indonesia berdiri tidak pernah diperhatikan dan tidak pernah diurus,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, setiap kampung nelayan dapat menampung ribuan kepala keluarga dan meningkatkan taraf hidup jutaan rakyat Indonesia.
“Satu kampung nelayan tuh kepala keluarganya 2.000. Jadi kalau dengan istri dan anak tiga itu 5.000 per desa. Kalau kali 1.000 itu 5 juta, 5 juta orang Indonesia bisa hidup layak. Itu kalau 1.000, kalau 600 berarti 5 juta rakyat Indonesia. Ini saya ibaratkan arti daripada uang yang nyaris hilang,” ujarnya.
Prabowo menilai, kasus dugaan korupsi ekspor CPO mencerminkan bentuk penyimpangan serius yang merugikan bangsa. Ia menegaskan bahwa sumber daya alam Indonesia seharusnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“an ini baru satu sektor, kelapa sawit, dan satu bentuk penyimpangan yaitu tidak diutamakan atau tidak dipatuhi kewajiban untuk menyediakan kebutuhan bangsa dan negara, padahal ini adalah bumi dan air milik bangsa Indonesia. Hasilnya diambil, dikeruk, dibawa ke luar negeri, rakyat dibiarkan kesulitan minyak goreng untuk berminggu-minggu,” tandas dia.