‘Warga menjaga guru seperti darah daging mereka’ – Siapa sebenarnya yang membunuh guru Melani Wamea di Yahukimo?

Photo of author

By AdminTekno

Pembunuhan terhadap Melani Wamea, seorang guru di Sekolah John Wilson, Distrik Holuwon, Yahukimo, Papua Pegunungan, mengejutkan warga setempat. Warga Holuwon punya alasan ganda: hubungan mereka dengan para guru “terjalin erat” dan distrik itu tak pernah dilanda konflik bersenjata seperti wilayah lain di Papua.

Dua pekan nyaris berlalu sejak Melani kehilangan nyawa pada 10 Oktober lalu, tapi hingga kini belum ada terduga pelaku yang ditangkap kepolisian.

Selang beberapa jam setelah pembunuhan terjadi, berbagai media massa nasional mengutip pernyataan kepolisian yang menuding Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB) sebagai pelaku.

Namun juru bicara milisi pro-kemerdekaan Papua, Sebby Sambom, membantahnya. “Kejadian itu bukan di lokasi perang yang kami tentukan,” ucapnya.

Pada 13 Oktober, rombongan yang terdiri dari pimpinan Gereja Injili di Indonesia (GIDI), pejabat distrik, dan tetua adat setempat terbang dari Dekai, ibu kota Yahukimo, menuju Holuwon.

Kedatangan mereka tertunda tiga hari karena beberapa maskapai penerbangan perintis enggan mendarat ke Holuwon usai pembunuhan Melani.

Rombongan tersebut datang dengan niat mendedah pembunuhan Melani. Dalam rombongan lain, sejumlah penyidik dari Polres Yahukimo juga datang untuk melakukan olah tempat kejadian perkara.

Dari penelusuran sekaligus wawancara yang mereka lakukan terhadap warga dan saksi mata, kepolisian menyimpulkan hal yang berlawanan dengan apa yang di beritakan media massa sebelumnya.

“Ini murni kriminal,” kata Kepala Polres Yahukimo, AKBP Zet Saalino.

“Ini berbeda dengan kasus-kasus yang dilakukan saudara-saudara kita yang sedang berjuang di hutan,” ujarnya. “Saudara” yang dia maksud adalah TPNPB.

Dalam sejumlah pertemuan antara warga Holuwon, pengurus gereja, pejabat distrik mencuat satu individu yang diduga membunuh Melani.

BBC News Indonesia mendapatkan nama orang tersebut, tapi memutuskan untuk hanya menyebut inisialnya karena belum dapat secara mandiri memverifikasi tuduhan itu kepadanya.

Sosok yang dituduh sebagai pelaku itu adalah BB, seorang laki-laki asal distrik dekat Holuwon. Hingga berita ini diterbitkan, kepolisian belum menangkapnya.

Pembunuhan Melani serta cara kepolisian menangani kasus ini dikritik Direktur Aliansi Demokrasi untuk Papua, Latifah Anum Siregar. Dia berkata, kasus ini memperlihatkan kegagalan aparat memberikan perlindungan bagi warga sipil di Papua.

Anum menuding kepolisian tidak menginvestigasi perkara secara menyeluruh, tapi justru mencuatkan narasi untuk menyalahkan TPNPB yang terlibat konflik bersenjata dengan aparat Indonesia selama lima dekade terakhir.

Satu-satunya cara memberikan perlindungan bagi warga sipil di Papua, menurut Anum, adalah dengan menghentikan konflik bersenjata.

“Pendekatan keamanan tidak menyelesaikan masalah,” kata Anum. “Konflik yang terjadi antara TPNPB dan TNI/Polri sudah sangat menakutkan buat masyarakat,” ucapnya.

Setelah kematian Melani, konflik bersenjata di Papua terus bereskalasi.

Pertempuran antara TNI/Polri dan TPNPB dalam sepekan terakhir terjadi di Yahukimo, Teluk Bintuni, Pegunungan Bintang, dan Intan Jaya.

Korban tewas dari kedua pihak bermunculan. Insiden yang menimbulkan korban terbanyak terjadi di Kampung Soanggama, Intan Jaya. TNI bilang telah menewaskan 14 milisi TPNPB di kampung itu.

Namun TPNPB menyebut korban tewas dalam operasi militer berjumlah 15 orang—hanya tiga di antara mereka berstatus kombatan.

‘Kami menjaga mereka seperti telur’

Sekolah John Wilson dibuka pada September 2023 oleh Yayasan Pendidikan Pelita Harapan dan dikelola oleh jaringan Sekolah Lentera Harapan yang memiliki 12 sekolah di seluruh Tanah Papua.

Walau berada di wilayah pegunungan yang hanya dapat diakses pesawat perintis, Sekolah John Wilson bukan yang pertama kali memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak Holuwon.

Terdapat empat sekolah dasar dan satu SMP di distrik itu, merujuk data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Budi Bahabol adalah warga asli Holuwon yang termasuk pertama kali mengenyam pendidikan di kampungnya. Kini dia menjadi penginjil di GIDI.

Budi bercerita bagaimana orang tuanya bersama warga Holuwon yang lain sejak awal menerima dengan hangat kedatangan para guru.

“Guru-guru datang dari Paniai, Genyem, ada juga dari Suku Lani dan Suku Yali. Dari dulu kami menjaga mereka dengan baik,” kata Budi.

“Saya muridnya Bapak Otniel dari Genyem, Sentani. Saya murid pertama. Di hutan ini, dari Holuwon sampai ke Dekai, dengan guru-guru kami jalan bebas tanpa gangguan apapun.

“Warga dan jemaat mendukung. Kami sungguh-sungguh jaga guru. Tidak main-main,” ujar Budi.

Saat menceritakan ini, mata Budi berkaca-kaca. Nada bicaranya bergetar.

“Sampai hari ini, guru-guru ini telah menjadi darah daging kami—keluarga kami. Kami jaga,” tuturnya.

Saat Budi dan rombongannya datang dari Dekai, 13 Oktober lalu, permukiman di pusat Holuwon kosong. Masyarakat, terutama para perempuan, mengungsi ke hutan, goa, dan kampung lain.

Begitu pesawat milik maskapai Adventist Aviation Indonesia yang membawa rombongan Budi mendarat, para lelaki dewasa meyakinkan para pengungsi pulang.

Satu per satu mereka lantas turun ke landasan pesawat. Para perempuan tampak menggendong noken berisi harta benda keluarga mereka. Mereka berjalan tanpa alas kaki. Isak tangis terdengar dari mulut mereka.

“Mama-mama menjaga guru. Kalau mereka tidak punya sayur atau ubi, mama-mama ke kebun bawa sayur untuk guru-guru,” kata seorang perempuan paruh baya.

Perempuan tersebut bertutur dalam bahasa ibunya. Seorang pemuda lokal menerjemahkan perkataannya untuk BBC News Indonesia.

“Apa yang masyarakat makan, ada bagian untuk guru juga,” ujar perempuan itu.

“Kami merasa ini adalah pekerjaan misionaris untuk masyarakat Holuwon sehingga mama-mama berpikir jangan sampai guru berkekurangan,” ucapnya.

Empat perempuan menyebut bagaimana hubungan antara para guru dan warga berlangsung timbal balik. Sosok Melani Wamea yang berasal dari Biak begitu membekas di ingatan mereka.

“Setelah mengajar, sorenya dia ke rumah kami, berdoa untuk kami, memberi dorongan,” ujar salah satu perempuan.

“Saat mama-mama ke kebun, ibu guru kasih mandi anak-anak, sikat gigi, kasih mereka makan di sekolah.

“Buku, pensil warna, dan pakaian juga ibu guru bawa untuk anak-anak. Tas juga ibu guru yang siapkan. Ibu guru dari tempat yang jauh, dari wilayah pantai, tapi dia sudah menjadi warga Holuwon,” kata perempuan itu.

Sebelum pembunuhan Melani, kata Kepala Distrik Holuwon, Natan Esanggoet, kasus kekerasan terhadap guru tak pernah terjadi di wilayah tersebut. Natan berkata, seluruh warga kaget dan berduka.

“Kami jaga guru seperti telur,” ujarnya.

Kronologi pembunuhan

Merujuk data dan wawancara yang dikumpulkan tim gereja dan pemerintah distrik, Melani tewas di sebuah perbukitan yang berjarak 2,5 kilometer dari pusat Holuwon.

Sekitar pukul 08.00 WIT, para guru Sekolah John Wilson—seluruhnya berdarah Papua—mengumpulkan para murid dari yang jenjang TK hingga kelas 5 SD.

Mereka sempat beribadah singkat sebelum beranjak dari sekolah menuju sebuah bukit pada pukul 09.00 WIT. Di bukit itu, mereka hendak melakukan penanaman bibit pohon.

Rombongan guru dan murid dibagi menjadi tiga—dengan total empat orang dewasa. Dalam rombongan Melani terdapat satu guru lain dan beberapa murid berumur 4-6 tahun.

“Setelah tiba di Kali Bim, ada jalur pendakian. Tiba-tiba ada seseorang muncul dari semak duri mengadang,” kata seorang saksi.

“Pelaku mengayunkan alat tajam dan terkena Melani. Dia sempat berupaya menyelamatkan diri tapi tidak bisa,” tuturnya.

Dalam serangan itu, Melani mendapat luka bacokan di kepala dan tangan serta tusukan di bagian perut.

Para murid dan satu guru di rombongan Melani melihat pelaku. Mereka disebut ketakutan luar biasa—ada yang merayap ke tanah dan ada pula yang buang air kecil di celana.

Setelah pelaku melarikan diri, mereka berteriak meminta pertolongan. Sekitar pukul 10.30, tubuh Melani dibopong menuju pusat distrik.

Pengurus sekolah mengajukan penerbangan darurat untuk mengevakuasi Melani. Pesawat itu terbang dari Wamena menuju Holowun, lantas ke Sentani, Jayapura.

Selain satu orang dewasa di rombongan Melani, seluruh anggota dalam kelompok itu adalah anak, bahkan balita.

Dalam ketentuan hukum acara pidana, kesaksian anak hanya dapat menjadi petunjuk. Derajat kesaksian mereka tak sama dengan kesaksian orang dewasa.

Apa dampak kasus ini untuk warga Holuwon?

Budi Bahabol berkata, warga Holowun mengalami kedukaan hebat. Lebih dari itu, mereka merasa bertanggung jawab atas kematian Melani.

Warga Holuown mempersiapkan seremoni adat yang memungkinkan keluarga Melani mendapat kelegaan, sekaligus menjatuhkan denda bagi warga dari wilayah asal pelaku.

Selain duka, warga Holuwon juga cemas distrik mereka bakal kehilangan akses terhadap dunia luar usai kasus pembunuhan Melani.

Kekhawatiran itu, menurut Budi, dipicu salah satunya oleh penghentian layanan pesawat perintis selama sejak 10-12 Oktober lalu.

Narasi bahwa pembunuhan Melani dilakukan milisi pro-kemerdekaan disebut Budi mendasari kebijakan maskapai penerbangan itu.

Dalam kasus sebelumnya, penutupan jalur pesawat terjadi untuk Distrik Paro, Nduga, usai penyanderaan pilot Philip Mehrtens pada Februari 2023 dan di Distrik Alama, Mimika, akibat pembunuhan pilot Glen Malcom Conning, Agustus 2024.

“Ancaman untuk guru, sekolah, dari pihak TPNPB dan pihak lain tidak ada. Di sini aman karena komitmen kami menjaga guru dan sekolah,” kata Budi. Dia berulang kali menekankan hal itu. Tujuannya, kata Budi, agar Holuwon “kembali normal”.

Bupati Yahukimo, Didimus Yahuli, saat ditemui 13 Oktober lalu, bilang telah menerbitkan rekomendasi agar maskapai penerbangan perintis dapat kembali mendarat ke Holuwon. “Kami telah hitung untung dan ruginya,” kata Didimus.

Jika maskapai tetap tak menerbangkan armada ke Holuwon, Didimus mengancam akan membekukan izin terbang mereka. “Cari makan di tempat lain,” tuturnya.

Warga Yahukimo adalah kelompok warga paling miskin ekstrem di Indonesia, merujuk berbagai data pemerintah selama bertahun-tahun. Budi Bahabol berharap sekolah John Wilson tidak tutup usai kematian Melani.

“Masyarakat senang sekali dengan perkembangan, mereka berharap anak-anaknya bisa seperti orang di daerah lain yang sudah berpendidikan baik,” ujarnya.

Liputan ini diproduksi secara kolaboratif antara jurnalis BBC News Indonesia, Abraham Utama, di Jakarta dan wartawan di Yahukimo, Piter Lokon.

  • Kesaksian guru yang selamat dari serangan TPNPB OPM di Yahukimo, Papua – ‘Mereka rencana jahat untuk kasih mati, tapi Tuhan tolong kami’
  • Pemuda asli Papua tewas diduga akibat dianiaya polisi – ‘Nyawa kami seakan mudah sekali dibunuh’
  • Pendulang emas berulang kali tewas di tengah konflik bersenjata Papua, siapa mereka dan mengapa ada di tengah hutan?
  • Kisah perempuan adat Yenbuba merestorasi terumbu karang Raja Ampat yang rusak akibat insiden Caledonian Sky tujuh tahun lalu
  • ‘Kalau dilatih tapi fasilitasnya tak ada, percuma juga’ – Apakah tepat rencana pemerintah melatih dokter umum melakukan operasi caesar?
  • ‘Banyak pasien datang untuk sembuh, tapi justru meninggal dunia’ – Dugaan malpraktik dan lambatnya pelayanan rumah sakit di Papua
  • Kondisi warga Puncak, Papua, ‘semakin buruk’ akibat konflik bersenjata – Ribuan mengungsi, beberapa tewas karena sakit dan diduga ditembak
  • Laki-laki asli Papua di Nduga tewas dengan tubuh terpotong – Bagaimana kasusnya?
  • ‘Dokter bilang saya kena kanker mulut, saya langsung takut’ – Tradisi mengunyah pinang di Papua, dilema antara budaya dan risiko kesehatan
  • TNI diduga tembak warga di Asmat, Papua hingga tewas – ‘Kenapa menangani orang mabuk harus pakai senjata?’
  • Kerusuhan di Kabupaten Yalimo, Papua Pegunungan, disinyalir dipicu ucapan rasis pelajar SMA – Mengapa kasus rasisme selalu berulang?
  • Pemuda asli Papua tewas diduga akibat dianiaya polisi – ‘Nyawa kami seakan mudah sekali dibunuh’

Leave a Comment