BPJS Kesehatan secara konsisten memperkuat komitmennya dalam mengendalikan prevalensi penyakit kronis di Indonesia, terutama Diabetes Melitus (DM) dan Hipertensi. Melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis), BPJS Kesehatan menerapkan strategi komprehensif untuk tidak hanya meningkatkan kualitas hidup para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetapi juga secara signifikan menekan beban pembiayaan kesehatan akibat kondisi tersebut.
Lily Kresnowati, Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan, menyoroti bahwa peningkatan prevalensi penyakit tidak menular di Tanah Air tak lepas dari perubahan pola hidup masyarakat yang semakin modern. Fenomena ini menjadi tantangan serius bagi sistem kesehatan nasional.
Data mengejutkan pada tahun 2024 menunjukkan adanya 20,5 juta peserta JKN yang didiagnosis hipertensi dan 7,4 juta peserta JKN yang mengidap diabetes melitus. Dampak finansialnya pun tidak main-main, dengan total pembiayaan kesehatan untuk kedua penyakit tersebut beserta penyakit penyerta serius seperti stroke, gagal ginjal, dan jantung mencapai angka fantastis Rp 30,5 triliun. Angka ini disampaikan Lily Kresnowati dalam acara talkshow “Sehat Bersama Prolanis” yang diselenggarakan pada Senin (20/10), menggarisbawahi urgensi program ini.
Oleh karena itu, Prolanis dirancang untuk memberikan harapan baru. Lily menjelaskan bahwa program ini diharapkan dapat secara signifikan meningkatkan kualitas hidup peserta JKN melalui pendekatan proaktif dan terintegrasi, melibatkan sinergi antara peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan. Dengan manajemen yang tepat, penderita penyakit kronis tetap memiliki kesempatan untuk menjalani hidup yang produktif dan berkualitas.
Seiring dengan penguatan peran fasilitas kesehatan sebagai garda terdepan, partisipasi aktif peserta dalam Prolanis terus menunjukkan tren positif. Hingga Agustus 2025, tercatat sebanyak 4,8 juta peserta telah bergabung dalam program ini. Angka tersebut terbagi menjadi 3,3 juta peserta penderita hipertensi dan 2,1 juta peserta penderita diabetes, menunjukkan jangkauan program yang luas.
Guna memfasilitasi dan mendorong peningkatan partisipasi ini, BPJS Kesehatan berkomitmen untuk terus memperkuat implementasi Prolanis. Lily menambahkan, hal ini diwujudkan melalui penyediaan berbagai layanan kesehatan yang mudah diakses peserta, mulai dari konsultasi kesehatan secara langsung maupun telekonsultasi, penyediaan obat bulanan, hingga program edukasi dan aktivitas fisik yang difasilitasi oleh klub Prolanis. Tak hanya itu, peserta juga secara rutin memperoleh pemeriksaan penunjang esensial seperti pengukuran tekanan darah, kadar gula darah, HbA1C, kolesterol, serta pemeriksaan fungsi ginjal, sesuai dengan kebutuhan medis masing-masing.
Selain fokus pada Prolanis, BPJS Kesehatan juga secara proaktif menggalakkan skrining riwayat kesehatan sebagai instrumen pencegahan dini yang krusial. Inisiatif ini merupakan pilar penting dari strategi promotif dan preventif BPJS Kesehatan, bertujuan untuk mendeteksi risiko penyakit sejak dini, jauh sebelum berkembang menjadi kondisi kronis yang lebih kompleks. Melalui skrining ini, peserta JKN dapat mengidentifikasi potensi masalah kesehatan mereka dan segera mendapatkan tindak lanjut medis di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama).
Lily menegaskan, “Melalui skrining dan tindak lanjut yang terarah di fasilitas kesehatan, kami berupaya keras agar peserta JKN memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap kondisi kesehatan mereka sendiri, sehingga terdorong untuk mengadopsi gaya hidup sehat sejak dini.”
Lily menekankan bahwa keberhasilan program pencegahan dan penanganan penyakit kronis ini sangat bergantung pada dukungan lintas sektor. Ini mencakup peningkatan literasi kesehatan di masyarakat, penguatan kepatuhan peserta terhadap regimen pengobatan, dan peningkatan kapasitas fasilitas kesehatan. Lebih lanjut, BPJS Kesehatan juga mendorong fasilitas kesehatan untuk semakin proaktif dalam melakukan promosi kesehatan, meningkatkan kompetensi tenaga medis, serta memperkuat kolaborasi antar seluruh pemangku kepentingan demi terwujudnya deteksi dini penyakit kronis secara lebih masif dan menyeluruh.
“Upaya pengendalian penyakit kronis adalah tanggung jawab bersama, bukan tugas yang bisa diemban sendiri,” pungkas Lily. “Dengan kolaborasi erat dari semua pihak, kami sangat optimistis bahwa pengelolaan penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi dapat berjalan jauh lebih efektif, yang pada akhirnya akan mengantarkan peserta JKN menuju kehidupan yang lebih sehat, produktif, dan sejahtera.”
Dari perspektif lain, Mahesa Paranadipa Maikel, Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), menggarisbawahi pentingnya Prolanis sebagai investasi jangka panjang bagi Program JKN dalam menjaga kesehatan peserta. Menurutnya, upaya promotif dan preventif memegang peranan vital sebagai langkah strategis untuk menekan potensi pembiayaan penyakit katastropik secara signifikan, yang seringkali membebani sistem kesehatan.
Agar implementasi Prolanis dapat semakin optimal dan menjangkau lebih banyak lapisan masyarakat, Mahesa mengidentifikasi beberapa area yang perlu diperkuat. Salah satunya adalah perluasan jenis penyakit yang dikendalikan dalam program, termasuk penambahan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hepatitis, hingga skrining kanker, yang semuanya memiliki dampak kesehatan dan finansial yang besar.
Selain itu, Mahesa juga menekankan pentingnya peningkatan kompetensi tenaga kesehatan yang terlibat dalam Prolanis, serta penguatan peran klub Prolanis. Klub ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana edukasi, tetapi juga sebagai wadah dukungan sosial yang krusial untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan antar peserta, menciptakan komunitas yang saling mendukung dalam perjuangan melawan penyakit kronis.
Dalam kesempatan itu, Mahesa menyatakan, “Kami di DJSN senantiasa berkomitmen untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap program pencegahan penyakit kronis ini. Namun, keberhasilan upaya ini mutlak membutuhkan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan.” Ia berharap FKTP, sebagai ujung tombak dalam pengelolaan penyakit kronis, dapat secara efektif menekan angka kejadian penyakit. “Masyarakat yang tergabung dalam Prolanis diharapkan tidak perlu khawatir terhadap kualitas pengobatan dan layanan yang diberikan oleh FKTP,” tambah Mahesa, memberikan jaminan dan menumbuhkan kepercayaan.
Sejalan dengan itu, Siti Nadia Tarmidzi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, menyoroti bahwa prevalensi masyarakat Indonesia berusia di atas 18 tahun yang hidup dengan penyakit tidak menular seperti diabetes melitus (DM) dan hipertensi masih sangat tinggi. Kondisi ini tidak hanya mengancam kualitas hidup individu, tetapi juga berpotensi besar untuk membebani sistem pembiayaan kesehatan nasional secara masif.
Fenomena ini, menurut Nadia, adalah pengingat tegas akan urgensi untuk terus memperkuat upaya deteksi dini dan pengendalian penyakit kronis, dengan fokus utama pada optimalisasi peran layanan kesehatan primer yang paling dekat dengan masyarakat.
“Langkah awal yang fundamental adalah penguatan strategi promotif dan preventif, salah satunya melalui ketersediaan cek kesehatan gratis,” ujar Nadia. “Namun, yang tak kalah penting adalah mendorong perubahan perilaku masyarakat. Kita perlu mengubah kebiasaan umum yang hanya mendatangi fasilitas kesehatan saat sudah jatuh sakit, menjadi kesadaran untuk melakukan pencegahan dan pemeriksaan rutin.”
Dari lapangan, Grace Maria Kendek Allo, Kepala Klinik Cahaya Kebagusan, berbagi pengalamannya. Pihaknya telah aktif menjalankan aktivitas Prolanis sejak tahun 2015. Meski demikian, Grace mengakui bahwa implementasi Prolanis masih menghadapi berbagai tantangan. Oleh karena itu, ia menekankan urgensi kerja sama lintas sektor untuk mengintensifkan promosi dan edukasi melalui beragam kanal media, agar informasi dapat menjangkau lebih banyak peserta.
Dalam upaya menarik minat dan meningkatkan keterlibatan peserta Prolanis, Klinik Cahaya Kebagusan bahkan telah berinovasi. Mereka mengadakan kegiatan senam bersama yang diselingi pemberian hadiah, hingga menyelenggarakan pertemuan di luar kota untuk mempererat tali silaturahmi. “Melalui upaya-upaya kreatif ini,” tutup Grace, “kami berharap dapat secara signifikan meningkatkan keterlibatan peserta dalam pengelolaan penyakit kronis mereka secara lebih aktif dan berkelanjutan.”