Komdigi, atau Kementerian Komunikasi dan Digital, telah mengambil langkah tegas memblokir aplikasi Zangi. Pemblokiran ini mencuat setelah dugaan kuat penggunaan Zangi oleh mantan selebritas Ammar Zoni dalam kasus peredaran narkoba. Lantas, apa sebenarnya Zangi dan mengapa aplikasi perpesanan ini menjadi sorotan?
Zangi merupakan sebuah aplikasi perpesanan pribadi yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi inovatif dari Silicon Valley, Amerika Serikat. Platform ini menonjolkan fitur privasi ekstrem dan keamanan siber tingkat tinggi, diklaim dengan kebijakan “zero data collection” dan enkripsi end-to-end berstandar militer.
Menariknya, Zangi berfungsi sebagai layanan pesan privat murni. Berbeda signifikan dengan aplikasi populer seperti WhatsApp atau Telegram, data komunikasi pengguna Zangi tidak pernah disimpan di server mana pun. Seluruh informasi, mulai dari pesan, panggilan suara, video, hingga file, hanya tersimpan di perangkat masing-masing pengguna. Ini berarti, bahkan pihak Zangi sendiri tidak memiliki akses ke data-data sensitif tersebut.
Fitur-fitur unggulan yang ditawarkan oleh aplikasi Zangi semakin memperkuat reputasinya sebagai platform komunikasi yang sangat privat, di antaranya:
- Pendaftaran anonim, tidak memerlukan nomor telepon atau kontak pribadi.
- Tidak adanya pengumpulan data; seluruh data komunikasi sepenuhnya tersimpan di ponsel pengguna.
- Penggunaan enkripsi berstandar militer (AES-GCM 256) untuk teks, file, panggilan suara, dan video.
- Dukungan jaringan yang lemah, memungkinkan komunikasi tetap lancar meskipun sinyal terbatas, sebuah fitur yang ironisnya sangat cocok digunakan di lokasi dengan keterbatasan akses komunikasi seperti rumah tahanan.
Aspek keamanan Zangi diperkuat dengan teknologi canggih yang berbasis pada standar internet 5G baru, dilengkapi sistem keamanan berlapis, yaitu:
- Proprietary handshaking mechanism
- Dynamic channel encryption
- End-to-end encryption
Setiap akun Zangi secara unik terikat pada satu perangkat. Konsekuensinya, jika pengguna mencoba masuk dari perangkat lain, riwayat pesan dan panggilan sebelumnya tidak akan muncul. Hal ini menegaskan kembali prinsip inti Zangi bahwa data komunikasi sama sekali tidak pernah disimpan di server.
Meskipun popularitasnya cukup tinggi dengan lebih dari 10 juta unduhan di Play Store dan ketersediaannya di App Store, Zangi ternyata belum memenuhi kewajiban pendaftaran sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Kondisi inilah yang kemudian menjadi pangkal masalah pemblokiran.
Alasan Komdigi Memblokir Aplikasi Zangi
Pemblokiran Zangi oleh Komdigi didasari oleh satu alasan utama: aplikasi yang diselenggarakan oleh Secret Phone, Inc. ini belum menunaikan kewajiban pendaftaran sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE Privat).
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, dalam keterangan pers pada Selasa (21/10) menjelaskan, “Langkah ini merupakan bagian dari upaya penegakan regulasi yang berlaku untuk memastikan seluruh penyelenggara sistem elektronik mematuhi ketentuan pendaftaran. Kepatuhan ini penting untuk menjamin perlindungan bagi masyarakat pengguna layanan digital di Indonesia.” Pernyataan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan terpercaya.
Tindakan pemblokiran terhadap Zangi adalah implementasi dari Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 mengenai PSE Privat. Regulasi ini secara tegas mewajibkan setiap perusahaan yang menyediakan layanan digital di Indonesia untuk mendaftar dan memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE).
Ironisnya, hingga pengumuman pemblokiran ini disampaikan, Zangi belum juga mendaftarkan diri sebagai PSE Privat, padahal layanannya telah lama dapat diakses secara luas oleh masyarakat di Indonesia. Sesuai ketentuan yang berlaku, PSE Privat yang mengabaikan kewajiban ini akan dikenai sanksi administratif berupa pemutusan akses layanan.
Komdigi pun menegaskan bahwa pemutusan akses Zangi ini bukan tanpa alasan, melainkan bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas dan menjaga keamanan ruang digital nasional. Pemerintah berkomitmen penuh dalam menciptakan ekosistem digital yang tertib dan aman melalui penegakan kepatuhan terhadap regulasi PSE.
Alexander Sabar kembali menegaskan, “Pemutusan akses ini bukan tindakan pembatasan, tetapi bentuk komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan guna melindungi tata kelola dan keberlangsungan ruang digital agar tetap aman dan terpercaya bagi seluruh pengguna.” Ini adalah langkah proaktif demi menciptakan lingkungan digital yang sehat.
Lebih lanjut, Komdigi mengimbau seluruh PSE Privat, baik yang beroperasi di dalam maupun luar negeri, untuk segera menuntaskan pendaftaran melalui sistem OSS (Online Single Submission). Hal ini krusial untuk memastikan seluruh layanan yang disediakan mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
“Pemerintah membuka ruang bagi seluruh penyelenggara untuk mematuhi ketentuan pendaftaran. Dengan kepatuhan tersebut, ekosistem digital Indonesia akan semakin sehat dan berdaya saing,” tutup Alexander, menekankan pentingnya kolaborasi demi masa depan digital yang lebih baik.
Keterlibatan Zangi dalam Kasus Narkoba Ammar Zoni
Kontroversi seputar Zangi semakin memanas dengan dugaan kuat keterlibatannya dalam kasus peredaran sabu dan tembakau sintetis di Rutan Salemba, yang melibatkan mantan selebritas Ammar Zoni. Kasus ini terbongkar dua pekan lalu, tepatnya pada 8 Oktober, saat penyidik Polsek Cempaka Putih menyerahkan Ammar beserta barang bukti tahap dua kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Berdasarkan hasil penyelidikan mendalam, terungkap bahwa Ammar Zoni tidak hanya sekadar pengguna, melainkan berperan sebagai penerima narkotika yang dikirim dari luar rutan. Ia kemudian menyalurkan barang haram tersebut kepada beberapa narapidana lain untuk diedarkan kembali di dalam lembaga pemasyarakatan.
Dalam pengembangan kasus ini, kepolisian tidak hanya menetapkan Ammar Zoni sebagai tersangka, melainkan juga enam individu lainnya. Penggeledahan kamar para tersangka membuahkan hasil signifikan, ditemukan sejumlah barang bukti krusial seperti sabu, ganja, tembakau sintetis, dan berbagai perlengkapan lain yang diduga kuat berkaitan dengan aktivitas peredaran narkoba tersebut.
Praktiknya, Ammar Zoni diduga memanfaatkan fitur privasi ekstrem pada aplikasi Zangi untuk berkomunikasi dan secara rahasia mengatur distribusi narkoba di dalam rutan. Hal ini menjadi salah satu pemicu utama Komdigi untuk mengambil tindakan tegas terhadap aplikasi tersebut.