Shin Tae-yong: Pahlawan Indonesia, Kontroversi di Korea Selatan?

Photo of author

By AdminTekno

Nama Shin Tae-yong kini mendulang pujian setinggi langit dari para suporter Timnas Indonesia. Berbagai pencapaian gemilang sukses diukir pelatih asal Korea Selatan ini selama menakhodai ‘Garuda’. Namun, ironisnya, di saat reputasinya bersinar terang di kancah sepak bola Tanah Air, citranya di negeri asalnya justru sedang dalam sorotan tajam dan jauh dari kata harum.

Setelah terjadi perubahan kepelatihan di tubuh Timnas Indonesia, asa para penggemar kembali menguat agar Shin Tae-yong bisa kembali menukangi skuad ‘Garuda’ yang kini diperkuat pemain seperti Jay Idzes. Harapan ini mencuat di tengah perdebatan, di mana sebagian suporter tetap teguh menginginkan kehadirannya, sementara yang lain merasa sudah waktunya mencari figur pelatih baru untuk memimpin tim.

Keinginan kuat para suporter agar Shin Tae-yong kembali melatih bukan tanpa alasan. Pelatih berjuluk STY ini telah mengukir sejarah dengan Timnas Indonesia di berbagai ajang. Pada awal 2024, ia sukses membawa ‘Garuda’ menembus babak gugur Piala Asia untuk pertama kalinya. Tak hanya itu, di kancah Piala Asia U-23, ia juga berhasil mengantar Timnas U-23 melaju hingga semifinal, termasuk mengalahkan tim-tim kuat seperti Australia dan negara asalnya, Korea Selatan.

Shin Tae-yong juga menunjukkan performa cemerlang di ajang Kualifikasi Piala Dunia, yang berujung pada keberhasilan Timnas Indonesia mengamankan tiket ke putaran final Piala Asia 2027. Dengan pencapaian ini, ia resmi menjadi pelatih pertama yang sukses mengantarkan Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia secara back to back, sebuah rekor yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Tak berhenti di situ, di babak Kualifikasi Piala Dunia, di bawah asuhan Shin Tae-yong, Timnas Indonesia berhasil memutus rekor buruk 20 tahun tanpa kemenangan atas Vietnam. Lebih mengesankan lagi, ‘Garuda’ sukses meraih kemenangan bersejarah atas Arab Saudi setelah penantian panjang selama 43 tahun, menunjukkan peningkatan signifikan dalam kualitas tim.

Meskipun demikian, harus diakui bahwa Shin Tae-yong belum berhasil mempersembahkan gelar juara konkret, seperti emas SEA Games, tiket Olimpiade, maupun trofi Piala AFF. Kendati demikian, pencapaian historis dan dampak positif yang dibawanya telah menancap kuat di benak suporter. Oleh karena itu, tak mengherankan jika banyak penggemar masih sangat mendambakan kembalinya sang pelatih untuk kembali menukangi ‘Garuda’.

Namun, berbeda dengan sanjungan yang ia terima di Indonesia, reputasi Shin Tae-yong di tanah kelahirannya, Korea Selatan, kini justru sedang tercoreng. Padahal, sebelumnya ia sempat mendapat pujian tinggi setelah berhasil membawa Timnas Korea Selatan membungkam raksasa Jerman di fase grup Piala Dunia 2018. Sayangnya, citra gemilang itu kini memudar pasca pemecatannya dari klub Ulsan HD.

Selama menukangi Ulsan HD, Shin Tae-yong memimpin tim dalam sepuluh pertandingan di berbagai ajang. Dari sepuluh laga tersebut, timnya hanya meraih dua kemenangan, empat hasil imbang, dan menelan empat kekalahan. Akan tetapi, rapor buruk dalam statistik pertandingan ini rupanya bukan satu-satunya alasan utama yang paling mencoreng nama besar sang pelatih.

Menurut laporan media Korea Selatan, Chosun, pemecatan Shin Tae-yong dari Ulsan HD lebih disebabkan oleh persoalan mendasar: gaya komunikasinya yang buruk, yang kemudian memicu konflik internal serius. Ia juga dituduh bersikap egois, kerap mengambil keputusan penting secara sepihak tanpa melibatkan masukan dari para pemain maupun staf pelatih lainnya.

Surat kabar Chosun secara spesifik mengutip, “Shin Tae-yong berselisih dengan para pemainnya karena gaya komunikasinya yang ketinggalan zaman. Ia juga menyebabkan perselisihan internal dengan mengumumkan rencana perombakan susunan pemain secara terbuka tanpa berkonsultasi dengan klub.” Menanggapi tuduhan ini, Shin Tae-yong dalam pembelaannya justru mengklaim adanya “pemberontakan” dari skuad Ulsan HD terhadap dirinya. Namun, kubu Ulsan HD membalas dengan tuduhan yang lebih serius, yakni dugaan terjadinya kekerasan verbal dan bahkan fisik yang dilakukan oleh Shin.

Selain isu komunikasi dan konflik, santer beredar kabar bahwa Shin Tae-yong terlalu asyik bermain golf selama melatih Ulsan HD. Meski sang pelatih telah mengeluarkan klarifikasi dan menolak semua tuduhan tersebut, isu ini belum sepenuhnya mereda. Hal ini diperkuat oleh selebrasi gol beberapa pemain Ulsan HD yang secara terbuka memperlihatkan gestur bermain golf, yang kuat dugaan merupakan sindiran halus terhadap performa dan dedikasi Shin selama masa kepemimpinannya di klub.

Dalam upaya membantah tudingan tersebut, Shin Tae-yong sempat menjelaskan, seperti dikutip dari KBS, “Saya tidak berpikir akan bermain golf di Ulsan, jadi saya memasukkan tas golf ke dalam bus klub untuk dikirim ke rumah saya di Seongnam.” Penjelasan ini menunjukkan bahwa ia berupaya menegaskan bahwa keberadaan tas golf di bus klub tidak berarti ia sering bermain golf di Ulsan.

Menyikapi insiden yang menimpa Shin Tae-yong, kolega sesama pelatih, Hwang Sun-hong, turut memberikan pandangannya. Ia menilai bahwa masalah ini berakar pada perubahan budaya tim dan tantangan dalam berkomunikasi dengan generasi pemain yang berbeda. Menurut Hwang, pendekatan komunikasi dengan pemain muda era kini tentu berbeda dengan gaya yang diterapkan pada generasi pemain sebelumnya.

Hwang Sun-hong menekankan pentingnya adaptasi, dengan menyatakan, “Seiring perubahan zaman, kepemimpinan harus berevolusi. Jika Anda terlalu condong ke satu sisi, masalah akan muncul.” Ia mengakui tantangan yang sama, “Saya juga merasa sulit berkomunikasi dengan para pemain Generasi Z.” Namun, ia mengingatkan bahwa “seorang pemimpin harus memahami dan memperhatikan generasi tersebut,” menunjukkan perlunya fleksibilitas dalam pendekatan.

Maka dari itu, Hwang menyimpulkan, “Hubungan antara manajer dan para pemain, serta manajemen dan penggemar, sangatlah penting. Seorang pemimpin harus mampu merangkul semua anggota,” menegaskan bahwa kesuksesan seorang pelatih tak hanya diukur dari taktik di lapangan, melainkan juga dari kemampuan membangun harmoni dan inklusivitas di dalam serta di luar tim.

Leave a Comment