Sebuah klaim serius kembali dilontarkan oleh pakar telematika, Roy Suryo, terkait keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Setelah meneliti salinan legalisasi ijazah yang diterimanya dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, dokumen yang digunakan Jokowi saat mendaftar sebagai calon presiden pada tahun 2014 itu, Roy Suryo mengeklaim menemukan sejumlah kejanggalan signifikan yang berpotensi mengarah pada dugaan pemalsuan.
Dalam keterangannya di halaman kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat (24/10/2025), Roy Suryo menegaskan bahwa kejanggalan yang ditemukan sangat mencolok. “Sangat signifikan sangat signifikan anehnya. Bisa mengarah bahwa terjadi kepalsuan kata kuncinya itu. Jadi 99,9 persen tetap palsu,” ujarnya, mengindikasikan bahwa temuannya hampir pasti menunjukkan adanya pemalsuan dokumen.
Meskipun demikian, Roy enggan membeberkan secara rinci dugaan kejanggalan yang telah ia identifikasi. Kecurigaan ini ia sampaikan setelah melakukan penelitian terhadap dokumen legalisasi ijazah yang baru saja ia terima dari KPU. Ia mengisyaratkan bahwa hasil temuan ini masih akan dikaji lebih lanjut dan akan disampaikan dalam sebuah konferensi pers berikutnya. “Ini ada sesuatu yang menarik, saya lihat saja sudah sudah terjadi sesuatu yang aneh. Tapi tidak apa-apa itu nanti akan kita rumuskan dalam press conference beberapa waktu lagi,” ungkapnya, menjanjikan informasi lebih mendalam di kemudian hari.
Roy Suryo juga mengungkapkan rencananya untuk menelusuri dokumen-dokumen dari berbagai periode pendaftaran Jokowi, baik di KPU pusat maupun daerah. Mantan menpora itu menyebut bahwa timnya sedang berupaya mencocokkan detail antara ijazah yang digunakan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019, serta saat pencalonan Jokowi pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2012 dan Pemilihan Wali Kota (Pilwakot) Solo 2005 dan 2010. Langkah ini bertujuan untuk memverifikasi konsistensi dan keaslian dokumen di setiap periode pencalonan.
“Karena antara masing-masing legalisasinya, itu nanti yang akan kita cek. Karena kita tahu rumusnya. Ini nanti benar atau tidak? Asli atau tidak? Dan apakah ada pengunduran? Misalnya, apakah yang digunakan di Solo itu adalah benar yang dulu digunakan di Solo? Atau sebenarnya yang dari Solo itu ada sesuatu yang tadinya dari tahun 2012 ditarik ke Solo? Nah itu nanti akan ketahuan,” jelas Roy, menggambarkan kompleksitas analisis yang akan dilakukannya untuk mencari potensi manipulasi waktu atau dokumen.
Menariknya, meskipun sebagian data pada ijazah, seperti tanggal lahir Jokowi hingga tanda tangan legalisasinya, ditutupi, Roy Suryo menegaskan bahwa hal tersebut tidak menghalangi proses pemeriksaan keaslian dokumen. Ia menyebut bahwa pemeriksaan proporsi dan dimensi masih dapat dilakukan untuk menilai otentisitas. Baginya, data yang ditutupi masih bisa ditoleransi dan detail penting lainnya tetap dapat ditelaah. “Juga proporsinya nanti semua ini akan kita tempelkan, akan kita cek proporsinya batas kanan, batas kiri kemudian juga dimensinya sama tidak begitu ya. Dan kemudian setelah itu adalah masing-masing ini apakah Pak Naim (pengesah ijazah) itu juga benar ya begitu pada saat itu, kemudian pengesah yang lain juga sesuai dengan tahunnya,” paparnya, menjamin bahwa analisis teknis tetap bisa berjalan.
Di sisi lain, pengamat kebijakan publik Bonatua Silalahi menambahkan bahwa pihaknya akan melanjutkan langkah hukum dengan mengajukan keberatan ke Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait penutupan sebagian data dalam dokumen yang diberikan KPU. Ia menekankan pentingnya akses publik terhadap ijazah Jokowi. “Tidak ya, ini kita harus bukakan ke KI nanti kita akan sedang di KI mempertanyakan ini kenapa ditutup? Tanda tangan ini seharusnya tidak ada kerahasiaan tanggal lahir juga beliau semua kita pada tahu tanggal lahirnya,” tegas Bonatua, menyoroti transparansi.
Bonatua Silalahi juga menilai bahwa secara faktual, KPU saat ini merupakan lembaga yang sah memegang salinan legalisasi ijazah Jokowi. Hal ini karena dokumen tersebut belum diserahkan ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Oleh karena itu, ia menganggap ijazah yang ada di KPU RI menjadi pegangan utama untuk menilai apakah statusnya asli atau justru diragukan. “Seharusnya kalau ANRI yang megang, ANRI itu kan ada melakukan verifikasi, validasi, autentifikasi tadi ya. Tapi karena ANRI kemarin memverifikasi belum menerima, berarti barang ini satu-satunya ada di KPU. Sebenarnya saat ini secara fakta, bahwa KPU lah yang paling sah mempunyai ini. Seperti itu,” ucap Bonatua mengakhiri, menegaskan posisi KPU sebagai pemegang kunci keabsahan dokumen tersebut.
Ringkasan
Pakar telematika Roy Suryo mengklaim menemukan kejanggalan pada salinan legalisasi ijazah Presiden Jokowi yang ia terima dari KPU. Menurutnya, kejanggalan ini berpotensi mengarah pada dugaan pemalsuan ijazah yang digunakan Jokowi saat mendaftar sebagai calon presiden tahun 2014. Meskipun enggan membeberkan detailnya, Roy Suryo berencana menelusuri dokumen pendaftaran Jokowi dari berbagai periode dan akan menyampaikan hasil temuannya dalam konferensi pers.
Selain Roy Suryo, pengamat kebijakan publik Bonatua Silalahi akan mengajukan keberatan ke KIP terkait penutupan sebagian data pada ijazah tersebut, menekankan pentingnya transparansi. Ia menilai KPU adalah lembaga yang paling sah memegang salinan legalisasi ijazah Jokowi karena belum diserahkan ke ANRI. Data ini menjadi pegangan utama untuk menilai keabsahan ijazah tersebut.