Ombak PHK Massal Debur Perusahaan Amazon, Sasar 30 Ribu Karyawan

Photo of author

By AdminTekno

Kita Tekno – , JAKARTA — Kabar buruk menghantui Amazon. Perusahaan itu berencana memutus hubungan kerja dalam skala besar. Mulai Selasa (28/10/2025) ini, sekitar 30.000 karyawan menjadi sasaran kebijakan yang tidak menenangkan hati.

Jumlah tersebut lebih banyak hampir tiga kali lipat dari korban PHK Sritex pada 2024 hingga 2025. Panasonic, perusahaan asal Jepang, juga melakukan hal sama sejak Mei hingga akhir tahun ini. Sasarannya lima ribu karyawan di Jepang, dan lima ribu pegawai di luar Jepang. Seperti Sritex, jumlahnya mencapai 10 ribu. 

Langkah ini diambil perusahaan untuk efisiensi sekaligus mengoreksi kebijakan rekrutmen berlebihan yang terjadi di masa puncak pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu. Demikian menurut tiga sumber yang mengetahui persoalan ini.

Efisiensi diarahkan untuk meningkatkan profitabilitas dan daya saingnya di tengah persaingan pasar yang ketat. Efisiensi dapat didorong oleh berbagai faktor, seperti restrukturisasi internal, upaya mengurangi biaya operasional yang tidak perlu, atau untuk menyeimbangkan kembali sumber daya setelah periode perekrutan yang berlebihan.

Dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya seperti tenaga kerja dan peralatan, serta menghilangkan pemborosan, perusahaan dapat menghemat biaya dan mengalokasikan investasi ke area yang lebih strategis, seperti inovasi atau infrastruktur berbasis teknologi.

Selain itu, efisiensi juga bisa menjadi respons terhadap kondisi ekonomi yang sulit atau ketidakpastian pasar, sebagai langkah untuk mencegah kerugian dan menjaga keberlangsungan bisnis dalam jangka panjang.

Secara keseluruhan, angka 30.000 mungkin terlihat kecil dibanding total 1,55 juta karyawan Amazon. Namun, yang perlu dicatat, jumlah itu hampir mencapai 10% dari total karyawan korporatnya yang berjumlah 350.000 orang. Jika rencana ini benar terjadi, ini akan menjadi gelombang PHK terbesar yang dilakukan Amazon sejak akhir 2022 silam, saat mereka memangkas sekitar 27.000 karyawan.

Selama dua tahun terakhir, Amazon sudah melakukan sejumlah pemotongan tenaga kerja, meski dalam jumlah lebih kecil, di berbagai divisi seperti perangkat, komunikasi, dan podcasting. Nah, untuk PHK yang dimulai pekan ini, kabarnya akan berdampak lebih luas. Divisi yang kemungkinan terkena imbas antara lain sumber daya manusia (yang di internal Amazon disebut PXT), operasi, perangkat dan layanan, serta Amazon Web Services, sebagaimana diberitakan Reuters.

Menjelang pemberitahuan resmi, para manajer di tim yang terdampak sudah diminta mengikuti pelatihan khusus pada hari Senin. Pelatihan ini berisi tata cara berkomunikasi dengan staf setelah email pemberitahuan PHK mulai dikirim pada Selasa pagi.

Di balik semua ini, CEO Amazon Andy Jassy sedang gencar menjalankan inisiatif untuk memangkas “birokrasi berlebihan” di dalam perusahaan.

Birokrasi semacam itu mengakibatkan lambatnya pengambilan keputusan, dan biaya operasional yang membengkak. Banyaknya lapisan hierarki dan posisi manajerial yang berlebihan menyebabkan proses administrasi menjadi berbelit-belit dan tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat atau dinamika pasar.

Akibatnya, inovasi terhambat, produktivitas menurun, dan muncul celah untuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), karena pengawasan menjadi kurang efektif di tengah struktur yang rumit. Pada akhirnya, kondisi ini merugikan masyarakat karena kualitas pelayanan publik menurun, sementara perusahaan atau pemerintah harus menanggung beban finansial yang lebih besar akibat inefisiensi tersebut. 

Salah satu cara menyudahi birokrasi gemuk adalah dengan mengurangi jumlah manajer. Jassy bahkan membuat saluran pengaduan anonim untuk mengidentifikasi inefisiensi, yang katanya telah menghasilkan sekitar 1.500 tanggapan dan memicu lebih dari 450 perubahan proses.

Jassy sendiri sudah memberikan sinyal sebelumnya. Pada bulan Juni lalu, ia menyebut bahwa makin masifnya penggunaan alat kecerdasan buatan kemungkinan akan berujung pada PHK lebih lanjut. Otomatisasi tugas-tugas yang bersifat rutin dan berulang disebut sebagai salah satu pemicunya.

“Langkah terbaru ini menandakan bahwa Amazon kemungkinan besar sudah menuai peningkatan produktivitas berbasis AI yang signifikan dalam tim korporatnya, sehingga mampu melakukan pengurangan tenaga kerja secara substansial,” ujar Sky Canaves, analis eMarketer. “Di sisi lain, Amazon juga sedang berada di bawah tekanan jangka pendek untuk menutupi investasi jangka panjang mereka dalam membangun infrastruktur AI.”

   Masih akan Berubah

Sejauh ini, cakupan penuh dari gelombang PHK ini masih belum sepenuhnya jelas. Sumber yang mengetahui masalah ini menyebut bahwa angka 30.000 masih bisa berubah seiring waktu, menyesuaikan dengan perubahan prioritas keuangan Amazon. Sebelumnya, Fortune bahkan melaporkan bahwa divisi sumber daya manusia diperkirakan akan mengalami pemotongan hingga 15%.

Ada faktor lain yang turut berperan. Program kebijakan work from office yang diterapkan awal tahun ini, yang mewajibkan karyawan kembali ke kantor lima hari sepekan, ternyata gagal menghasilkan tingkat pergantian karyawan yang diharapkan.

Kebijakan yang disebut-sebut sebagai salah satu yang paling ketat di dunia teknologi ini akhirnya menjadi alasan lain besarnya jumlah PHK kali ini. Bahkan, beberapa karyawan yang tidak bisa memenuhi kewajiban masuk kantor karena jarak tempuh atau alasan lain, diberitahu bahwa mereka dianggap mengundurkan diri secara sukarela, tanpa pesangon. Tentu saja ini menjadi penghematan tambahan bagi perusahaan.

Gelombang PHK di Amazon ini seolah melanjutkan tren di industri teknologi secara keseluruhan. Menurut data dari Layoffs.fyi, situs yang khusus melacak PHK di sektor teknologi, sekitar 98.000 pekerjaan telah hilang sepanjang tahun ini di 216 perusahaan. Jika melihat ke seluruh tahun 2024, angkanya bahkan mencapai 153.000.

Awalnya Hanya Toko Buku

Sebelumnya, Amazon juga memangkas 27.000 pekerjaan selama beberapa bulan antara akhir 2022 dan awal 2023, yang sebelumnya merupakan gelombang PHK terbesar dalam sejarah perusahaan.Amazon adalah sebuah perusahaan teknologi multinasional asal Amerika Serikat yang berfokus pada e-commerce, komputasi awan, streaming digital, dan kecerdasan buatan (AI).

 

Didirikan oleh Jeff Bezos di Bellevue, Washington, pada 5 Juli 1994, Amazon awalnya hanyalah sebuah toko buku daring yang beroperasi dari garasi Bezos. Sejak itu, perusahaan ini telah berkembang pesat hingga menjadi salah satu pengecer daring terbesar di dunia, menawarkan berbagai macam produk mulai dari buku dan musik hingga perabotan rumah tangga dan pakaian.

Pertumbuhan eksponensial ini merupakan buah dari visi Bezos yang berani, yaitu menjadikan Amazon “toko serba ada” yang menawarkan harga serendah mungkin dengan pilihan produk yang sangat beragam.

Salah satu pilar utama kesuksesan Amazon adalah obsesi pada kepuasan pelanggan. Filosofi ini, yang disebut Bezos sebagai mentalitas Day One, menganggap setiap hari adalah hari pertama perusahaan beroperasi, sehingga semangat inovasi dan keinginan untuk terus belajar harus terus menyala.

Terus Berinovasi

Ini mendorong Amazon untuk terus berinovasi dan meningkatkan pengalaman belanja pelanggannya. Strategi ini terbukti efektif dalam membangun loyalitas pelanggan dan membedakan Amazon dari para pesaingnya. Dengan selalu mendahulukan kebutuhan pelanggan, Amazon berhasil menciptakan ekosistem yang kuat dan terus berkembang.

Transformasi Amazon tidak hanya terjadi di sektor ritel.

 

Setelah mendominasi pasar e-commerce, Amazon merambah ke sektor-sektor lain yang pada akhirnya menjadi sumber pendapatan utama, salah satunya adalah komputasi awan. Melalui Amazon Web Services (AWS), perusahaan ini menawarkan layanan cloud computing yang telah menjadi tulang punggung digital bagi jutaan perusahaan dan startup di seluruh dunia. AWS menjadi salah satu bisnis Amazon yang paling menguntungkan, memberikan pendapatan signifikan yang memungkinkan perusahaan untuk berinvestasi lebih lanjut dalam ekspansi dan inovasi.

Amazon juga telah memasuki industri hiburan dengan layanan streaming digitalnya. Melalui Amazon Prime Video, perusahaan ini menawarkan berbagai film, serial, dan konten orisinal yang bersaing langsung dengan pemain besar lainnya seperti Netflix. Layanan ini menjadi bagian dari paket berlangganan Prime yang juga mencakup pengiriman gratis.

Melalui Prime Video, Amazon berhasil menarik dan mempertahankan pelanggan, menciptakan ekosistem yang kuat dan terintegrasi yang sulit ditandingi oleh kompetitor.

Di balik ekspansi bisnisnya, Amazon juga terus berinvestasi besar-besaran dalam pengembangan teknologi, terutama di bidang kecerdasan buatan (AI).

Menciptakan Pengalaman Digital

Perusahaan ini memproduksi berbagai produk elektronik konsumen, seperti e-reader Kindle, perangkat Echo, tablet Fire, dan Fire TV. Produk-produk ini ditenagai oleh asisten virtual berbasis AI, Alexa, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rumah tangga modern. Inovasi teknologi ini terus memajukan Amazon sebagai perusahaan yang tidak hanya menjual produk, tetapi juga menciptakan pengalaman digital yang lebih cerdas dan terintegrasi bagi penggunanya.

 

Namun, pertumbuhan Amazon juga diiringi dengan berbagai kontroversi. Perusahaan ini sering menghadapi kritik terkait kondisi kerja di gudang-gudangnya, di mana pekerja sering melaporkan jam kerja yang panjang dan tuntutan produktivitas yang tinggi. Selain itu, Amazon juga dituduh melakukan praktik bisnis anti-kompetitif, terutama terkait dugaan manipulasi harga dan dominasi pasar yang berpotensi merugikan pesaing yang lebih kecil. Kontroversi-kontroversi ini menjadi tantangan serius bagi reputasi perusahaan.

Ketahanan dan Pengaruh

Meskipun demikian, Amazon terus menunjukkan ketahanannya dan pengaruhnya yang mendalam di pasar global. Dengan kepemimpinan Andy Jassy yang menggantikan Jeff Bezos sebagai CEO, perusahaan ini terus beradaptasi dengan perubahan pasar dan teknologi.

Jassy, yang sebelumnya memimpin AWS, membawa fokus baru pada efisiensi dan inovasi berbasis AI, sambil tetap mempertahankan budaya perusahaan yang berpusat pada pelanggan. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Amazon adalah entitas yang dinamis dan terus berevolusi.

Secara keseluruhan, profil Amazon menggambarkan sebuah perusahaan yang bertumbuh dari toko buku daring sederhana menjadi raksasa teknologi yang mendominasi berbagai sektor.

Dengan portofolio bisnis yang terdiversifikasi, mulai dari e-commerce hingga komputasi awan dan hiburan, serta obsesi terhadap pelanggan dan inovasi, Amazon telah berhasil mengukuhkan dirinya sebagai salah satu perusahaan paling berpengaruh di dunia. Namun, tantangan terkait etika kerja dan persaingan bisnis terus menjadi sorotan yang menguji komitmen perusahaan terhadap nilai-nilai yang lebih luas.

Leave a Comment