Berdiri megah di bawah bayang-bayang ikonis Piramida Agung Giza, Museum Agung Mesir (Grand Egyptian Museum/GEM) yang telah lama dinantikan akhirnya secara resmi membuka pintunya untuk menyambut pengunjung, pada Sabtu (01/11). Pembukaan ini menandai era baru dalam pelestarian dan pameran warisan Mesir kuno.
Kompleks raksasa seluas 120 hektare, yang ukurannya dua kali lipat Museum Louvre di Prancis, dirancang untuk menjadi panggung bagi koleksi artefak kolosal. Diperkirakan sekitar 70.000 hingga 100.000 artefak akan dipamerkan di sini, termasuk harta karun yang belum pernah terlihat sebelumnya dari makam Firaun muda legendaris, Tutankhamun.
Proyek ambisius pembangunan museum ini, yang pertama kali digagas pada tahun 2002 dan seharusnya rampung pada tahun 2012, berulang kali menghadapi berbagai hambatan signifikan. Tantangan yang beragam, mulai dari masalah biaya, gejolak politik, dampak pandemi Covid-19, hingga konflik di kawasan, telah menunda penyelesaiannya.
Mega-proyek ini sendiri menelan biaya sekitar US$1,2 miliar, dengan sebagian besar pendanaan berasal dari pinjaman yang diberikan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). Investasi besar ini mencerminkan komitmen Mesir untuk memamerkan kekayaan sejarahnya kepada dunia.
Tanah misteri dan pengetahuan

Dinamakan sebagai “hadiah Mesir untuk dunia” oleh Perdana Menteri Mostafa Madbouly, Museum Agung Mesir bertujuan untuk menonjolkan keunggulan dan pengaruh budaya Mesir kuno di kancah global. Selain itu, pembukaannya juga diharapkan dapat memberikan dorongan signifikan bagi pemulihan ekonomi negara melalui sektor pariwisata.
“Mesir Kuno menebarkan pesona magis ke setiap orang,” ungkap Profesor Salima Ikram dari Universitas Kairo, menggarisbawahi daya tarik universal peradaban tersebut. Ia menambahkan, “Bahkan bangsa Yunani, Romawi, dan Fenisia semuanya memandang Mesir sebagai tanah yang menyimpan misteri dan pengetahuan yang tak terbatas.”
Lebih dari sekadar daya tarik wisata, museum ini juga diharapkan dapat menjadi jembatan yang menghubungkan kembali rakyat Mesir masa kini dengan warisan leluhur mereka yang agung. Hal ini penting untuk memperkuat identitas dan kebanggaan nasional.
“Ini akan membangkitkan kebanggaan nasional yang luar biasa,” lanjut Profesor Ikram dengan antusias. “Hal ini akan membawa Mesir Kuno lebih erat ke dalam kehidupan sehari-hari dan ke dalam narasi nasionalis setiap warga negara Mesir saat ini, memperkuat ikatan mereka dengan masa lalu yang gemilang.”
Mungkin Anda tertarik:
- Makam firaun ditemukan di Mesir – Yang pertama dalam satu abad sejak penemuan makam Tutankhamun
- Kisah penggalian makam Firaun Tutankhamun 100 tahun lalu dan sayatan pertama yang membedah mumi Tutankhamun
- Siapa Thutmose II, firaun yang makamnya jadi penemuan terbesar di Mesir sejak makam Tutankhamun?
Untuk menandai peresmian akbar ini, sekitar 60 pemimpin dunia, termasuk Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier dan Raja Philippe dari Belgia, dijadwalkan hadir pada upacara pembukaan resmi yang akan dilaksanakan pada 1 November 2025. Hari tersebut juga telah ditetapkan sebagai hari libur nasional khusus di Mesir.
Acara monumental ini rencananya akan disiarkan secara langsung melalui platform TikTok, menjangkau audiens global. Selain itu, tayangan langsung juga akan ditampilkan pada layar-layar besar di berbagai alun-alun utama di seluruh wilayah pemerintahan di Mesir, memastikan seluruh rakyat dapat turut serta dalam perayaan sejarah ini.
Kepulangan Firaun Tutankhamun

Sosok Raja Tutankhamun telah memikat hati publik internasional sejak ahli Mesir kuno asal Inggris, Howard Carter, menemukan makamnya yang terlupakan pada tahun 1922. Penemuan itu membuka jendela ke peradaban Mesir Kuno yang luar biasa.
Kini, setelah dipamerkan selama beberapa dekade di berbagai kota di seluruh dunia, topeng emas, takhta, dan lebih dari 5.000 harta karun yang dikuburkan bersamanya—yang sebagian besar belum pernah disaksikan oleh publik—akan ditampilkan secara lengkap dan utuh untuk pertama kalinya. Ini adalah momen bersejarah bagi para sejarawan dan penggemar Mesir Kuno.
“Menyatukan seluruh koleksi makam Tutankhamun di satu lokasi akan menjadi pemandangan yang spektakuler,” ujar Profesor Ikram, menyoroti pentingnya pameran komprehensif ini.
Dr. Campbell Price, Kurator Mesir dan Sudan di Museum Manchester, yang telah berkesempatan mengunjungi museum ini, berpendapat, “Saya memperkirakan bahwa sebagian besar kelompok pengunjung di masa mendatang akan memusatkan perhatian pada galeri Tutankhamun dan hanya menyisakan area museum lainnya bagi para peminat yang berdedikasi.” Meski demikian, Price menambahkan, “Galeri-galeri utama lainnya sama-sama memukau, memberikan ruang bagi setiap benda untuk ‘bernapas’. Saya merasa sangat puas. Hal itu membuat saya tersentuh secara emosional.” Kesaksiannya menunjukkan bahwa museum ini menawarkan pengalaman yang mendalam.

Di samping harta karun Firaun Tutankhamun, Museum Agung Mesir juga menampilkan benda-benda terkenal lainnya yang tak kalah memukau, termasuk patung kolosal Ramses Agung yang berusia lebih dari 3.200 tahun. Patung megah ini berdiri menyambut pengunjung di aula utama, menjadi simbol kekuatan peradaban kuno Mesir.
Patung tersebut, seperti banyak artefak lain yang berasal sejak tahun 7000 SM, telah melalui perjalanan sejarah yang penuh warna dan panjang. Patung ini sempat berdiri tegak di depan stasiun kereta api utama Kairo selama 51 tahun, sebelum dipindahkan ke rumah barunya di museum melalui parade di jalan-jalan kota yang spektakuler.
Museum ini juga menghadirkan bagian istimewa yang dipersembahkan bagi Kapal Surya Raja Khufu, sebuah kapal upacara pemakaman berusia 4.600 tahun. Kapal ini diakui sebagai salah satu kapal tertua dan terawat paling baik yang ada di dunia, menawarkan wawasan unik tentang kepercayaan dan teknologi maritim Mesir Kuno.
Merebut kembali warisan Mesir

Bagi Zahi Hawass, arkeolog vokal yang dijuluki ‘Indiana Jones’ dari Mesir, pembukaan Museum Agung Mesir ini lebih dari sekadar ajang pamer harta karun. Ia melihatnya sebagai manifestasi kekuatan budaya dan upaya krusial untuk mengambil alih kembali narasi warisan Mesir yang kaya.
“Sudah saatnya kita menjadi ilmuwan atas monumen kita sendiri,” tegasnya, menyoroti pentingnya peran Mesir dalam studi dan pelestarian sejarahnya. Hawass mengungkapkan fakta mengejutkan, “Di Lembah Para Raja, 64 makam kerajaan ditemukan. Namun, tidak satu pun digali oleh tangan orang Mesir.”
Hawass menyoroti bahwa sebagian besar penemuan besar di Mesir, termasuk makam Tutankhamun yang legendaris, hampir seluruhnya dilakukan oleh arkeolog asing. Sejak lama, Hawass berargumen bahwa rakyat Mesir wajib memimpin dalam studi dan pelestarian warisan mereka sendiri, sebuah misi yang dia jadikan tujuan hidupnya.
Direktur Jenderal Kepurbakalaan Luxor, Dr. Abdelghafar Wagdy, sependapat bahwa museum ini adalah langkah signifikan menuju tujuan tersebut. “Sejak tahun 2002, Ilmu Mesir Kuno di Mesir telah memasuki fase baru yang dinamis,” jelasnya.
Ia melanjutkan, “Terdapat peningkatan rasa kepemilikan, dan para ilmuwan serta konservator Mesir kini memimpin banyak proyek penggalian dan warisan berskala besar.” Ini menunjukkan pergeseran paradigma dalam studi arkeologi Mesir.
Meskipun museum ini dirancang sebagai ruang untuk semua warga Mesir, biaya masuknya diperkirakan akan menjadi kendala bagi sebagian masyarakat. Harga tiket dewasa untuk warga Mesir adalah 200 pound Mesir (sekitar Rp70.000), jauh lebih murah dibandingkan 1.200 pound (sekitar Rp422.000) yang dikenakan untuk turis asing. Namun, harga ini tetap dianggap terlalu mahal bagi banyak keluarga lokal.
“Kita tidak cukup hanya mengurus yang sudah meninggal; kita juga harus memperhatikan mereka yang masih hidup,” ujar Profesor Ikram. “Museum ini diperuntukkan bagi semua orang, meskipun biaya masuknya terasa sedikit memberatkan bagi sebagian warga Mesir,” tambahnya, menyerukan pertimbangan lebih lanjut mengenai aksesibilitas.
Era baru arkeologi

Bagi Hawass, pembukaan Museum Agung Mesir bukan semata upaya untuk melindungi artefak masa lalu, tetapi juga untuk menjamin masa depan Mesir sebagai pusat penemuan global yang berkelanjutan. Museum ini menjadi simbol ambisi Mesir di bidang arkeologi.
Di luar galeri-galeri monumentalnya, kompleks museum ini menaungi beberapa laboratorium konservasi dan penelitian paling canggih di kawasan. Ruang-ruang modern ini akan menjadi tempat di mana tim peneliti Mesir dan internasional akan terus mempelajari, memulihkan, dan mengungkap temuan-temuan baru selama puluhan tahun mendatang, memperkaya pemahaman kita tentang peradaban kuno.
“Saat ini saya sedang melakukan penggalian di Luxor, di Lembah Para Raja. Saya juga menggali di Saqqara,” ungkap Hawass, memberikan gambaran tentang pekerjaan yang masih berjalan. Ia optimis, “Kita baru menemukan 30% dari monumen kita, masih ada 70% yang tersembunyi di bawah pasir.”
Meskipun Museum Agung Mesir telah membuka aula megahnya untuk publik, harta karun terbesar Mesir masih menanti di bawah gurunnya yang luas. Pembukaan museum ini menandai era baru arkeologi Mesir yang menjanjikan, dengan potensi penemuan-penemuan luar biasa di masa depan.
Laporan tambahan oleh BBC News Arabic
- Seperti apa kehidupan anak kecil pada masa prasejarah?
- Mesir temukan ‘kota emas yang hilang’ warisan Firaun 3.000 tahun lalu
- Arkeolog temukan patung sphinx tersenyum di Mesir
- Mumi berusia 2.000 tahun dengan ‘lidah emas’ ditemukan di Mesir
- Pembunuhan anak: Tangan dipotong untuk membuka makam kuno di Mesir
- Gunung Padang ‘berpotensi menjadi piramida tertua di dunia’ – Bagaimana bentuk dan fungsinya?