
Zohran Mamdani, seorang politikus sayap kiri berusia 34 tahun, berhasil mencetak sejarah dengan memenangi pilwalkot New York City. Kemenangannya yang mengesankan ini menandai babak baru dalam lanskap politik Amerika Serikat.
Dalam kontestasi yang ketat, Mamdani berhasil mengalahkan Andrew Cuomo, yang maju sebagai calon independen setelah sebelumnya gagal dalam pemilihan pendahuluan kandidat Demokrat. Menurut laporan Reuters pada Rabu (5/11), pemilihan kali ini juga mencatat partisipasi pemilih yang luar biasa, dengan lebih dari 2 juta surat suara terkumpul—jumlah terbanyak di New York City sejak tahun 1969.
Selama masa kampanye, Zohran Mamdani secara konsisten menyuarakan dan menawarkan sejumlah kebijakan sayap kiri yang ambisius. Di antaranya adalah rencana pembekuan biaya sewa untuk hampir satu juta unit apartemen dan inisiatif penggratisan biaya bus kota, yang mencerminkan komitmennya terhadap kesejahteraan masyarakat.
Zohran Mamdani: New York Tak Akan Jual Islamofobia Demi Menang Pemilu

Dalam pidato kemenangannya yang penuh semangat, Wali Kota terpilih New York City, Zohran Mamdani, mengumandangkan visinya untuk menjadikan New York sebagai mercusuar keberagaman. Ia berjanji akan membangun sebuah kota di mana setiap individu merasa dihargai dan diwakili.
Seperti dikutip dari The Guardian pada Rabu (5/11), Mamdani menegaskan komitmennya untuk membela semua warga. “Di sini kami percaya untuk membela mereka yang kami sayangi, entah Anda seorang imigran, anggota dari komunitas trans, salah satu dari perempuan kulit hitam yang dipecat Donald Trump dari pekerjaan federal, ibu tunggal yang masih menunggu harga bahan makanan turun atau siapa pun yang terdesak, perjuangan Anda adalah perjuangan kami juga,” ucap Mamdani, menekankan bahwa perjuangan setiap kelompok adalah perjuangan bersama.
Lebih lanjut, Mamdani bertekad untuk memupuk iklim toleransi antarberbagai komunitas agama di New York. Ia menyatakan, “Kami akan membangun balai kota yang berdiri teguh bersama warga Yahudi New York dan tak goyah dalam melawan momok antisemitisme di mana lebih dari 1 juta umat Muslim tahu bahwa mereka berhak tidak hanya di lima wilayah kota ini, tapi juga di gedung-gedung kekuasaan.” Secara tegas ia menambahkan, “New York tidak akan lagi jadi kota tempat Anda memperdagangkan Islamofobia dan memenangkan pemilu.”
Meskipun mengakui adanya kekhawatiran terkait usia dan minimnya pengalaman ketika nanti menjabat, Mamdani optimistis bahwa New York akan menjadi “cahaya di tengah kegelapan politik.” Ia berjanji, “Ketika kita memasuki balai kota dalam 58 hari, ekspektasi akan tinggi. Kami akan memenuhinya.”
Mamdani meyakini bahwa kehebatan New York City di masa depan bukanlah konsep abstrak, melainkan sesuatu yang akan dirasakan secara nyata oleh setiap warganya. Ini akan termanifestasi dalam rasa aman para ibu tunggal, kelancaran transportasi umum yang memungkinkan anak-anak tiba di sekolah tepat waktu, serta berita utama surat kabar yang mengisahkan kesuksesan alih-alih skandal. Puncaknya, ia berharap, “Ini akan dirasakan oleh setiap warga New York ketika kota yang mereka cintai akhirnya mencintai mereka kembali.”
Zohran Mamdani Rayakan Kemenangan, Sebut New York Tahu Cara Kalahkan Trump

Dalam euforia pidato kemenangannya, Wali Kota terpilih New York City, Zohran Mamdani, tak ragu menyinggung nama mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Retorika ini bukan tanpa alasan, mengingat Trump, seorang politikus Republik asal New York, telah berulang kali menyerang Mamdani—yang merupakan politikus Demokrat berusia 34 tahun—jauh sebelum hari pemungutan suara.
Di hadapan lautan pendukungnya, Mamdani menegaskan bahwa kemenangannya adalah bukti nyata bahwa kekuatan rakyat mampu menumbangkan resistensi Trump. Berdasarkan perhitungan Fox News, Mamdani berhasil mengamankan lebih dari 50 persen suara dalam pilwalkot kali ini, sebuah pencapaian signifikan.
Seperti dikutip dari AFP, Zohran Mamdani dengan lantang menyatakan, “Jika ada yang bisa menunjukkan kepada bangsa yang telah dikhianati Donald Trump cara mengalahkannya, kota itulah yang melahirkannya.” Ia melanjutkan, “Di masa kegelapan politik ini, New York akan menjadi cahayanya,” sebuah sentimen yang sejalan dengan visinya sebelumnya tentang kota yang menjadi pelita.
Pria keturunan India yang lahir di Uganda ini juga menyoroti bagaimana Trump secara terbuka berupaya menghalanginya untuk terpilih menjadi wali kota, namun upaya tersebut justru berujung pada kemenangan historis Mamdani.
Kenapa Trump Benci dengan Zohran Mamdani?

Kemenangan Zohran Mamdani menjadi momen bersejarah, tidak hanya sebagai wali kota Syiah pertama New York City, tetapi juga sebagai warga AS keturunan Asia Selatan pertama yang menduduki jabatan tersebut. Sebagai calon dari Partai Demokrat, Mamdani mendeskripsikan dirinya sebagai seorang imigran Muslim yang progresif dan sosialis demokratik, sebuah identitas yang resonan dengan mayoritas pemilihnya, terbukti dari perolehan suara di atas 50% yang ia raih.
Platform kampanye Mamdani yang berpihak pada rakyat mencakup serangkaian program ambisius, seperti peningkatan pajak perusahaan, pemberlakuan pajak tinggi bagi kaum kaya, pembekuan biaya sewa apartemen, pembangunan hunian terjangkau, dan penggratisan biaya bus. Kebijakan-kebijakan inilah yang menjadi daya tarik utama baginya.
Meskipun tidak pernah secara eksplisit mengomentari program-program tersebut, Donald Trump, mantan presiden yang juga berasal dari New York, berulang kali melabeli Mamdani sebagai “komunis”. Pada tanggal 27 Juni, Trump menyatakan kekhawatirannya akan sosok Mamdani di mata para pebisnis: “Mereka khawatir bahwa seseorang seperti komunis dari New York ini suatu hari akan terpilih jadi wali kota,” ungkap Trump seperti dikutip dari CNBC, menambahkan, “Dia adalah komunis. Kita akan jadi kota komunis. Itu sangat buruk bagi New York.”
Retorika Trump tidak berhenti pada tuduhan komunisme. Ia bahkan pernah mengancam akan menangkap dan mendeportasi Mamdani. Ancaman ini muncul setelah Mamdani secara terbuka mengkritik kebijakan imigrasi Trump yang keras, yang disebutnya rasis dan inkonstitusional. Dikutip dari The Washington Post, Trump saat mengunjungi pusat penahanan sementara imigran di Florida pada 2 Juli, mengatakan, “Saya akan menangkapnya. Kami tidak membutuhkan komunis di negara ini, tapi jika ada, saya akan memantaunya dengan hati-hati demi bangsa ini,” sebuah pernyataan yang semakin memperkeruh perseteruan politik di antara keduanya.
Letnan Gubernur Virginia: Ghazala Hashmi

Gelombang kemenangan bagi politikus Muslim di Amerika Serikat tidak hanya terbatas pada Zohran Mamdani. Pada hari Selasa (4/11), Ghazala Hashmi juga mencetak sejarah dalam pemilihan kepala daerah serentak, meraih rekor yang tak kalah penting. Kedua tokoh ini, baik Mamdani maupun Hashmi, sama-sama memiliki latar belakang keturunan India.
Hashmi menorehkan namanya sebagai letnan gubernur Muslim pertama di AS, sebuah posisi yang setara dengan wakil gubernur di Indonesia. Kemenangan bersejarah ini diraihnya dalam pemilihan letnan gubernur di Negara Bagian Virginia, di mana pemilihan gubernur dan letnan gubernur diselenggarakan secara terpisah.
Media NBC News mengumumkan kemenangan Hashmi, politikus dari Partai Demokrat, yang akan mendampingi Abigail Spanberger—rekan separtainya—sebagai gubernur. Dalam pidato kemenangannya, Hashmi dengan tulus menyampaikan bahwa pencapaiannya adalah buah dari dukungan tak tergoyahkan dari para pendukungnya.
“Perjalanan saya sendiri, dari seorang anak kecil yang mendarat di bandara Savannah hingga kini terpilih sebagai perempuan Muslim pertama yang meraih jabatan di tingkat negara bagian,” ujar Hashmi, seperti dikutip dari NBC. Ia menambahkan dengan bangga, “Perempuan Muslim pertama yang meraih jabatan di tingkat negara bagian, bukan hanya di Virginia, tetapi di seluruh negeri.” Pernyataan ini menggarisbawahi signifikansi kemenangannya bagi representasi Muslim di kancah politik AS.
Letnan Gubernur
Di Negara Bagian Virginia, jabatan letnan gubernur (letgub) memiliki tanggung jawab resmi yang relatif lebih sedikit dibandingkan gubernur, namun perannya sangat vital sebagai penentu keputusan penting dalam senat negara bagian. Selain itu, letnan gubernur juga merupakan orang pertama dalam garis suksesi untuk menggantikan gubernur jika terjadi kematian atau pengunduran diri.
Kemenangan Ghazala Hashmi ini mendapat apresiasi hangat dari Ken Martin, Ketua Komite Nasional Partai Demokrat. Martin memuji kampanye Hashmi yang dinilainya sangat terfokus pada isu-isu krusial bagi warga Virginia.
“Wakil Gubernur terpilih Hashmi menjalankan kampanye yang sangat terfokus pada penurunan biaya, pertumbuhan ekonomi Virginia, dan memastikan anak-anak kita memiliki akses ke layanan penitipan anak dan pendidikan berkualitas tinggi,” jelas Martin, menyoroti komitmen Hashmi terhadap kesejahteraan ekonomi dan pendidikan warganya.