
Meski pernah digagas sejak 50 tahun lalu, fasilitas penyimpanan energi udara cair siap beroperasi pertama kalinya pada 2026. Teknologi ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Sebelumnya, sudah ada baterai litium skala jaringan dan pembangkit listrik tenaga air yang juga berfungsi menyimpan energi bersih dan bisa menggantikan penggunaan bahan bakar fosil.
Menurut Badan Energi Internasional, kapasitas penyimpanan baterai berskala jaringan meningkat dari 1gigawatt (GW) pada 2013 menjadi lebih dari 85GW pada 2023.
Namun dengan kehadiran penyimpanan energi udara cair ini, pilihan penggunaan listrik dengan memanfaatkan energi terbarukan lebih variatif.
Ini juga bisa menjadi opsi ketika energi surya dan angin minim dijumpai di musim-musim tertentu di beberapa negara.
Beralih ke energi terbarukan ini penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak buruk dari perubahan iklim, meski memunculkan tantangan lain terkait jaringan listrik.
Selama ini, energi terbarukan bersifat intermiten atau tidak teratur.
Artinya, terkadang listrik yang dihasilkan tidak dalam jumlah memadai sehingga berisiko menyebabkan pemadaman listrik.
Namun ada waktunya listrik yang dihasilkan berlebihan sehingga dapat merusak jaringan listrik.
Berbeda dengan pembangkit listrik dengan bahan bakar fosil seperti batu bara dan gas yang dapat dinyalakan dan dimatikan sesuai kebutuhan.
Selain itu, pembangkit listrik jenis ini juga mampu menyediakan pasokan listrik yang dapat diprediksi dan disesuaikan dengan permintaan.
Untuk itu, salah satu solusi utama adalah menyimpan energi surplus agar dapat dilepaskan saat dibutuhkan. Hal ini membantu memastikan pasokan yang andal dan meminimalkan risiko kerusakan pada jaringan listrik.
Apalagi sejalan dengan meningkatnya penggunaan energi terbarukan, membangun kapasitas penyimpanan skala jaringan menjadi semakin penting, kata Shaylin Cetegen, seorang insinyur kimia di Massachusetts Institute of Technology (MIT).
Selama puluhan tahun, bentuk utama penyimpanan energi adalah pembangkit listrik tenaga air terpompa. Cara ini memanfaatkan listrik berlebih untuk memompa air ke atas bukit sehingga bisa disimpan di belakang bendungan.
Ketika energi dibutuhkan, air dialirkan melalui turbin untuk menghasilkan listrik. Pada 2021, dunia memiliki kapasitas pembangkit listrik tenaga air terpompa sebesar 160 gigawatt.
Kini, penyimpanan energi udara cair dijajal. Adapun pembangunan lokasi fasilitas penyimpanan energi udara cair skala komersial pertama ini berada di dekat desa Carrington, Manchester, Inggris.
Jika proyek ini berhasil, proyek-proyek lain akan menyusul. Pengembang situs yaitu Highview Power yakin penyimpanan energi udara cair akan memudahkan negara-negara untuk mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan yang bersih meski saat ini teknologinya masih terbilang mahal.
Namun seiring dengan meningkatnya kebutuhan penyimpanan energi bersih, perusahaan ini memperkirakan ada pergeseran kebiasaan sehingga penyimpanan energi udara cair diminati.
Bagaimana cara kerja penyimpanan energi udara cair?
Ide dasar penyimpanan energi udara cair ini telah ada sejak 1977, tapi baru mendapat perhatian serius pada abad ini.
Proses kerjanya berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, udara diambil dari lingkungan sekitar dan dibersihkan. Kedua, udara dikompres berulang kali hingga mencapai tekanan sangat tinggi.
Ketiga, udara didinginkan hingga menjadi cair dengan menggunakan penukar panas multi-aliran: perangkat yang terdiri dari saluran dan tabung yang membawa zat pada suhu berbeda sehingga memungkinkan transfer panas secara terkontrol.
Ada beberapa trik hemat energi yang menarik sepanjang proses. Misalnya, gas yang berada di bawah tekanan tinggi menjadi lebih panas sehingga proses kompresi udara menghasilkan panas. Panas ini dapat digunakan untuk membantu mengembalikan udara cair pada tahap kedua proses.
“Tanpa siklus pemulihan panas ini, efisiensi proses mendekati 50%, tetapi ketika kita menerapkan pemulihan panas, kita dapat mencapai lebih dari 60%, bahkan mendekati 70% efisiensi,” kata Cetegen yang meneliti sistem penyimpanan energi.
Di lokasi yang tengah dibangun fasilitas ini nantinya akan berisi deretan mesin industri dan sejumlah tangki penyimpanan besar. Tangki ini akan diisi dengan udara yang telah dikompresi dan didinginkan hingga menjadi cair.
Perubahan zatnya menggunakan kelebihan energi terbarukan saat permintaan rendah. Kemudian, energi yang disimpan dalam tangki dapat dilepaskan kembali saat permintaan melebihi pasokan.
İni akan membuat suatu siklus. Udara cair digunakan ketika jaringan listrik membutuhkan energi tambahan.
Caranya, udara tersebut dipompa keluar dari penyimpanan dan diuapkan kembali menjadi gas. Gas tersebut digunakan untuk menggerakkan turbin sehingga menghasilkan listrik untuk jaringan. Setelah itu, udara dilepaskan kembali ke atmosfer dan ditampung lagi dalam tangki penyimpanan.
Tantangannya adalah untuk menerapkan penyimpanan energi udara cair dalam skala yang cukup untuk mempercepat transisi hijau secara signifikan.
Bagaimana menghasilkan skala energi udara cair yang cukup?
Pabrik baru di Carrington, Manchester, yang dibangun oleh Highview Power ini diprediksi mampu menyimpan 300 megawatt-jam listrik. Kapasitas listrik itu cukup untuk menutupi kekurangan pasokan listrik bagi sekitar 480.000 rumah tangga.
Pabrik ini akan beroperasi dalam dua tahap, kata CEO Richard Butland.
Pada Agustus 2026, turbin akan mulai beroperasi. Turbin ini tidak akan menghasilkan listrik, tapi akan membantu menstabilkan jaringan listrik.
Saat ini, kata Butland, operator jaringan listrik terkadang menyalakan pembangkit listrik berbahan bakar gas untuk menstabilkan jaringan. “Ini merupakan biaya besar bagi sistem,” ujar Butland.
Kemudian pada tahun 2027, penyimpanan udara cair diperkirakan akan mulai beroperasi. Highview Power berencana untuk menghasilkan pendapatan dengan menjual listrik ke jaringan listrik saat permintaan tertinggi.
Highview Power meyakini “Manchester akan memberikan keuntungan yang sangat baik,” kata Butland.
Dua pabrik lain yang direncanakan Highview Power berada di Hunterston, Skotlandia, dan Killingholme di Lincolnshire. Pembangunan ini didukung oleh kebijakan pemerintah Inggris yang disebut “cap and floor”, yang menjamin perusahaan mendapatkan pengembalian modal minimum.
Menurut Butland, Hal ini memberikan keyakinan kepada investor dalam proyek-proyek tersebut. “Mereka mengharapkan setiap proyek menghasilkan lebih dari minimum,” ujar Butland.
Selain rencana pabrik di atas, perusahaan ini juga berencana untuk dua pabrik tambahan lagi di Inggris, serta lebih banyak lagi di Jepang dan Australia.
Pabrik-pabrik ini akan jauh lebih besar dibanding pabrik saat ini. Saat ini, untuk sementara pabrik Carrington akan menyimpan 300MWh, pabrik di Skotlandia akan menyimpan 10 kali lebih besar dengan kapasitas 2,5GWh.
Biaya tangki penyimpanan yang relation murah dinilai memudahkan untuk memperluas jaringan meski kompresor dan mesin pendinginnya tetap mahal.
Berapa biaya penyimpanan energi udara cair?
Penyimpanan energi merupakan teknologi yang esensial saat ini, meski secara ekonomi cukup menantang, kata Cetegen.
Dalam studi yang diterbitkan pada bulan Maret, dia dan rekan-rekannya mengevaluasi seberapa layak penyimpanan energi udara cair di 18 wilayah di AS.
Mereka membandingkan delapan skenario dekarbonisasi yang berbeda dengan tingkat adopsi energi terbarukan yang bervariasi. Dalam semua kasus, mereka memperkirakan berapa banyak uang yang dapat dihasilkan oleh suatu proyek dengan membeli dan menjual listrik selama masa pakai 40 tahun.
Dalam skenario dekarbonisasi paling agresif, penyimpanan energi udara cair layak secara ekonomi di Florida dan Texas, tetapi tidak di tempat lain. “Kami tidak menemukan sistem yang layak secara ekonomi dalam skenario dekarbonisasi di tempat lainnya,” kata Cetegen.
Meski sepertinya studi ini menunjukkan “hasil negatif”, ia menekankan bukan berarti penyimpanan energi udara cair adalah ide yang buruk.
Ia kemudian membeberkan studi yang dilakukan ini sengaja masih menggunakan metode konservatif. Lalu, masalah terbesar yang perlu dipahami adalah fasilitas penyimpanan tidak dapat menghasilkan banyak uang pada tahun-tahun awal beroperasi.
Hal ini disebabkan sumber energi terbarukan di jaringan listrik AS belum cukup sehingga harganya masih terbilang tinggi.
Bagi penyedia penyimpanan energi udara cair menunda beberapa tahun lagi hingga energi terbarukan mulai cukup sehingga harga bisa bersaing dapat menjadi opsi. Akan tetapi, hal ini berpotensi menghambat transisi energi, kata Cetegen.
Dalam studinya, pemerintah dapat menjalankan perannya dengan mensubsidi biaya modal awal untuk mendirikan sistem. Hal ini “dapat menjadi pendekatan yang layak untuk mencapai kelayakan ekonomi dalam jangka pendek”, katanya.
Sebab, adopsi energi terbarukan yang lebih cepat akan membantu penyesuaian harga energi, sehingga penyimpanan energi menjadi lebih layak secara ekonomi.
Cetegen menunjukkan perhitungannya untuk mendukung penyimpanan energi udara cair sekaligus memberikan harganya murah.
Teknologi penyimpanan energi sering dievaluasi menggunakan metrik yang disebut “biaya penyimpanan rata-rata”. Ini memperkirakan berapa biaya setiap unit energi yang disimpan selama masa pakai proyek.
Untuk udara cair, biaya ini bisa serendah $45 atau setara Rp747 ribu per megawatt-jam. İni lebih murah dibandingkan dengan $120 atau setara Rp1,99 juta untuk hidro pompa dan $175 atau setara Rp2,9 juta untuk baterai lithium-ion.
“Meskipun tidak ada metode penyimpanan energi yang cukup ekonomis saat ini tanpa dukungan kebijakan, penyimpanan energi udara cair merupakan opsi yang sangat efisien biaya untuk penyimpanan skala besar,” kata Cotegen.
Pada akhirnya, Butland memperkirakan jaringan listrik akan bergantung pada campuran teknologi penyimpanan energi. Pembangkit listrik tenaga air terpompa sangat efektif dan dapat beroperasi selama puluhan tahun, tapi bergantung pada lokasi karena membutuhkan pasokan air.
Di sisi lain, baterai sangat efisien dan dapat dipasang di mana saja, tetapi perlu diganti setelah sekitar 10 tahun. Udara cair memiliki keunggulan dapat menyimpan energi lebih lama daripada baterai, dengan kerugian minimal.
Saat suatu negara memasuki transisi hijau, jaringan listriknya perlu dirancang ulang untuk menyesuaikan diri.
“Kami sedang membangun ulang semua jaringan listrik secara global berdasarkan pembangkit listrik baru,” kata Butland.
Dan hal itu kemungkinan besar akan melibatkan banyak penyimpanan energi udara cair.
- Pembangkit listrik batu bara yang diubah jadi ‘baterai raksasa’
- Indonesia dapat pendanaan Rp20,18 triliun untuk energi bersih – Apa itu pendanaan hijau yang jadi tema utama COP29?
- Sulit didaur ulang dan menguras banyak air – Mungkinkah mencari alternatif baterai litium yang murah dan ramah lingkungan?
- Pulau milik masyarakat di Skotlandia yang hidup dengan energi terbarukan
- Bagaimana Maroko memimpin dunia dalam energi terbarukan dari tenaga surya
- Pembangkit listrik batu bara yang diubah jadi ‘baterai raksasa’