Kata Pakar Soal Pemerintah Kaji Pembatasan Game Online Usai Bom SMA 72 Jakarta

Photo of author

By AdminTekno

Rencana pemerintah untuk membatasi permainan daring bertema peperangan seperti PUBG Mobile pasca-insiden ledakan di SMA 72 Jakarta memunculkan perdebatan publik tentang dampak game terhadap perilaku remaja.

Lukman Hakim Dosen Informatika Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya), menilai bahwa langkah pemerintah memang menunjukkan niat baik untuk melindungi generasi muda dari pengaruh negatif hiburan digital. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak diambil secara tergesa-gesa dan emosional.

“Langkah ini harus dilaksanakan dengan hati-hati, berbasis bukti, dan seimbang agar tidak sekadar menjadi respons emosional, tetapi menjadi bagian dari strategi pembinaan digital yang integratif,” jelas Lukman dalam keterangannya, seperti dikutip Selasa (11/11).

Menurutnya, game daring seperti PUBG kerap menjadi bentuk pelarian psikologis bagi remaja yang mengalami tekanan emosional atau sosial. Dalam konteks ini, menyalahkan game sebagai akar masalah justru berisiko menutup pandangan terhadap isu yang lebih mendasar yakni lemahnya sistem deteksi dini terhadap stres, depresi, dan kekerasan sosial di sekolah.

Lukman menegaskan, bahwa pembatasan game berbasis asumsi dapat menimbulkan kesan represif terhadap ruang ekspresi digital remaja, tanpa menyelesaikan akar persoalan yang sebenarnya. Ia menilai, pemerintah perlu memusatkan perhatian pada langkah-langkah yang lebih konstruktif dan jangka panjang.

Beberapa di antaranya, pertama, memperkuat program kesehatan mental di sekolah. Sekolah perlu menyediakan layanan konseling profesional, sistem dukungan sebaya (peer-support system), serta pelatihan bagi guru untuk mengenali tanda-tanda depresi atau isolasi sosial siswa.

Kedua, membangun literasi digital yang sehat. Pendidikan digital tidak boleh hanya fokus pada pembatasan konten, tetapi juga harus mengajarkan siswa berpikir kritis, memahami konteks kekerasan di media, dan menyeimbangkan waktu bermain dengan aktivitas lain.

Ketiga, melibatkan riset akademik dalam kebijakan publik.

“Kebijakan publik harus berbasis data empiris dari penelitian psikologi, pendidikan, dan sosiologi anak muda, bukan sekadar reaksi terhadap peristiwa tragis,” tambahnya.

Lukman mengutip hasil tinjauan dari jurnal internasional “Escaping through virtual gaming what is the association with emotional, social, and mental health? A systematic review,” yang menjelaskan bahwa game bisa berperan sebagai bentuk eskapisme atau pelarian sementara dari tekanan kehidupan nyata. Karena itu, pelarangan total tanpa memahami konteks sosial dan psikologis pemain justru kontraproduktif.

“Kunci utamanya adalah bagaimana memastikan pelajar tetap dapat menikmati hiburan digital secara sehat, namun sekaligus terlindungi dan memiliki resiliensi terhadap potensi risiko di dunia nyata,” pungkasnya.

Leave a Comment