PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) telah menjatuhkan sanksi disipliner kepada karyawan yang diduga terlibat dalam kasus pelecehan seksual, di mana tiga karyawan lainnya dilaporkan menjadi korban atasannya.
Ayu Wardhani, Kepala Departemen Humas dan CSR Transjakarta, dengan tegas menyatakan bahwa perusahaan tidak akan menoleransi tindakan semacam itu. Pelaku saat ini telah dikenakan Surat Peringatan Kedua (SP2) sebagai sanksi disipliner. Ayu juga menambahkan, “Kami akan melakukan tindakan tegas, bisa dalam bentuk PHK, jika ditemukan bukti-bukti baru yang mendukung keputusan tersebut,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima kumparan pada Kamis (13/11).
Lebih lanjut, Ayu menegaskan komitmen Transjakarta untuk memberikan pendampingan penuh kepada para korban, terutama jika kasus ini berlanjut ke ranah hukum. Komitmen kuat ini sejalan dengan upaya perusahaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan bebas diskriminasi bagi seluruh karyawan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Transjakarta telah memberlakukan Peraturan Direksi (Perdir) Nomor 53 Tahun 2025 yang mengatur lingkungan kerja yang inklusif dan setara. Selain itu, sebagai bentuk keseriusan, perusahaan juga membentuk Satgas LENTERA (Lingkungan Kerja Aman dan Setara) serta Ombudsman internal sebagai saluran pelaporan dan dukungan bagi korban kekerasan di tempat kerja. “Direksi berkomitmen menjaga lingkungan kerja yang setara dan inklusif dengan menerapkannya dalam bentuk regulasi formal,” kata Ayu.
Dugaan Pelecehan Seksual
Sebelumnya, pada Rabu (12/11), kasus ini mencuat ke publik setelah sejumlah anggota Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Dirgantara Digital dan Transportasi (PUK SPDT FSPMI) PT Transjakarta menggelar aksi protes di depan kantor Transjakarta, Jakarta Timur. Salah satu tuntutan utama mereka adalah penanganan kasus dugaan pelecehan seksual ini. Dikutip dari Antara, Indra Kurniawan, Ketua PUK SPDT FSPMI PT Transjakarta, mengungkapkan bahwa insiden ini telah bergulir sejak Mei 2025. Korban pertama merupakan bagian dari satuan tugas (satgas) Transcare, yang melayani antar-jemput bagi penyandang disabilitas, sementara dua korban lainnya adalah satgas Transjakarta di bidang layanan wisata. Sementara itu, dua terduga pelaku diidentifikasi sebagai koordinator lapangan di unit pelayanan dan pengendalian bus wisata, tempat para korban bekerja.
Indra Kurniawan merinci dugaan tindakan pelecehan yang dilakukan pelaku, antara lain “melakukan pemukulan pada bagian tubuh (korban), menoyor kepala anggota kami, serta mengajak berhubungan dan sambil menarik pakaian dalam korban.” Ia juga menambahkan bahwa para korban saat ini masih mengalami trauma dan ketakutan mendalam, sehingga mereka menuntut agar para pelaku segera dipecat atau dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK). Meskipun perusahaan telah memberikan sanksi SP2 kepada pelaku, pihak korban melalui serikat pekerja, tetap bersikeras agar sanksi tertinggi berupa PHK dijatuhkan.
Ringkasan
PT Transjakarta menjatuhkan sanksi disipliner berupa Surat Peringatan Kedua (SP2) kepada seorang karyawan yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga karyawan lainnya. Perusahaan menegaskan tidak akan menoleransi tindakan tersebut dan siap menjatuhkan sanksi lebih berat, termasuk PHK, jika ditemukan bukti baru.
Transjakarta berkomitmen memberikan pendampingan kepada korban dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan bebas diskriminasi. Perusahaan telah memberlakukan Peraturan Direksi Nomor 53 Tahun 2025, membentuk Satgas LENTERA dan Ombudsman internal sebagai saluran pelaporan dan dukungan bagi korban kekerasan di tempat kerja. Kasus ini mencuat setelah aksi protes dari serikat pekerja yang menuntut pemecatan pelaku atas dugaan tindakan pelecehan yang terjadi sejak Mei 2025.