
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mengungkapkan, banyak siswa SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, yang meminta pindah sekolah pascaledakan yang terjadi pada Jumat (7/11).
Puluhan orang termasuk siswa terluka imbas ledakan itu. Sebagian besar korban mengalami gangguan pendengaran, luka bakar ringan, hingga trauma saluran pencernaan.
“Ternyata dampaknya juga di luar dugaan saya. Banyak siswa yang kemudian minta pindah sekolah,” kata Pramono di Gedung Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (16/11).
Ia menyebut, pembahasan ini harus hati-hati agar dampak kejadian tidak berkepanjangan.
“Nah, inilah yang juga menjadi pikiran. Saya sudah minta kepada sekolah dan termasuk Ibu Kepala Dinas Pendidikan (Nahdiana) ini dirumuskan secara baik. Karena saya enggak mau kemudian dampaknya sampai panjang, begitu kan,” lanjutnya.

Pihak sekolah dan orang tua akan menggelar pertemuan pada Senin (17/11) untuk menentukan apakah pembelajaran tetap daring atau kembali tatap muka.
“Hari Senin besok mereka akan mengundang para murid dan juga guru, untuk diberikan pilihan. Apakah mereka akan sekolah langsung atau melalui daring,” ujar Pramono.
Pramono mengatakan, dirinya sempat bertemu langsung dengan Kepala SMAN 72, Sabtu (15/11). Ia meminta agar keputusan pembelajaran disusun dengan matang mengingat situasi psikologis sebagian siswa masih belum pulih.
“Saya sampaikan kepada Ibu Kepala Sekolah, batas waktu untuk pembelajaran yang pakai daring, itu kan sampai dengan hari Senin,” kata Pramono.
Pramono menyinggung maraknya penggunaan gawai di kalangan pelajar serta minimnya swasensor yang membuat kasus seperti di SMAN 72 dapat terjadi.
“Kejadian di SMA 72 itu membuka mata kita semua bahwa swasensornya enggak ada dan itu memang kebetulan ketika kejadian kan saya termasuk yang pertama datang,” ucap Pramono.
“Dan ketika di rumah sakit, saya ketemu dengan suspect (terduga) yang melakukan, waktu itu masih setengah sadar. Jadi menurut saya hal-hal seperti ini enggak boleh terjadi,” sambungnya.

Sebelumnya SMAN 72 Jakarta belum akan memulai pembelajaran tatap muka pada Senin (17/11). Pihak sekolah menyebut kegiatan belajar masih dilakukan secara daring sambil menunggu keputusan orang tua terkait model pembelajaran yang akan dipilih pasca-ledakan.
Kepala Sekolah SMAN 72, Tetty Helena Tampubolon, mengatakan pihaknya tetap berhati-hati karena sebagian siswa masih merasakan trauma.
Ia menjelaskan bahwa sekolah tidak akan memaksa siswa untuk langsung mengikuti pembelajaran luring.
“Apa pun yang terjadi. Kita kan belum bisa memastikan mereka harus seluruhnya belajarnya luring ya, karena kalau mereka belum itu, semuanya masih ada sebagian yang kondisinya, traumanya masih ada,” ujarnya.