Pengadilan Kejahatan Internasional Bangladesh (ICT) menjatuhkan vonis hukuman mati secara in absentia kepada mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Vonis ini terkait dengan tindakan keras pemerintahannya dalam menanggapi demonstrasi yang dipimpin mahasiswa pada tahun sebelumnya.
Sheikh Hasina, politikus berusia 78 tahun yang kini menjadi buronan, dituduh sebagai dalang utama dan perancang di balik penindasan demonstrasi massal tersebut. Aksi demonstrasi yang terjadi tahun lalu itu dilaporkan menewaskan sekitar 1.400 orang.
Situasi politik di Bangladesh memang memanas sejak beberapa waktu terakhir. Sheikh Hasina dilaporkan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri pada Agustus 2024 lalu dan meninggalkan Bangladesh menuju India. Keputusan ini diambil setelah gelombang kekerasan yang menelan banyak korban jiwa, menjadi yang terburuk dalam sejarah negara tersebut sejak kelahirannya lebih dari lima dekade lalu.
Sebagai tindak lanjut dari situasi tersebut, pemerintah transisi Bangladesh secara resmi melarang seluruh aktivitas Partai Liga Awami, partai yang dipimpin oleh Sheikh Hasina. Larangan ini diumumkan pada Sabtu (10/5) dan akan berlaku hingga proses pengadilan terhadap para pemimpin dan partai tersebut selesai.
“Telah diputuskan untuk melarang semua aktivitas Partai Liga Awami, baik di dunia nyata maupun ruang digital, berdasarkan Undang-Undang Anti-Terorisme. Larangan ini akan terus berlaku hingga Mahkamah Pidana Internasional (ICT) menyelesaikan proses peradilan terhadap partai dan para pemimpinnya,” ujar Asif Nazrul, penasihat urusan hukum, kepada wartawan usai rapat darurat Dewan Penasihat yang dipimpin oleh pemimpin interim Muhammad Yunus.
Dalam pertemuan darurat tersebut, dewan juga mengubah peraturan terkait ICT dengan memasukkan ketentuan yang memungkinkan pengadilan terhadap partai politik, afiliasi, maupun kelompok pendukung. Langkah ini semakin memperketat ruang gerak bagi Partai Liga Awami dan para pendukungnya.
Laporan dari tim pencari fakta PBB mengungkapkan bahwa sekitar 1.400 orang, termasuk 13 persen di antaranya adalah anak-anak, tewas dalam rentang waktu Juli hingga Agustus tahun lalu. Kekerasan ini terjadi dalam aksi pemberontakan yang dipimpin oleh mahasiswa dan berujung pada jatuhnya pemerintahan Sheikh Hasina.
PBB secara terbuka menuduh Sheikh Hasina dan Partai Liga Awami terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun, tuduhan ini dibantah keras oleh Hasina dan partainya. Mereka bersikeras bahwa proses peradilan yang sedang berlangsung bermotif politik.
Perlu diketahui bahwa pada tahun 2013, Pengadilan Kejahatan Internasional Bangladesh juga pernah menjatuhkan hukuman mati kepada para pemimpin partai oposisi Bangladesh Nationalist Party (BNP) dan Bangladesh Jamaat-e-Islami. Hukuman tersebut diberikan atas dugaan kejahatan yang dilakukan selama Perang Kemerdekaan Bangladesh tahun 1971.
Keputusan-keputusan kontroversial yang diambil oleh ICT sebelumnya telah menuai kritik luas, baik dari dalam negeri maupun dari komunitas internasional. Banyak pihak menilai bahwa proses peradilan yang dilakukan tidak memenuhi standar hukum internasional yang berlaku.
Ringkasan
Pengadilan Kejahatan Internasional Bangladesh (ICT) menjatuhkan vonis hukuman mati in absentia kepada mantan Perdana Menteri Sheikh Hasina atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait penindasan demonstrasi mahasiswa yang menewaskan sekitar 1.400 orang. Hasina, yang kini menjadi buronan setelah mengundurkan diri dan meninggalkan Bangladesh, dituduh sebagai dalang utama penindasan tersebut.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah transisi Bangladesh melarang seluruh aktivitas Partai Liga Awami yang dipimpin Sheikh Hasina hingga proses pengadilan selesai. PBB menuduh Hasina dan partainya terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, tuduhan yang dibantah keras dengan alasan bermotif politik. Sebelumnya, ICT juga menjatuhkan hukuman mati kepada pemimpin oposisi, keputusan yang menuai kritik atas standar hukum internasional.