
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru telah disahkan oleh DPR RI pada Selasa (18/11). UU tersebut disahkan di rapat paripurna ke-8.
“Kami minta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU KUHAP apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Puan sebelum mengesahkan KUHAP.
“Setuju,” jawab anggota dewan. Paripurna ini dihadiri 342 dari 580 anggota. Seluruh pimpinan DPR hadir.
KUHAP baru ini akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Klaim Pembahasan Tak Tergesa-gesa
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengatakan pembahasan KUHAP dilakukan tidak tergesa-gesa. DPR disebutnya turut menyerap aspirasi masyarakat.
“KUHAP ini dalam penyusunan kuat ini kami semaksimal mungkin berikhtiar untuk memenuhi apa yang disebut meaningful participation atau partisipasi yang bermakna,” ujarnya.

Ia menyampaikan, pada KUHAP lama, posisi negara sangat kuat, sedangkan pada KUHAP yang baru ini dibuat agar lebih dikuatkan untuk sisi masyarakat, misalnya soal adanya pengaturan terkait pendampingan oleh advokat sejak awal pemeriksaan.
“KUHAP itu pada intinya adalah undang-undang yang mengatur interaksi antara negara yang diwakili aparat penegak hukum dengan warga negara yang merupakan orang yang bermasalah dengan hukum. KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful,” tuturnya.
“Kalau di KUHAP yang baru ya warga negara diperkuat, diberdayakan haknya diperkuat ya,” imbuhnya.
Habiburokhman Sebut KUHAP Baru Sangat Objektif
Habiburokhman menegaskan KUHAP baru yang akan disahkan akan jauh lebih objektif dibanding KUHAP lama yang berlaku sejak 1981. Ada banyak indikator yang bisa dinilai dan dirasakan masyarakat nantinya.
Salah satu indikator yang bisa dinilai warga, yakni proses penahanan. Syarat seseorang ditahan jauh lebih banyak dan lebih objektif. Misalnya, dia mengabaikan dua kali panggilan penyidik, tersangka memberikan informasi tidak sesuai fakta.
Lalu, tersangka diketahui berupaya melarikan diri, mengulangi tindak pidana, menghilangkan barang bukti, terancam keselamatannya, atau mempengaruhi saksi lain untuk berbohong.
“Ini kan sangat objektif,” kata Habiburokhman.
“Jadi ya, kalau di KUHAP Orde Baru, orang tuh bisa ditahan hanya dengan tiga kekhawatiran. Satu, khawatir melarikan diri, khawatir menghilangkan alat bukti, khawatir mengulangi tindak pidana, yang pemenuhannya unsur subjektivitasnya hanya ada pada penyidik,” tambah dia.
“Nah, kalau yang di KUHAP baru, ini sangat objektif, sangat bisa dinilai, gitu lho,” ucapnya.
Ia mengatakan, pada KUHAP lama atau sebelum direvisi, penahanan itu berdasarkan subjektivitas penegak hukum. Saat ini, menurutnya sudah diatur agar lebih objektif.
“Jadi yang darurat itu adalah bagaimana kita mencabut KUHAP Orde Baru. Yang emergency, panggilan darurat, itu bagaimana segera Menghentikan KUHAP Orde Baru. Sudah terlalu banyak korban KUHAP Orde Baru ini ya,” lanjut dia.
Menkum soal Masih Ada yang Tolak KUHAP Baru
Menkum Supratman Andi Agtas memahami masih ada kelompok masyarakat yang menolak Revisi UU KUHAP. Terkait itu, Supratman mengajak masyarakat untuk objektif dalam melihat KUHAP baru. Pembahasan di DPR sudah sangat terbuka.
“Jadi sekarang kan gini, penolakannya kita harus objektif. Tadi Pak Habib –Habiburokhman Ketua Komisi III– sudah menjelaskan dan tim kami dengan dari pemerintah, belum pernah ada undang-undang yang dilakukan meaningful participation seperti halnya dengan KUHAP,” kata Supratman di DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/11).
“Dari pemerintah, seluruh perguruan tinggi yang punya fakultas hukum di seluruh Indonesia, kami lakukan zoom untuk bisa memberi masukan,” tutur dia.
Politikus Gerindra ini mengatakan, jika masih ada pihak yang menolak KUHAP baru, menurutnya ini merupakan hal biasa. “Karena itu tadi beberapa usulan dari perguruan tinggi kemudian bahwa ada yang setuju, ada yang tidak setuju itu biasa,” kata dia.
Supratman menuturkan, secara umum, KUHAP baru mementingkan perlindungan hak asasi manusia, restorative justice dan memberi kepastian terhadap dan perluasan untuk objek praperadilan.
“Nah ketiga hal itu, itu menghilangkan kesewenang-wenangan yang mungkin dulu pernah terjadi dan itu sangat baik buat masyarakat, termasuk perlindungan bagi kaum disabilitas,” kata Supratman.
“Ini semacam miss opportunity aja gitu karena harusnya lebih diberikan lebih banyak kewenangan kepada pengadilan gitu untuk membuat… sebelum polisi bisa melakukan penangkapan gitu,” tutur dia.
Segera Rampungkan Peraturan Terkait KUHAP
Supratman mengatakan, meski sudah disahkan, pemerintah masih harus membuat peraturan pemerintah untuk mengakomodir KUHAP baru. Total ada 3 peraturan dan itu harus diselesaikan sebelum KUHAP baru berlaku.
“Ini KUHAP kan masih harus ada aturan pelaksanaannya. Ada PP yang kita mau percepat sampai dengan akhir tahun, karena itu mengejar pemberlakuan tanggal 2 Januari, ada tiga PP yang mutlak harus harus diselesaikan,” kata Supratman.
Eks Ketua Baleg DPR ini menyebut, tiga PP ini mendesak dan harus segera diterbitkan. Ia menyebut semua terkait KUHAP.
“Semua –PP– , pelaksanaan tentang KUHAP. Menyangkut semua karena ada ditentukan di situ, peraturan selanjutnya ditentukan oleh peraturan pemerintah,” kata Supratman.
Puan Harap Tak Ada Hoaks
Ketua DPR RI Puan Maharani berharap tidak ada hoaks yang beredar terkait RUU KUHAP. Adapun yang beredar saat ini, kata dia, sudah dipastikan tidak betul.
“Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu semuanya tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian bisa sama-sama kita pahami bahwa itu tidak betul,” kata Puan.
KPK Kaji KUHAP Baru
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, merespons disahkannya KUHAP. KPK bakal menelaah lebih lanjut aturan baru itu.
“Ya, pastinya kan kami ini pelaksana gitu ya, pelaksana daripada undang-undang tersebut, gitu, tentu nanti menjadi sebuah kajian, ditelaah oleh Biro Hukum, mana-mana yang harus kami laksanakan,” kata Setyo di kawasan Bogor, Selasa (18/11).
Setyo berharap, dengan aturan ini tak akan mengurangi kewenangan pihaknya dalam melakukan proses hukum dalam kasus korupsi.
“Ya mudah-mudahan apa yang menjadi kewenangan KPK tidak berubah dengan adanya undang-undang hukum acara pidana yang pertama,” jelasnya.

Sebelumnya, KPK memang sempat menyoroti sejumlah pasal dalam RKUHAP tersebut. Misalnya soal definisi penyelidikan yang akan mengurangi peluang operasi tangkap tangan (OTT) hingga aturan mengenai pencegahan seseorang bepergian ke luar negeri.
Namun, menurut Setyo, KUHAP baru ini tak akan banyak mempengaruhi upaya hukum yang dilakukan KPK nanti.
“Ya, menurut saya sih nggak terlalu banyak pengaruhnya ya, gitu. Karena kan itu ya memedomani bahwa itu asasi daripada para pihak yang diperiksa, gitu. Dan itu menyangkut masalah teknik dan praktik aja lah, gitu, nggak akan banyak berpengaruh,” papar Setyo.
“Kemudian masalah penyadapan, kami juga punya aturan, segala sesuatu yang dilakukan dalam proses penyadapan kita pertanggungjawabkan ke Dewas, gitu. Kita matikan kalau memang sudah tidak ada prosesnya, segala sesuatunya ada aturan yang melekat dalam proses-proses yang dilakukan oleh penyidik,” sambung dia.