Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengukir langkah tegas dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara. Tiga tersangka baru telah resmi ditahan usai menjalani pemeriksaan intensif, memperluas lingkaran pihak-pihak yang diduga terlibat dalam skandal ini.
Perkara ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Agustus 2025. Kala itu, aparat penegak hukum berhasil mengamankan sejumlah individu yang dicurigai terlibat dalam praktik korupsi. Penyidikan awal kemudian menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu Abdul Aziz (Bupati Kolaka Timur), Andi Lukman Hakim (PIC Kementerian Kesehatan untuk Pembangunan RSUD), Ageng Dermanto (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur), Deddy Karnady (pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra), dan Arif Rahman (pihak swasta dari KSP PT Pilar Cerdas Putra). Kelima tersangka ini telah menjalani penahanan oleh penyidik KPK.
Seiring berjalannya proses penyidikan yang mendalam, KPK menemukan adanya indikasi kuat keterlibatan pihak lain. Berdasarkan bukti yang cukup, tiga nama baru pun ditetapkan sebagai tersangka tambahan. Mereka adalah Yasin, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bapenda Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga dikenal sebagai orang kepercayaan Bupati Abdul Aziz; Hendrik Permana, seorang ASN dari Kementerian Kesehatan; serta Aswin Griksa, seorang pihak swasta yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Griksa Cipta.
“Setelah ditemukan kecukupan bukti dalam proses penyidikan, hari ini, Senin 24 November 2025, KPK melakukan penahanan terhadap tiga orang tersangka baru dalam pengembangan penyidikan perkara ini,” terang Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan komitmen lembaga antirasuah dalam membongkar tuntas kasus korupsi RSUD Kolaka Timur ini.
Konstruksi Perkara
Kronologi kasus ini membentang sejak tahun 2023, ketika Hendrik Permana, sebagai ASN Kementerian Kesehatan, diduga menawarkan jasanya sebagai perantara untuk meloloskan atau mengamankan pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi sejumlah kota/kabupaten. Sebagai imbalan atas “jasa” tersebut, ia meminta fee sebesar 2% dari nilai DAK yang berhasil diamankan.
Pada Agustus 2024, Hendrik Permana bertemu dengan Ageng Dermanto, PPK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur. Pertemuan itu membahas desain rumah sakit, yang merupakan bagian krusial dalam pengurusan DAK. Menariknya, untuk RSUD Kolaka Timur, usulan anggaran DAK mengalami lonjakan signifikan, dari semula Rp 47,6 miliar menjadi Rp 170,3 miliar, sebuah peningkatan yang mencurigakan.
Untuk mengamankan agar DAK RSUD Kolaka Timur tidak hilang dan tetap bisa didapatkan pada tahun anggaran 2026, Hendrik Permana lantas meminta sejumlah uang kepada Yasin, yang dikenal sebagai orang kepercayaan Bupati Abdul Aziz. Sebagai langkah awal komitmen fee, Yasin kemudian memberikan uang sebesar Rp 50 juta kepada Hendrik Permana pada bulan November 2024.
“Setelahnya, YSN (Yasin) juga memberikan Rp 400 juta kepada AGD (Ageng Dermanto) untuk urusan “di bawah meja” dengan pihak swasta yakni DK (Deddy Karnady) dari PT PCP, terkait desain bangunan RSUD Koltim, yang diduga menjadi bagian proyek yang dikendalikan oleh HP (Hendrik Permana),” papar Asep Guntur, menjelaskan alur aliran dana. Lebih lanjut, Yasin diketahui menerima uang sejumlah Rp 3,3 miliar dalam kurun waktu Maret hingga Agustus 2025, yang diberikan oleh Deddy Karnady melalui Ageng Dermanto. Dari uang tersebut, Yasin mengalirkan sebagiannya, termasuk Rp 1,5 miliar yang diberikan kepada Hendrik Permana. Saat OTT KPK pada Agustus 2025, tim penyidik juga berhasil mengamankan uang sebesar Rp 977 juta dari tangan Yasin.
Sementara itu, Aswin Griksa, tersangka baru lainnya, diduga memiliki peran sebagai penghubung antara PT PCP dan Ageng Dermanto. Ia juga dicurigai menerima uang sejumlah Rp 365 juta dari Ageng Dermanto, menambah daftar penerima aliran dana haram dalam proyek ini.
Ketiga tersangka baru yang dijerat KPK disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka saat ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Gedung Merah Putih KPK, menunggu proses hukum lebih lanjut.