
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan seluruh warga, termasuk masyarakat di Papua, mendapatkan layanan kesehatan yang layak.
Pernyataan ini ia sampaikan di tengah ramai perbincangan publik soal kasus seorang ibu dan bayi di kandungannya yang meninggal setelah ditolak 4 rumah sakit di Papua.
Menkes mengutip amanat undang-undang yang menegaskan dua hal pokok: setiap warga negara berhak memperoleh layanan kesehatan dan negara wajib memenuhi hak tersebut.
“Tugasnya negara, yang kepala negaranya Pak Presiden, itu di undang-undang jelas bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan,” ujarnya di acara The 1st National Forum of The Indonesian Health Council di The Grand Platinum Hotel, Jakarta, Selasa (25/11).
Acara yang dihadiri oleh pemangku kepentingan di sektor kesehatan ini dihelat oleh Konsul Kedokteran Indonesia. Turut hadir Wamendiktiristek Fauzan.
Budi menjelaskan, dalam forum yang juga dihadiri anggota KKI se-Indonesia itu, kesehatan adalah hak bagi semua. Soal kasus di Papua, ia menyebut harusnya itu tak boleh terjadi.
“Lagi bicara ramai mengenai Papua, jelas setiap warga negara di Undang-Undang Dasar berhak memperoleh layanan kesehatan. Di pasal berikutnya dibilang, itu adalah kewajiban negara untuk memberikan layanan kesehatan tersebut,” kata Budi.
Menurut dia, mandat konstitusi ini kemudian dijalankan melalui pemerintahan yang dibentuk presiden. Presiden menugaskan Menteri Kesehatan untuk memastikan amanah tersebut terpenuhi.
“Kepala negara kemudian membentuk pemerintahan, menugaskan Menteri Kesehatan menjalankan amanah UU tadi. Yaitu memenuhi kewajiban kita, negara, agar masyarakat itu mendapatkan layanan kesehatan,” ucapnya.

Sekilas Kasus
Ibu hamil asal Kampung Hobong, Irene Sokoy bersama bayi dalam kandungannya meninggal dunia pada Senin, 17 November 2025.
Ipar Irene, Ivon Kabey, menjelaskan Irene dibawa dari Kampung Kensio menuju RS Yowari Minggu (16/11) siang untuk proses persalinan.
“Awalnya kami tiba di RSUD Yowari pukul 15.00 WIT dengan status pasien pembukaan enam dan ketuban pecah, tetapi proses persalinan tidak kunjung ditangani karena dugaan bayi berukuran besar, yakni empat kilogram,” kata Ivon dikutip dari Antara, Minggu (23/11).
Dia mengatakan keluarga meminta percepatan rujukan karena kondisi Irene semakin gelisah, tetapi surat rujukan baru selesai mendekati tengah malam, diikuti keterlambatan ambulans yang tiba pukul 01.22 WIT, Senin (17/11).
“Rujukan ke RS Dian Harapan dan RS Abe menolak karena ruangan penuh serta renovasi fasilitas,” katanya.
Setelah ditolak 3 RS, Irene kembali dirujuk ke RS Bhayangkara. Lagi-lagi Irene ditolak karena harus membayar uang muka terlebih dahulu sebesar Rp 4 juta. Saat itu keluarga tidak punya uang sebanyak itu.
“Lanjut kami ke RS Bhayangkara pasien tidak diterima tanpa uang muka Rp 4 juta,” ujarnya.
Karena tidak ada uang, Irene lalu kembali dirujuk ke RSUD Dok II Kota Jayapura. Namun Irene meninggal di perjalanan pukul 05.00 WIT.
“Sejak awal adik ipar saya tidak ditangani dengan baik, kami ke beberapa rumah sakit dan terus ditolak, sampai akhirnya adik saya meninggal dalam perjalanan bersama bayi yang dikandung,” katanya.