Sumut Banjir Longsor: Ribuan Mengungsi, Dampak Hutan Rusak?

Photo of author

By AdminTekno

Setidaknya 2.851 warga di empat kabupaten dan kota di Sumatra Utara harus mengungsi akibat terjangan banjir bandang dan longsor yang melanda sejak akhir 24 November lalu. Fenomena alam dengan skala dahsyat ini, menurut kesaksian warga setempat, belum pernah terjadi dalam puluhan tahun terakhir, meninggalkan jejak kehancuran yang mendalam.

Jumlah korban meninggal yang telah dikonfirmasi mencapai 19 orang, tersebar di wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga. Data ini, yang dihimpun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Basarnas, diperkirakan masih bisa bertambah seiring dengan terus berlangsungnya upaya evakuasi korban di berbagai titik terdampak.

Menurut analisis BNPB, bencana banjir dan longsor di Sumatra Utara ini dipicu oleh aktivitas Siklon Tropis KOTO di Laut Sulu serta Bibit Siklon 95B yang terdeteksi di Selat Malaka. Kedua sistem cuaca ini disebut-sebut sebagai penyebab utama hujan lebat dan angin kencang yang melanda kawasan Sumut, memicu serangkaian kejadian tragis.

Namun, di sisi lain, kelompok advokasi lingkungan Walhi memiliki pandangan berbeda. Mereka meyakini bahwa banjir bandang dan longsor ini tak dapat dilepaskan dari “kerusakan hutan” yang masif akibat penebangan kayu dan kegiatan pertambangan emas yang dioperasikan oleh PT Agincourt Resources. Tudingan ini mengarahkan perhatian pada isu lingkungan sebagai akar permasalahan.

BBC News Indonesia telah secara khusus meminta tanggapan dari PT Agincourt Resources, pemegang konsesi tambang emas Martabe, terkait tudingan Walhi. Namun, hingga berita ini ditulis, perusahaan tersebut belum memberikan jawaban. Di tengah bencana yang mencekam, sekitar 50 orang dilaporkan terjebak di area hutan Kelurahan Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Tapanuli Tengah, dengan salah satu kerabat pengungsi berbagi kisahnya kepada BBC News Indonesia.

Sejak Selasa (25/11), jaringan telekomunikasi di keempat wilayah yang terdampak bencana mengalami pemutusan total, menambah kesulitan bagi para korban dan tim evakuasi. Dalam sebuah video terakhir yang sempat dikirim oleh para pengungsi dari hutan di Hutanabolon, terdengar seruan pilu: “Pak Bupati tolong kami di sini. Kiri-kanan sudah longsor. Tidak ada lagi jalan keluar, Pak Bupati.”

Tak Ada Lagi Kabar dari Hutan

Rose Zebua, yang berada di Jakarta, terakhir kali berkomunikasi dengan kerabatnya di Hutanabolon, Tapanuli Tengah, sekitar pukul 11 siang pada hari Selasa lalu. Di ujung telepon, ada ibu, dua adik kandung, satu keponakan berusia tiga bulan, serta kerabat lainnya yang berjuang di tengah hutan. Mereka melarikan diri dari Gereja BNKP Hutanabolon, tempat mereka mengungsi sejak 22 November.

“Mereka bilang hanya itu jalan yang bisa mereka ambil karena menyeberang sudah enggak bisa,” tutur Rose, menjelaskan situasi genting yang memaksa keluarganya mencari perlindungan di perbukitan. “Jadi mereka harus naik ke bukit untuk menyelamatkan diri, makanya mereka bisa sampai di gunung itu,” tambahnya, menggambarkan upaya putus asa keluarganya.

Malam sebelum keluarga Rose terpaksa lari ke hutan di perbukitan Hutabolon, mereka baru saja menerima bantuan dari Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah. Momen penyerahan bantuan itu bahkan diunggah oleh otoritas pemda ke akun media sosial mereka. Dalam unggahan tersebut, tampak ibu kandung Rose menerima beras, minyak goreng, dan makanan instan dengan ekspresi datar dan tatapan tajam ke arah kamera, seolah menahan beban yang tak terlukiskan.

Namun, bantuan tersebut belum sempat dimanfaatkan. Keluarga Rose dan kerabatnya harus segera mengungsi kembali dari Gereja BNKP Hutanabolon untuk menyelamatkan diri dari terjangan longsor dan banjir yang semakin ganas. Dalam sambungan telepon singkat yang menjadi komunikasi terakhir mereka, keluarga Rose menyampaikan bahwa mereka tak membawa apa pun saat berlari menyelamatkan diri. “Hanya baju di badan, tidak ada makanan, tidak ada persiapan apa-apa,” ujar Rose, dengan nada putus asa.

Video yang sempat dikirimkan oleh kerabatnya dari hutan memperlihatkan kondisi keluarga Rose yang basah kuyup akibat hujan deras. Sebagian dari mereka mengenakan jas hujan, sementara yang lain berusaha berteduh di bawah terpal dan payung kecil yang hanya cukup untuk dua orang dewasa. “Di tengah hutan kami,” ujar salah satu kerabat Rose dalam video tersebut, diikuti seruan lain, “Kami minta tolong.” Sambungan telepon itu adalah kontak terakhir Rose dengan keluarganya, karena jaringan komunikasi di kawasan yang dilanda banjir telah terputus total hingga berita ini diturunkan. Rose kini diliputi keputusasaan, tidak tahu apakah keluarganya masih hidup. Ia telah menghubungi pusat kontak BNPB di nomor 117, namun hanya mendapatkan jawaban bahwa “evakuasi sedang dilakukan, tapi terhambat karena jalur transportasi terputus.”

‘Tak Pernah Terjadi Seperti Ini’

Kisah pencarian serupa juga datang dari Tanti, seorang warga Jakarta yang kehilangan kontak dengan ibu, dua saudara kandung, serta keluarga besarnya di Kota Sibolga sejak Selasa (25/11). Banjir bandang yang melanda Sibolga, salah satunya, diakibatkan oleh luapan besar Bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air Sipansihaporas, yang berlokasi di wilayah Tapanuli Tengah namun hanya berjarak sekitar 11 kilometer dari pusat Kota Sibolga.

Ketika banjir mulai menerjang pada Selasa pagi, ibu Tanti yang berusia 67 tahun sempat mengungsi ke rumah putranya. Karena posisinya yang tak jauh dari pesisir pantai, ibunya yakin bahwa air banjir tidak akan mencapai ketinggian yang membahayakan di permukiman tersebut. Namun, dalam komunikasi terakhir Tanti dan ibunya, sekitar pukul 11 pagi, terdengar suara panik dari ujung telepon, “Ayo-ayo, cepat.”

Hanya dalam waktu kurang dari tiga jam, menurut Tanti, ibunya harus mengungsi untuk kedua kalinya pagi itu. Namun, Tanti tidak mengetahui ke mana arah pengungsian ibunya dan bagaimana kondisi keluarganya saat ini. “Jaringan telepon putus,” kata Tanti, menggambarkan situasi isolasi yang dialami keluarganya.

Bagi Tanti, banjir bandang dan longsor yang terjadi awal pekan ini benar-benar mengejutkan. Ia yakin bahwa keluarganya di Sibolga juga merasakan hal yang sama. Alasannya, Tanti menjelaskan, Sibolga tidak pernah dilanda bencana serupa—setidaknya sepanjang empat dekade ia hidup. “Sibolga itu daerah tepi pantai. Sering hujan deras, tapi karena tepi laut jadi airnya gampang turun ke laut,” jelas Tanti. “Kejadian minggu ini tak terduga: ada banjir bandang dari arah gunung,” tambahnya, menegaskan betapa tak lazimnya bencana kali ini.

Apa Penyebab Bencana Ini?

Tingginya tingkat deforestasi di wilayah sekitar yang terdampak banjir bandang Sumatra Utara menjadi perhatian serius, demikian ungkap Rianda Purba, Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Utara. Rianda mendasarkan pandangannya pada sejumlah video yang dengan jelas memperlihatkan batang-batang pohon hanyut terbawa derasnya air bah, mengindikasikan hilangnya tutupan hutan secara signifikan.

“Di Kecamatan Batang Toru, yang meluap itu Sungai Batang Toru. Di hulunya ada tiga sumber aliran air yang tutupan hutannya sebagian sudah hilang,” papar Rianda. Walhi secara tegas menuding PT Agincourt Resources sebagai pihak yang bertanggung jawab atas deforestasi di Batang Toru. Perusahaan ini diketahui memegang konsesi pertambangan Martabe berdurasi 30 tahun, dengan luas mencapai 130.253 hektare, yang diterbitkan pemerintah pada tahun 1997.

PT Agincourt Resources adalah anak usaha dari PT Danusa Tambang Nusantara, di mana mayoritas sahamnya dipegang oleh PT United Tractors Tbk. “Dalam beberapa tahun terakhir mereka memperluas areal kerjanya,” kata Rianda. Ia melanjutkan, “Selain merusak habitat orangutan, jelas aktivitas mereka mengurangi tutupan hutan yang ada di hulu Batang Toru. Kami duga keras ini penyebab utama dari banjir saat ini,” tegas Rianda, menyoroti keterkaitan antara aktivitas perusahaan dan bencana lingkungan.

BBC News Indonesia telah berupaya meminta tanggapan dari Senior Manager Corporate Communications PT Agincourt Resources, Katarina Siburian Hardono, mengenai tuduhan ini. Namun, ia tidak memberikan jawaban langsung terkait hal tersebut. Dalam keterangan tertulisnya, Katarina hanya menyatakan bahwa perusahaannya turut aktif membantu evakuasi korban dan pengungsian warga yang terdampak banjir dan longsor.

“Sejak awal kejadian, kami telah mengerahkan emergency response team, lengkap dengan perahu karet dan peralatan medis untuk mendukung proses evakuasi dan penyaluran bantuan,” ujarnya. Lebih lanjut, Katarina menjelaskan, “Untuk memastikan layanan darurat bagi masyarakat, kami juga telah mendirikan posko penanggulangan bencana dan bantuan kesehatan di Desa Batu Hula dan Sopo Daganak, Kecamatan Batang Toru.” Ia menambahkan bahwa posko tersebut “menyediakan dukungan medis cepat, koordinasi bantuan, serta kebutuhan darurat lainnya, termasuk penyaluran bahan pangan, makanan siap saji, air mineral, dan obat-obatan.”

Pemicu Bencana Versi BNPB

Menurut Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB, pemicu utama bencana di empat wilayah Sumut ini adalah interaksi antara Siklon Tropis KOTO yang berkembang di Laut Sulu dan Bibit Siklon 95B yang terpantau di Selat Malaka. “Kedua sistem cuaca ini memengaruhi peningkatan curah hujan dan angin kencang di Sumatra bagian utara,” jelas Abdul, menggarisbawahi faktor meteorologis sebagai penyebab utama.

Abdul juga memperingatkan bahwa hujan akan terus turun secara berkelanjutan di Sumatra Utara. Akibatnya, risiko terjadinya banjir dan longsor susulan masih sangat tinggi, mengharuskan kewaspadaan ekstra dari masyarakat dan pihak berwenang. Hingga saat ini, aliran listrik dan jaringan telekomunikasi masih terputus di Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara, memperparah kondisi isolasi.

Abdul menyebutkan bahwa Sibolga dan Tapanuli Tengah terisolasi akibat dampak banjir dan longsor. Tim evakuasi yang dikerahkan melalui jalur laut pun, kata Abdul, terhadang oleh cuaca ekstrem dan gelombang tinggi, yang menghambat upaya penyelamatan. Per pertengahan pekan ini, menurut Abdul, Bibit Siklon 95B masih berpotensi memicu hujan sedang hingga lebat di Aceh, Sumut, Sumatera Barat, dan Riau. Secara khusus, di Aceh dan Sumut, hujan tersebut akan disertai angin kencang, menambah potensi dampak bencana.

  • Belasan orang tewas dan delapan lainnya hilang akibat banjir dan longsor di Nduga, Papua
  • Banjir terjadi setiap hari di berbagai daerah di Indonesia, ‘kebijakan pemerintah hangat-hangat tahi ayam’
  • Tim SAR: 27 orang masih dalam pencarian akibat longsor di Banjarnegara, dua meninggal

Daftar Isi

Ringkasan

Banjir bandang dan longsor melanda Sumatra Utara, menyebabkan ribuan warga mengungsi dan puluhan korban jiwa. Bencana ini, yang terparah dalam puluhan tahun, dipicu oleh aktivitas Siklon Tropis KOTO dan Bibit Siklon 95B yang menyebabkan hujan lebat dan angin kencang. Akibatnya, banyak daerah terisolasi karena jaringan telekomunikasi dan transportasi terputus, menghambat upaya evakuasi dan bantuan.

Walhi menuding kerusakan hutan akibat penebangan kayu dan pertambangan emas sebagai penyebab utama bencana, menyoroti aktivitas PT Agincourt Resources. Meskipun perusahaan telah mengerahkan tim evakuasi dan mendirikan posko bantuan, tudingan terkait kerusakan lingkungan masih belum terjawab. BNPB memperingatkan potensi banjir dan longsor susulan akibat cuaca ekstrem yang masih berlangsung.

Leave a Comment