
“Mama saya meninggal dalam keadaan salat. Mayatnya ditemukan masih menggunakan mukena,” tutur Erik Andesra pada Minggu (30/11), mengenang momen pilu saat menemukan jenazah ibundanya.
Erik, demikian ia akrab disapa, membagikan kisah dramatis dan mengharukan tentang perjuangannya mencari lima anggota keluarganya yang hilang akibat terjangan banjir bandang atau galodo yang melanda pada Kamis (27/11) lalu.
Beberapa hari sebelum musibah itu, Erik sebenarnya berencana pergi bekerja ke Pasaman. Namun, sang ibu, Ernita (58), yang kemudian menjadi salah satu korban bencana alam dahsyat di Palembayan, Kabupaten Agam, tidak mengizinkannya.
“Tanggal 24 saya minta izin untuk pergi ke Pasaman untuk bekerja kepada mama. Karena cuaca sering hujan, saya tidak diizinkan pergi dan baru boleh berangkat pada tanggal 27,” ucap Erik, menggambarkan kekhawatiran ibunya. Ironisnya, pada tanggal 27 November itulah galodo menerjang dan menghancurkan daerah tempat tinggal Ernita.
Erik, yang rumahnya berjarak sekitar 8 kilometer dari kediaman ibunya, segera bergegas menuju lokasi orang tuanya begitu mendengar kabar bencana.
Setibanya di persimpangan jalan menuju rumah orang tuanya, Erik disambut pemandangan mengerikan: air dan lumpur telah menggenangi seluruh area. Batu-batu besar berserakan di aliran sungai, menjadi saksi bisu kekuatan dahsyat galodo.
Dari kejauhan, Erik tidak lagi bisa melihat rumah ibunya yang kini rata dengan tanah. Seketika badannya lemas, namun secercah harapan kecil masih menyelimuti hatinya agar sang ibu selamat dari terjangan air bah.
“Setelah menunggu beberapa menit, saya dapat kabar bahwa mama saat itu masih berada di dalam rumah dan rumah sudah hancur oleh air,” kata Erik, suaranya penuh kepiluan. Kabar tersebut sontak mendorongnya untuk segera mencari tahu keberadaan ibunya yang dinyatakan hilang. Tanpa ragu, Erik menerobos lumpur setinggi dada, memulai pencarian di tengah kehancuran.
“Saat hari kejadian itu, saya mencoba mencari tahu keberadaan mama. Setiap ada penemuan jenazah, saya terus melihat wajah jenazah yang ditemukan itu,” kenangnya, menggambarkan perjuangan batinnya di antara tumpukan puing dan kabar duka.
Tragisnya, bukan hanya sang ibu yang menjadi korban. Adik dan tiga keponakan Erik juga dikabarkan hilang, dengan kemungkinan terburuk telah meninggal dunia.
“Keesokan harinya saya mendapat kiriman foto bahwa jenazah satu keponakan saya ditemukan sekitar tujuh kilometer dari rumah dan sudah berada dalam kantong jenazah,” ungkap Erik. Ia segera menjemput jenazah keponakannya tersebut dan membawanya ke Gumarang, berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi penemuan.
“Karena ibu dan ayahnya terisolasi saat itu, tidak bisa melihat jenazah anaknya dan meminta saya untuk mengantarkannya ke tempat neneknya di arah Gumarang,” jelas Erik, menggambarkan betapa sulitnya situasi yang dihadapi keluarganya. Setelah pemakaman keponakannya, Erik kembali melanjutkan pencarian ibunya yang tak kunjung membuahkan hasil hingga hari Jumat pasca-banjir bandang.
Perjuangan di Tengah Isolasi dan Pencarian Tak Berhenti
Pada Jumat (28/11), upaya Erik untuk mencari ibu, adik, dan dua keponakannya yang belum ditemukan terus berlanjut. Selain duka atas kehilangan, Erik juga dihadapkan pada masalah lain: keluarganya yang berada di Jorong Subarang Aie, Nagari Salareh Aie Timur, terisolasi total. Kondisi cuaca yang masih hujan dan material galodo berupa lumpur tebal membuat akses menuju jorong tersebut mustahil ditembus.
“Kami yang berada di area jalan utama ini juga tidak bisa berbuat apa-apa,” keluh Erik, menjelaskan bahwa warga di jorong tersebut sudah kehabisan bahan makanan sejak Jumat sore. Namun, tekad kuat membimbing adik sepupu Erik, Darul, yang bertubuh ramping. Ia berani menembus lumpur setinggi dada untuk mengantarkan bantuan makanan seadanya kepada keluarga yang terisolasi.
“Dia yang akhirnya bisa sampai ke sana dengan menelusuri lumpur setinggi dada hingga akhirnya bisa memberikan bahan makanan seadanya untuk keluarga di sini,” ungkap Erik, penuh bangga. Di tengah keterbatasan itu, diketahui pula ada seorang warga yang mengalami luka berat akibat dihantam galodo.
“Saudara saya itu akhirnya bisa kami evakuasi bersama pemuda dan beberapa saudara lainnya pada Sabtu kemarin sore dan membawanya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di daerah Lubuk Basung,” lanjut Erik. Bersama teman-teman dan keluarganya, Erik bergotong royong menggendong sepupunya melewati lumpur dalam, sebelum akhirnya diangkut menggunakan mobil Satbrimob yang berada di seberang dan dilanjutkan dengan ambulans menuju rumah sakit.
Perlahan, masalah isolasi pun mulai teratasi. Warga berinisiatif membangun jembatan darurat menggunakan pohon pinang, yang kemudian diperkuat oleh tim Kepolisian dengan penambahan pohon pinang dan tali sebagai pegangan. Ini menjadi harapan baru bagi akses keluar-masuk daerah terpencil tersebut.
Upaya Nekat: Menyewa Alat Berat demi Sang Ibu
Pencarian ibunya yang tak kunjung membuahkan hasil mendorong Erik pada sebuah “ide gila”: menyewa alat berat yang kebetulan sedang beroperasi di Jorong Subarang Aie. “Saya coba nego-nego dengan pemilik alat beratnya dan akhirnya dia mau untuk membantu mencari mama di puing-puing rumah yang saya curigai sejak awal,” tutur Erik.
Pada Sabtu sore menjelang malam, Erik turun langsung membantu operator alat berat, menyisir puing-puing rumah yang hancur. Namun, hingga larut malam, upaya itu masih nihil. Pencarian terpaksa dihentikan karena risiko tidak terlihatnya jasad di kegelapan dan potensi kerusakan fatal pada jenazah.
“Kami memutuskan untuk melanjutkan pencarian bersama tim Basarnas tadi pagi. Kami kembali melakukan pencarian di lokasi yang sama menggunakan ekskavator,” jelas Erik. Setelah sekitar tiga jam pencarian intensif pada Minggu pagi, harapan Erik akhirnya terwujud. Ia menemukan sang ibu, Ernita, terkubur di bawah puing-puing rumah, terjepit di antara reruntuhan.
Tim Basarnas segera turun tangan mengevakuasi jasad Ernita yang tertimbun di balik kehancuran galodo. “Jasad mama ditemukan masih menggunakan mukena yang digunakan saat kejadian. Dari informasi suami adik saya yang selamat, saat itu mama sedang salat di dalam rumah,” cerita Erik, membenarkan dugaan awal tentang kondisi terakhir ibunya.
Dengan sangat hati-hati, jasad Ernita berhasil dikeluarkan dalam keadaan utuh, tanpa ada kekurangan anggota tubuh. “Jasad mama tidak ada yang luka dan kaki mama juga masih bisa diluruskan. Saya juga bisa melipatkan tangan mama bagaimana selayaknya,” ungkap Erik, bersyukur ibundanya dapat dikebumikan dengan layak. Berbeda dengan jenazah lain yang harus melalui proses identifikasi di tempat pengumpulan jenazah oleh tim Polri, TNI, dan relawan, jasad Ernita langsung dibawa ke musala sekitar satu kilometer dari lokasi penemuan untuk kemudian dimakamkan di pemakaman keluarga.
Data Korban Jiwa: 112 Orang Tewas di Palembayan
Kapolres Agam, AKBP Muari, melaporkan bahwa hingga hari keempat pasca-bencana banjir bandang, total 112 orang telah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia di Palembayan. Dari jumlah tersebut, 85 jenazah telah berhasil diidentifikasi, sementara 27 lainnya masih belum diketahui identitasnya.
Untuk jenazah yang belum teridentifikasi, tim Dokter Polisi dari Mapolda Sumbar akan turun tangan untuk melakukan proses identifikasi. AKBP Muari menjelaskan bahwa pencarian terus dilakukan dengan menyusuri titik-titik yang dicurigai serta memperlancar aliran air sungai agar jenazah yang mungkin mengendap di permukaan dapat terlihat.
Dalam upaya pencarian ini, pihaknya juga mendapat bantuan signifikan dari Kepolisian Daerah (Polda) Riau, yang mengerahkan sebanyak 290 personel. Meski demikian, tim masih terkendala oleh kerusakan alat berat dan beberapa jalur yang tertimbun lumpur, yang memerlukan upaya pembersihan lebih lanjut. Beruntung, kondisi cuaca di Palembayan dilaporkan cukup cerah, memungkinkan tim untuk lebih leluasa dalam melakukan pencarian dan penelusuran di berbagai lokasi terdampak galodo.
Total Korban Bencana di Sumatera Barat: 129 Orang Tewas, Puluhan Hilang
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat merilis data terbaru hingga Minggu (30/11), menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: sebanyak 129 orang tewas di tujuh kabupaten/kota terdampak bencana. Selain itu, 86 orang lainnya masih dinyatakan hilang dan terus dicari oleh tim di lapangan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumbar, Arry Yuswandi, menambahkan bahwa delapan daerah lain di Sumatera Barat tidak melaporkan adanya korban meninggal dunia maupun hilang. Arry kemudian merinci sebaran korban di wilayah-wilayah terdampak:
- Kabupaten Agam: 87 orang meninggal dunia, 76 orang hilang.
- Kota Padang Panjang: 21 orang meninggal dunia, 32 orang hilang.
- Kota Padang: 10 orang meninggal dunia, tidak ada yang hilang.
- Kabupaten Tanah Datar: 2 orang meninggal dunia, 1 orang hilang.
- Kabupaten Pasaman Barat: 1 orang meninggal dunia, 6 orang hilang.
- Kabupaten Padang Pariaman: 7 orang meninggal dunia, 2 orang hilang.
- Kota Solok: 1 orang meninggal dunia.
- Kabupaten Pesisir Selatan: 1 orang hilang.
Wartawan Halbert Caniago di Sumatra Barat turut berkontribusi dalam laporan ini.
- Perjuangan seorang ibu dan tiga anaknya lolos dari maut saat banjir melanda Palembayan, Sumbar
- Ribuan orang mengungsi akibat banjir dan longsor di Sumatra Utara, akibat perusakan hutan atau cuaca ekstrem?
- Lebih dari 400 orang meninggal dunia – Perkembangan terbaru banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar