Kita Tekno JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat bicara menanggapi tudingan serius yang menyebut aktivitas pertambangan emas menjadi pemicu utama banjir dan longsor parah di berbagai wilayah Sumatra. Isu ini mencuat setelah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti kerusakan lingkungan yang meluas.
Sebelumnya, temuan Walhi mengungkapkan bahwa bencana banjir yang melanda sejumlah daerah di Sumatra Utara membawa ribuan gelondongan kayu. Kayu-kayu ini disinyalir merupakan hasil dari pembukaan hutan secara masif, sebuah praktik yang diduga kuat berkaitan erat dengan operasi tambang emas. Dalam laporannya, Walhi menunjuk PT Agincourt Resources (PTAR), entitas usaha Grup Astra yang bernaung di bawah PT United Tractors Tbk. (UNTR), sebagai pihak yang terkait. Bencana banjir dan longsor ini sendiri telah menerjang lima kabupaten, meliputi Humbang Hasundutan, Agam, Mandailing Natal, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara.
Menyikapi tudingan tersebut, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyatakan bahwa lokasi aktivitas pertambangan sebenarnya cukup jauh dari area yang terdampak banjir atau longsor. Oleh karena itu, menurutnya, belum bisa dipastikan adanya keterkaitan langsung antara operasi tambang emas dengan musibah alam tersebut. “Enggak, ya katanya wilayah kerjanya jauh,” ujar Yuliot saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Senin (1/12/2025).
Kendati demikian, Kementerian ESDM tidak akan tinggal diam. Yuliot menambahkan bahwa Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berencana untuk melakukan pengecekan langsung ke lapangan pada Selasa (2/12/2025) untuk melihat kondisi riil di lokasi. “Oh ya. Ini dicek di lapangan. Besok Pak Menteri akan lihat dari atas besok,” jelasnya.
Lebih lanjut, Walhi Sumatra Utara membeberkan bahwa bencana banjir bandang telah menghanyutkan ribuan kubik kayu yang berasal dari pembukaan hutan. Mereka menyoroti keberadaan korporasi tambang emas asing, PT Agincourt Resources (Martabe), yang beroperasi megah di perbukitan. Citra satelit terbaru dari tahun 2025 juga turut memperlihatkan adanya pembukaan hutan berskala masif di areal Harangan Tapanuli, khususnya di Kecamatan Batang Toru, Tapanuli Selatan. Padahal, kawasan hutan tersebut dikenal memiliki nilai konservasi tinggi dan berfungsi vital sebagai benteng alam penahan dampak hujan lebat.
Dalam pernyataannya melalui akun Instagram @walhisumut pada Kamis (27/11/2025), Walhi Sumatra Utara menegaskan bahwa segala bentuk aktivitas industri yang mengeksplorasi alam harus didasari oleh kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang akurat dan cermat. Mereka juga mendesak agar izin berdirinya tambang emas PT Agincourt Resources segera dicek dan dievaluasi secara menyeluruh. “Tidak ada ruang bagi investasi jika masyarakat dan lingkungan menjadi korban,” tulis Walhi dengan tegas.
Di sisi lain, PT Agincourt Resources memberikan bantahan. Katarina Siburian Hardono, Senior Manager Corporate Communications Agincourt Resources, pada Jumat (28/11/2025) menjelaskan bahwa perusahaan beroperasi di daerah aliran sungai (DAS) Aek Pahu, yang secara geografis berbeda dan tidak terhubung dengan wilayah yang terdampak banjir, yaitu Desa Garoga yang berada di DAS Garoga/Aek Ngadol. “Pemantauan kami juga tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan di wilayah banjir,” tegas Katarina.
PTAR menyatakan komitmen penuh untuk mendukung kajian komprehensif yang dilakukan pemerintah terkait seluruh faktor penyebab bencana ini dan siap bekerja sama secara transparan. Sejauh ini, Katarina menambahkan bahwa PTAR terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah, BPBD, TNI/Polri, Basarnas, mitra kerja, serta para relawan dan pemangku kepentingan lokal. Upaya ini dilakukan untuk memastikan seluruh proses evakuasi, distribusi bantuan, dan penanganan kesehatan dapat berjalan dengan baik, terarah, dan sesuai dengan arahan pemerintah.
Ringkasan
Kementerian ESDM menanggapi tudingan bahwa aktivitas pertambangan emas menjadi penyebab banjir dan longsor di Sumatra, yang disuarakan oleh Walhi. Walhi menyoroti PT Agincourt Resources (PTAR) terkait dengan pembukaan hutan yang menyebabkan banjir di beberapa kabupaten. Namun, Wakil Menteri ESDM menyatakan bahwa lokasi pertambangan jauh dari area terdampak dan Menteri ESDM akan melakukan pengecekan langsung ke lapangan.
Walhi Sumatra Utara menyoroti ribuan kubik kayu hanyut akibat pembukaan hutan dan mendesak evaluasi izin tambang emas PTAR, sementara PTAR membantah keterkaitan dengan banjir karena beroperasi di daerah aliran sungai yang berbeda. PTAR menyatakan komitmen untuk mendukung kajian pemerintah dan bekerja sama secara transparan dalam penanganan bencana.