Kita Tekno – JAKARTA — Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL), Laksmi Wijayanti, bergerak cepat meluruskan informasi yang beredar luas di tengah masyarakat. Informasi tersebut secara keliru menyatakan bahwa Kemenhut akan membuka izin penebangan kayu di wilayah Tapanuli Selatan pada Oktober 2025.
Laksmi dengan tegas membantah kebenaran informasi tersebut. Ia menjelaskan bahwa pada Juni 2025, Menteri Kehutanan justru telah menginstruksikan dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap layanan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH). Ini adalah langkah proaktif Kemenhut untuk memastikan tata kelola hutan yang lestari dan akuntabel.
“Atas arahan tersebut, kami kemudian mengeluarkan Surat Dirjen PHL Nomor S.132/2025 pada tanggal 23 Juni 2025, yang isinya adalah menghentikan sementara layanan SIPUHH bagi seluruh Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) untuk keperluan evaluasi menyeluruh,” ungkap Laksmi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (2/12/2025). Penundaan ini dilakukan demi integritas sistem dan kepastian hukum.
Lebih lanjut, Laksmi mengklarifikasi situasi khusus di Kabupaten Tapanuli Selatan. Sejak Juli 2025, belum ada satu pun PHAT di wilayah tersebut yang diberikan akses SIPUHH. Fakta ini selaras dengan dua surat yang dikirimkan oleh Bupati Tapanuli Selatan pada Agustus dan November 2025, yang intinya meminta agar seluruh PHAT di kabupatennya tidak diberikan akses SIPUHH. Permintaan ini telah dilaksanakan sepenuhnya oleh Kemenhut, menegaskan komitmen terhadap kolaborasi dan tata kelola yang baik.
Meskipun demikian, Laksmi tidak menampik adanya kegiatan ilegal di kawasan PHAT Tapanuli Selatan. Menanggapi kondisi tersebut, pada 4 Oktober 2025, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan berhasil melakukan penangkapan empat unit truk pengangkut kayu. Total volume kayu ilegal yang diamankan mencapai 44 M3, yang diketahui berasal dari PHAT di Kelurahan Lancat. Penindakan tegas ini menunjukkan keseriusan dalam memberantas praktik penebangan kayu ilegal.
Laksmi juga menguraikan fungsi SIPUHH, yang sebenarnya adalah fasilitas penatausahaan pemanfaatan kayu tumbuh alami di wilayah bukan hutan negara, melainkan di areal penggunaan lain (APL). Oleh karena itu, layanan SIPUHH untuk PHAT sejatinya bukan merupakan perizinan, melainkan alat untuk mencatat dan mengawasi.
“Dokumen Hak Atas Tanah (HAT) adalah kewenangan Pemerintah Daerah dan instansi pertanahan. Kayu tumbuh alami pada PHAT berada di luar kawasan hutan, sehingga pengawasan pemanfaatan kayu dilakukan oleh Pemerintah Daerah,” terang Laksmi, membedakan yurisdiksi dan tanggung jawab. Ini menunjukkan bahwa meskipun Kemenhut berperan dalam sistem, pengawasan di APL juga melibatkan peran aktif pemerintah daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Laksmi menegaskan bahwa pelanggaran yang terjadi di dalam kawasan hutan akan ditangani secara ketat oleh Ditjen Gakkum Kehutanan sesuai hukum yang berlaku. Sementara itu, pelanggaran pemanfaatan kayu di luar kawasan hutan akan ditangani melalui penegakan hukum pidana umum, bekerja sama erat dengan Kepolisian dan Pemerintah Daerah. “Kami tidak akan berkompromi dengan praktik penyalahgunaan dokumen HAT atau pemanfaatan kayu ilegal. Penegakan hukum berjalan untuk siapa pun yang melanggar,” pungkas Laksmi, memberikan jaminan akan ketegasan dalam menjaga kelestarian hutan dan keadilan hukum.
Ringkasan
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) membantah informasi yang beredar mengenai izin penebangan kayu di Tapanuli Selatan pada Oktober 2025. Dirjen PHL, Laksmi Wijayanti, menegaskan bahwa pada Juni 2025, Menteri Kehutanan justru menginstruksikan evaluasi menyeluruh terhadap layanan SIPUHH, yang kemudian menyebabkan penghentian sementara layanan tersebut bagi Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) untuk keperluan evaluasi.
Sejak Juli 2025, tidak ada PHAT di Tapanuli Selatan yang diberikan akses SIPUHH sesuai permintaan Bupati. Kemenhut juga menindaklanjuti kegiatan ilegal dengan menangkap empat truk pengangkut kayu ilegal sebanyak 44 M3 pada Oktober 2025. Kemenhut menegaskan bahwa SIPUHH adalah fasilitas penatausahaan pemanfaatan kayu di APL, bukan perizinan, dan pelanggaran akan ditangani tegas sesuai hukum yang berlaku, baik oleh Ditjen Gakkum Kehutanan maupun melalui penegakan hukum pidana umum bekerja sama dengan Kepolisian dan Pemerintah Daerah.