Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan kesiapan pemerintah pusat untuk segera mendata dan memberikan dukungan signifikan kepada provinsi-provinsi yang terdampak parah oleh bencana banjir dan longsor di wilayah Aceh-Sumatera. Langkah ini diambil menyusul pengakuan bahwa sejumlah daerah, seperti Aceh Timur yang dipimpin Bupati Iskandar Usman Al-Farlaky, Aceh Selatan dengan Bupati Mirwan MS, serta Aceh Tengah di bawah kepemimpinan Bupati Haili Yoga, membutuhkan uluran tangan karena keterbatasan kapasitas dalam menanggulangi dampak bencana tersebut secara mandiri.
Menanggapi situasi krusial ini, Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah pusat akan segera melakukan pendataan menyeluruh. “Kita pasti akan melakukan pendataan… semua bupati, wali kota, juga akan melakukan pendataan mana yang bisa ditangani oleh mereka, mana yang perlu di-backup oleh provinsi, mana yang perlu di-backup langsung oleh pemerintah pusat,” jelas Tito di Kemendagri, Jakarta Pusat, Selasa (2/12). Pendekatan ini esensial untuk memetakan kapasitas daerah dan menentukan tingkatan dukungan yang paling tepat, mulai dari intervensi provinsi hingga bantuan langsung dari pemerintah pusat.
Tito menjelaskan bahwa penanganan bencana di Sumatera saat ini masih berada dalam tahap darurat krisis yang mendesak. Prioritas utama, menurutnya, adalah memastikan proses evakuasi korban berjalan seoptimal mungkin. “Step yang pertama adalah bagaimana untuk mengevakuasi korban, sedang berjalan ada yang masih tertimbun, kemudian juga membantu korban yang terdampak baik yang rumahnya tergenang, ada di pengungsian dan lain-lain,” papar Tito, menekankan pentingnya respons cepat terhadap kondisi kemanusiaan yang kritis.
Setelah fase evakuasi korban, fokus pemerintah akan bergeser pada pemulihan infrastruktur dasar yang krusial. Perbaikan vital seperti jembatan yang runtuh, ruas jalan yang longsor, serta akses utama yang terputus, akan segera dilaksanakan secara paralel untuk mengembalikan konektivitas dan mobilitas warga. Seiring dengan upaya tersebut, tahap berikutnya yang tak kalah penting adalah pemulihan hunian bagi masyarakat yang rumahnya terdampak atau rusak parah akibat bencana.
Mengenai penataan hunian, Tito merinci berbagai skenario: ada rumah warga yang masih memungkinkan untuk diperbaiki, namun bagi yang mengalami kerusakan total, solusi hunian sementara akan disediakan terlebih dahulu sebelum berlanjut ke pembangunan hunian tetap. Pendekatan bertahap ini memastikan setiap korban mendapatkan tempat tinggal yang layak secepat mungkin.
Lebih lanjut, Mendagri Tito Karnavian menggarisbawahi bahwa setelah kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi dan infrastruktur vital diperbaiki, pemulihan fasilitas publik juga akan menjadi agenda prioritas. “Sambil paralel dengan itu juga fasilitas-fasilitas publik lainnya yang penting dengan segala prioritas itu dikerjakan dulu, gedung perkantoran misalnya, gedung-gedung olahraga itu termasuk dalam prioritas berikutnya,” pungkas Tito. Hal ini menunjukkan komitmen untuk mengembalikan fungsi sosial dan administratif wilayah terdampak secara menyeluruh.
Terkait aspek masalah fiskal atau pendanaan, Tito mengakui bahwa pemulihan skala besar membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit. Jika alokasi anggaran daerah dan provinsi tidak mencukupi, pemerintah akan mempertimbangkan opsi pemanfaatan program CSR (Corporate Social Responsibility) dari perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu sumber dukungan. “Kalau memang kapasitas fisikalnya enggak ada, kemudian tidak ada jalan lain, CSR, ya tentu kita akan mengajukan kepada pemerintah pusat agar itu bisa dikembalikan lagi, direnovasi,” tutup Tito, menandakan kesiapan untuk mencari berbagai skema pendanaan demi menjamin kelancaran proses rehabilitasi dan rekonstruksi.
Ringkasan
Mendagri Tito Karnavian menyatakan pemerintah pusat siap mendata dan memberikan dukungan kepada provinsi-provinsi di Aceh-Sumatera yang terdampak banjir dan longsor. Bantuan akan diberikan berdasarkan kebutuhan dan kapasitas daerah, mulai dari backup provinsi hingga bantuan langsung dari pemerintah pusat. Prioritas utama saat ini adalah evakuasi korban dan penanganan darurat krisis.
Setelah evakuasi, fokus pemerintah akan beralih ke pemulihan infrastruktur dasar seperti jembatan dan jalan, serta penyediaan hunian sementara dan tetap bagi korban. Pemulihan fasilitas publik dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat juga menjadi prioritas. Pemerintah mempertimbangkan penggunaan dana CSR jika anggaran daerah tidak mencukupi untuk rehabilitasi dan rekonstruksi.