Ceramah Stephen Hawking hingga sejarah keluarganya tersimpan dalam disket tua. Menyelamatkan ‘harta karun sejarah’ ini adalah perlombaan melawan waktu.
Jauh di dalam arsip Perpustakaan Universitas Cambridge, tersimpan beberapa dokumen paling berharga di dunia. Di antaranya, kita bisa menemukan surat-surat dari Sir Isaac Newton, buku catatan milik Charles Darwin, teks-teks Islam langka, hingga Papirus Nash—fragmen lembaran dari tahun 200 SM yang berisi Sepuluh Perintah Tuhan dalam bahasa Ibrani.
Naskah-naskah langka ini dijaga dengan sangat aman di lingkungan ber-AC, dirawat dengan cermat oleh para staf untuk mencegah halaman-halaman rapuh hancur dan tinta terkelupas. Namun, ketika perpustakaan menerima 113 kotak kertas dan kenang-kenangan dari kantor fisikawan terkemuka, Stephen Hawking, mereka dihadapkan pada sebuah tantangan yang tidak biasa.
Di samping surat-surat, foto, dan ribuan halaman yang berkaitan dengan karya Hawking di bidang fisika teoretis, terselip benda yang kini jarang terlihat: disket. Penggunaan disket ini merupakan hasil adopsi awal Hawking terhadap komputer pribadinya. Berkat modifikasi dan perangkat lunak khusus, ia dapat terus menggunakannya meskipun mengidap sklerosis lateral amiotrofik, sebuah bentuk penyakit neuron motorik. Koleksi disket Stephen Hawking ini berpotensi menyimpan berbagai informasi yang terlupakan atau wawasan baru yang sebelumnya tidak diketahui tentang kehidupannya, membuat para arsiparis tercengang.
Disket-disket ini kini menjadi fokus utama “Proyek Nostalgia Masa Depan” di Perpustakaan Universitas Cambridge, sebuah inisiatif yang bertujuan menyelamatkan pengetahuan tersembunyi yang terperangkap di dalamnya. Proyek ini mencerminkan tren global yang kian meluas, di mana “banjir informasi” digital membanjiri arsip perpustakaan di seluruh dunia. “Sebagian besar donasi yang kami terima berasal dari orang-orang yang sudah pensiun atau meninggal dunia,” ungkap Leontien Talboom, pemimpin proyek tersebut. “Semakin banyak hal yang kita lihat berasal dari era komputasi personal.”
Secara fisik, plastik tahan lama pada disket, yang populer dari tahun 1970-an hingga 1990-an, mungkin tampak lebih aman daripada manuskrip yang rapuh. Tidak ada masalah kertas membusuk, tinta memudar, atau luntur, karena bahan sintetis umumnya dapat bertahan lebih lama. Namun, ironisnya, informasi digital yang tersimpan di dalam disket kaku ini ternyata jauh lebih rentan. Oksida besi yang menyelimuti lapisan tipis plastik di dalamnya dapat terdegradasi dan kehilangan daya magnetnya seiring waktu, yang berarti data tersebut berisiko hilang selamanya.
Oleh karena itu, penanganan disket menimbulkan kerumitan serius bagi para arsiparis. “Buku, berapa pun usianya tetap bisa dibaca,” kata Talboom. Namun, untuk mengakses isi disket, diperlukan peralatan khusus, dan bahkan dengan peralatan yang tepat sekalipun, isinya mungkin tetap tidak dapat dibaca. “Anda juga perlu tahu banyak tentang sistem tempat disket ini diformat,” tambah Talboom. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan arsiparis, sejarawan, dan arkeolog, yang memprediksi bahwa generasi mendatang mungkin akan menghadapi semacam “zaman kegelapan digital” ketika mencoba meninjau materi dari sekitar 50 tahun terakhir. Situasi ini diibaratkan seperti Abad Kegelapan Eropa setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, di mana ketiadaan catatan menyulitkan pemahaman tentang kehidupan, pemikiran, dan perasaan orang-orang pada masa itu.
Untuk mengatasi tantangan ini, Proyek Nostalgia Masa Depan berupaya menyatukan potongan-potongan perangkat keras komputer kuno guna membaca disket yang langka dan tidak biasa. Bahkan setelah mendapatkan perangkat kerasnya, tim harus bekerja keras menentukan bagaimana disket tersebut diformat agar dapat membacanya dengan benar. Talboom juga dengan cermat membersihkan jamur dari permukaan tipis disk magnetik, menjaga agar tidak tergores. “Jika disimpan di garasi atau loteng, disket itu bisa berjamur,” jelasnya.
Konten yang telah dipulihkan oleh Talboom dan timnya sejauh ini menawarkan wawasan menarik tentang beragam materi. Di Perpustakaan Universitas Cambridge saja, ia telah memproses disket yang berisi segala hal, mulai dari tulisan dan daftar abstrak karya penyair Nicholas Moore hingga artikel dari perkumpulan paranormal. Namun, disket Stephen Hawking adalah favoritnya. “Saya merasa terhormat bisa mengerjakannya,” kata Talboom.
Perpustakaan menerima disket Hawking beserta materi lain dari kantornya melalui skema Penerimaan Pengganti, yang memungkinkan objek dan arsip bersejarah penting dibuka untuk umum. Selain kertas, surat, dan cetakan, terdapat pula cukup banyak materi digital, menurut Talboom. Disket-disket Hawking tiba dalam dua gelombang. Gelombang pertama adalah cakram berukuran 5,25 inci dari komputer berformat DOS—”pada dasarnya Windows awal,” jelas Talboom. “Cukup sulit menentukan usia disket karena orang-orang sudah menggunakan sistem ini sejak lama.” Cakram-cakram pertama ini diyakini sebagai kumpulan awal dalam koleksi Hawking. Sebagian besar isinya masih diteliti, namun Talboom mengungkapkan bahwa cakram tersebut berisi surat-surat yang ditulis oleh Hawking, bahkan timnya juga menemukan gim di beberapa cakram, secara sekilas mengungkap sisi riang sang ilmuwan.
Batch kedua terdiri dari disket 3,5 inci yang lebih umum. Cakram ini tampaknya berasal dari periode selanjutnya dan dikaitkan dengan komputer Mac awal. “Cakram-cakram ini sebagian besar berisi materi kuliah,” kata Talboom. “Dari sudut pandang teknis, cakram ini sangat menarik karena kuliahnya begitu banyak, sehingga ia harus membaginya ke dalam beberapa disket.” Hawking diketahui menulis pidato dan menyimpannya ke dalam cakram untuk nantinya disampaikan melalui synthesizer suaranya. Berkas digital Hawking mungkin juga berisi folder yang di dalamnya memuat teks biasa tentang berbagai isu penting baginya, yang memungkinkannya memilih bagian-bagian untuk dikirim ke synthesizer suara selama percakapan atau sebagai tanggapan atas pertanyaan. Setidaknya beberapa cakram juga berisi perangkat lunak yang digunakan oleh ilmuwan tersebut.
Materi Stephen Hawking disimpan dalam berbagai jenis disket, dan karenanya membutuhkan berbagai macam perangkat lunak pula untuk mengaksesnya. Hal ini lumrah terjadi pada masa awal disket. “Tidak ada satu sistem pun yang mendominasi pasar,” jelas Talboom. “Saat itu pasarnya agak liar.” Bagi para arsiparis saat ini, ini berarti mereka membutuhkan puluhan mesin berbeda untuk membaca disket dengan berbagai ukuran dari sistem yang berbeda, dan seringkali perlu pencarian mendalam untuk melacak perangkat kuno ini. Mereka harus ‘berburu’ perangkat keras itu di berbagai tempat, mulai dari lelang pembersihan rumah hingga pasar kolektor.
“Saya membeli drive delapan inci dari eBay,” kata Chris Knowles, seorang peserta dalam proyek Nostalgia Masa Depan. “Sungguh ajaib bahwa alat itu masih bisa digunakan.” Knowles menggunakan drive tersebut untuk mengekstrak konten dari hampir 200 disket delapan inci untuk Churchill Archives Centre. “Itu adalah format tertua dalam koleksi kami,” kata Knowles tentang disket-disket delapan inci langka yang dulunya dimiliki oleh Neil Kinnock, pemimpin Partai Buruh di Inggris antara tahun 1983 dan 1992. “Awalnya, kami mengira cakram itu hanya berisi pidato, yang sebenarnya sudah kami miliki dalam format lain. Namun, dalam pengujian kami, ditemukan setidaknya beberapa di antaranya merupakan korespondensi dengan konstituennya.”
Pada kesempatan ini, Knowles beruntung menemukan drive yang berfungsi untuk format cakram langka. Namun, Talboom yakin akan semakin sulit menemukan peralatan yang dibutuhkan untuk membuka data yang terperangkap di dalam disket. “Data ini tidak akan bertahan selamanya,” katanya. “Sepuluh tahun yang lalu, mungkin akan lebih mudah. Namun, kini perangkatnya sudah banyak yang menghilang.” Di antara cakram yang ditemukan dalam koleksi Perpustakaan Universitas Cambridge, terdapat disket tiga inci yang unik, yang sempat populer di Inggris untuk sementara waktu sebelum akhirnya tergeser oleh disket 3,5 inci yang menjadi ukuran standar.
“Mereka lebih menantang karena drive-nya lebih sulit diperoleh,” kata Talboom. “Sistem voltase mereka berbeda. Jadi, ada banyak hal aneh yang perlu dilakukan agar mereka berfungsi.” Talboom dan rekan-rekannya harus mencari drive disk khusus buatan Amstrad, membuat konektor baru, dan memasang kabel daya hanya untuk mengakses disket tersebut. Tidak hanya perangkat kerasnya yang semakin langka, informasi tentang perangkat lunak disket juga ikut menghilang. “Banyak orang yang bekerja di sistem ini sudah pensien atau meninggal dunia,” kata Talboom. “Jadi, pengetahuan itu mulai hilang.” Cakram Neil Kinnock adalah contohnya. “Materinya sangat sulit didapatkan,” kata Knowles. “Materinya ditulis dengan sistem Diamond Word. Tidak banyak informasi tentang sistem itu di luar sana. Ada banyak komunitas penggemar di sekitar sistem apa pun yang memiliki gim, dan para arsiparis sering meminjam alat mereka. Tetapi jika tidak ada, lebih sulit.”
Artinya, meskipun data dapat dikeluarkan dari disket, seringkali diperlukan upaya signifikan untuk membuatnya dapat dibaca di perangkat modern. Peter Rees, seorang arsiparis di Cambridge History of Innovation Project, mengibaratkan proses ini seperti sebuah bentuk penerjemahan. “Para filolog membaca bahasa Latin kuno dan menerjemahkannya ke dalam teks yang dapat kita baca di masa kini,” ujarnya. “Itulah yang dilakukan Proyek Nostalgia Masa Depan dengan kode yang sulit dibaca ini. Kita harus menggunakan perangkat teknis untuk menguraikannya dan kemudian membuatnya dapat dibaca.” Tahap ini seringkali merupakan yang paling sulit, itulah sebabnya beberapa data yang telah dipulihkan dari disket oleh proyek ini belum tersedia bagi para peneliti. “Dengan materi Stephen Hawking, bagian selanjutnya dari proses ini adalah akses,” kata Talboom. Kesulitan menjalankan perangkat lunak lama pada perangkat modern berarti “menantang untuk membuatnya dapat diakses dengan baik oleh pengguna,” tambahnya.
Knowles mencatat, bagi para arsiparis yang bekerja dengan perangkat lunak kuno, proses penggunaan perangkat modern dapat sedikit mengubah tampilan atau nuansa materi asli. “Kami berusaha meminimalkan seberapa banyak kami mengubah sesuatu,” ujarnya. Untuk saat ini, Talboom yakin pekerjaan terpenting adalah mengekstrak dan menyimpan data dari disket, sebelum terlambat. “Banyak disket berusia 40 atau 50 tahun,” ujarnya. “Materi magnetik tempat data tersebut ditulis mulai rusak. Jadi, kita harus menyelamatkannya secepat mungkin.”
Selain pekerjaan teknis untuk komunitas arsiparis, Talboom juga melibatkan publik dalam upaya menyelamatkan informasi terlupakan yang terperangkap di disket. Pada 9 Oktober 2025, ia menyelenggarakan lokakarya disket di Perpustakaan Universitas Cambridge, di mana masyarakat dapat membawa disket lama yang mereka miliki di rumah untuk melihat isi yang terkunci di dalamnya. Bagi Knowles, keterlibatan publik dalam pelestarian data digital ini sangatlah penting. “Jelas ada minat yang sangat besar terhadap sejarah keluarga,” ujarnya. “Jadi, ini adalah cara bagi orang-orang untuk menemukan kembali hal-hal yang mereka pikir telah hilang, untuk belajar dari apa yang disimpan oleh anggota keluarga mereka.”
Rees berharap proyek ini mungkin juga dapat menemukan lebih banyak karya ilmuwan dari Cambridge dan sekitarnya. “Email dan kalender kerja lama mungkin tidak tampak seperti dokumen sejarah,” ujarnya. “Bahkan mungkin tampak biasa saja. Tapi begitulah surat-surat Newton atau Darwin 200 tahun yang lalu. Sekarang, semuanya menjadi sumber daya menarik yang memberi kita jendela ke masa lalu.” Sedangkan Talboom, ia sangat tertarik mengakses informasi dalam cakram berukuran 5,25 inci, salah satu format cakram paling awal dan favorit pribadinya. “Disket sangat mahal saat itu. Orang-orang akan menggunakannya kembali dan menimpanya. Jadi, kita tidak pernah tahu apa yang bisa didapatkan dalam cakram berukuran 5,25 inci. Labelnya mungkin berisi satu hal, tetapi bisa saja ada hal lain di dalamnya.”
Misteri itulah yang menurut Talboom menjadi daya tarik bekerja dengan disket-disket ini. “Layaknya halaman arsip materi kertas, mungkin sudah dibolak-balik,” kata Talboom. “Tapi disket ini diberikan begitu saja kepada kita. Saya merasa takjub bahwa seseorang menyimpan disket 40 tahun yang lalu dan saya menjadi orang pertama yang melihatnya lagi. Rasanya seperti menemukan sesuatu.” Di era saat informasi digital mudah diakses di mana pun di dunia, Rees setuju bahwa ada sesuatu yang istimewa dalam bekerja dengan disket berisi perangkat lunak dan informasi yang telah terbengkalai selama beberapa dekade. “Anda mungkin berpikir bahwa ada banyak hal tidak banyak berubah sejak 30 atau 40 tahun yang lalu,” katanya. “Tapi disket menunjukkan betapa asingnya masa lalu. Kita memiliki ingatan yang lebih baik berkat disket.”
- Sejarah ribuan tahun yang tersembunyi di balik simbol @
- Penulisan ulang sejarah Indonesia – Rawan dijadikan alat legitimasi, meminggirkan perempuan dan sejarah Papua
- Tahun 2024, Jepang akhirnya berhenti menggunakan disket yang ‘ketinggalan zaman’
- ‘Kami masih menggunakannya setiap hari’ – Mesin tik yang tak lekang oleh waktu di AS
- Cerita kegagalan yang mengawali penemuan internet – ‘Kami hanya berusaha membuatnya berfungsi’
- Negara yang warganya menolak membuang gawai rusak
Ringkasan
Perpustakaan Universitas Cambridge sedang berupaya menyelamatkan data berharga dari disket tua, termasuk milik Stephen Hawking, melalui “Proyek Nostalgia Masa Depan.” Disket, meskipun tampak lebih tahan lama daripada dokumen kertas, justru lebih rentan kehilangan data karena degradasi magnetik pada lapisan oksida besi. Proyek ini bertujuan memulihkan dan melestarikan informasi tersembunyi ini sebelum perangkat keras dan pengetahuan tentang perangkat lunak kuno menghilang.
Proses pemulihan data dari disket memerlukan pengumpulan perangkat keras kuno, identifikasi format disket, dan pembersihan jamur tanpa merusak disk. Setelah data diekstraksi, tantangan selanjutnya adalah membuatnya dapat dibaca dan diakses di perangkat modern, yang memerlukan upaya penerjemahan dan adaptasi yang signifikan. Proyek ini juga melibatkan publik untuk menemukan kembali informasi yang terlupakan dari disket yang dimiliki secara pribadi.