Ribuan warga Thailand dan Kamboja mengungsi usai pertempuran mematikan – “Konflik tak masuk akal yang memberi mimpi buruk”

Photo of author

By AdminTekno

Ribuan warga yang tinggal di wilayah perbatasan Thailand dan Kamboja melakukan evakuasi massal pada Senin (08/12) waktu setempat. Pertempuran antara dua negara ini meletus dan menewaskan sedikitnya lima orang.

Kedua negara saling menuduh pihak lain sebagai pemicu pertempuran, yang merupakan konfrontasi paling serius sejak mereka menyepakati gencatan senjata pada Juli lalu.

Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul berkata negaranya “tidak pernah menginginkan kekerasan” tetapi akan “menggunakan cara yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatannya”.

Di sisi lain, mantan pemimpin Kamboja Hun Sen menuduh “penjajah” Thailand memprovokasi pembalasan.

Sejak Mei lalu, pertempuran antara kedua negara tetangga itu telah menyebabkan lebih dari 40 kematian, memicu larangan impor, dan pembatasan perjalanan.

Konflik Thailand-Kamboja kali ini juga menandai kegagalan gencatan senjata yang disponsori Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Juli lalu.

Mengapa ketegangan kembali memanas Desember ini?

Kedua pihak memberikan versi yang berbeda mengenai insiden pertempuran yang terjadi awal pekan ini.

Baik Thailand dan Kamboja saling menuduh pihak lain sebagai pemicu konflik.

Pada Senin, (08/12), militer Thailand mengaku pasukannya merespons tembakan dari pihak Kamboja di Provinsi Ubon Ratchathani, Thailand.

Dalam serangan itu dilaporkan bahwa satu tentara Thailand tewas.

Sebagai respon, militer Thailand juga mengonfirmasi telah melancarkan serangan udara terhadap target militer di sepanjang perbatasan yang disengketakan.

Di pihak lain, Kementerian Pertahanan Kamboja menyatakan bahwa pasukan Thailand yang menyerang terlebih dahulu di wilayah kedaulatan mereka, di Provinsi Preah Vihear.

Kamboja juga bersikeras bahwa mereka tidak melakukan serangan balasan.

Menurut pejabat di kedua belah pihak, setidaknya satu tentara Thailand dan empat warga sipil Kamboja tewas, serta belasan orang terluka akibat dari pertempuran pada Senin itu.

Tak berhenti, keesokan harinya, militer Thailand menuduh Kamboja menembakkan roket dan menggunakan drone pembawa bom serta drone kamikaze ke pusat militer Thailand, dengan beberapa roket dilaporkan menghantam wilayah sipil.

Mungkin Anda tertarik:

  • Mengapa Thailand-Kamboja bertempur dan apa dampaknya bagi Indonesia?
  • Kamboja dan Thailand gencatan senjata – Apa saja perjanjian yang mereka sepakati dalam perundingan di Malaysia?
  • Trump ikut andil dalam ‘kesepakatan damai’ Kamboja-Thailand yang ‘bersejarah’

Kemudian Kamboja menuduh Thailand menembak tanpa pandang bulu ke area sipil di Provinsi Pursat, perbatasan Kamboja.

Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menyatakan bahwa negaranya “tidak pernah menginginkan kekerasan”, namun akan “menggunakan cara yang diperlukan untuk menjaga kedaulatannya”.

Sementara mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, menuduh “penjajah” Thailand memprovokasi pembalasan.

Sejak Mei, eskalasi ketegangan antara kedua negara tetangga ini telah mengakibatkan lebih dari 40 kematian, serta menyebabkan larangan impor dan pembatasan perjalanan.

Siapa yang terdampak?

Seorang guru di Thailand, bernama Siksaka Pongsuwan, bilang terdapat korban tersembunyi dari bentrokan ini, yaitu anak-anak yang tinggal di dekat perbatasan.

Siksaka mengatakan, anak-anak itu “kehilangan kesempatan dan… waktu berharga” dibandingkan dengan sebaya mereka yang tinggal di kota-kota yang relatif damai.

Hampir 650 sekolah di lima provinsi di Thailand telah diperintahkan untuk ditutup demi alasan keamanan, demikian pernyataan Menteri Pendidikan Thailand, menyusul ketegangan baru yang telah memanas sejak Minggu.

Sementara itu, video di media sosial menunjukkan suasana kacau di sekolah-sekolah yang terletak di provinsi perbatasan Kamboja ketika para orang tua bergegas menjemput anak-anak mereka.

Dan ini bukanlah kali pertama pendidikan anak-anak terganggu dalam beberapa bulan terakhir.

Pada Juli lalu, di tengah masa ujian anak-anak, pertempuran sengit selama lima hari pecah antara kedua negara.

Setelah insiden tersebut, sekolah Pongsuwan beralih ke kelas daring, namun tidak semua siswa dapat mengaksesnya—beberapa tinggal di rumah tangga tanpa internet, sementara iPad yang dibagikan oleh sekolah tidak menjangkau semua orang.

Di Kamboja, mantan jurnalis Mech Dara membagikan beberapa klip di akun X-nya yang menunjukkan anak-anak berlarian keluar dari sekolah mereka dalam keadaan panik.

“Berapa kali anak-anak ini harus menderita di lingkungan yang mengejutkan?” tulisnya.

“Pertempuran tak masuk akal ini membawa mimpi buruk yang mengerikan bagi anak-anak.”

Ia juga membagikan foto seorang anak laki-laki, yang masih mengenakan seragam sekolah, sedang menyantap makanan di bungker bawah tanah.

“Mengapa anak itu dan keluarganya harus makan di bunker…?” tulisnya.

Sementara itu, Pongsuwan mengatakan kepada BBC bahwa dia dan tetangganya kini dilema apakah harus mengungsi—meskipun suara tembakan terdengar sesekali di desanya.

“Jika Anda bertanya apakah kami takut, ya kami takut… Haruskah kami pergi? Apakah itu akan benar-benar lebih aman? Atau haruskah kami tetap tinggal?” tanyanya kepada BBC.

Apa yang terjadi selama bentrokan Juli?

Sengketa perbatasan yang berusia satu abad antara negara-negara Asia Tenggara ini meningkat secara dramatis dengan serangan roket Kamboja ke Thailand pada 24 Juli, yang diikuti oleh serangan udara Thailand.

Konflik meningkat dengan cepat. Setidaknya 48 orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi selama lima hari pertempuran.

Beberapa hari kemudian, Bangkok dan Phnom Penh menyepakati “gencatan senjata segera dan tanpa syarat” yang ditengahi oleh Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kemudian turun tangan dan, dengan bantuan Malaysia, menegosiasikan gencatan senjata.

Presiden AS itu mengawasi penandatanganan perjanjian yang ia juluki “Pakta Perdamaian Kuala Lumpur” pada Oktober.

Thailand menolak sebutan tersebut, sebaliknya merujuknya sebagai “Deklarasi Bersama Perdana Menteri Thailand dan Kamboja mengenai Hasil Pertemuan Mereka di Kuala Lumpur”.

Kedua pihak sepakat untuk menarik senjata berat mereka dari wilayah yang disengketakan, dan membentuk tim pengamat sementara untuk memantau wilayah tersebut.

Langkah berikutnya seharusnya mencakup pembebasan 18 tentara Kamboja yang ditahan di Thailand.

Namun, hanya dua minggu setelah penandatanganan tersebut, Thailand menyatakan akan menangguhkan implementasi perjanjian, setelah dua tentaranya terluka akibat ledakan ranjau darat di dekat perbatasan Kamboja.

Kamboja, yang sempat menominasikan Trump untuk Hadiah Nobel Perdamaian atas perannya dalam menengahi gencatan senjata, telah berulang kali mengklaim bahwa mereka tetap berkomitmen pada kesepakatan tersebut.

Bagaimana Nasib ‘Kesepakatan Damai’ Trump?

Thailand menangguhkan ‘Kesepakatan Damai’ Trump itu pada November lalu.

Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menyatakan bahwa ancaman keamanan “belum benar-benar menurun”.

Pada saat itu, Kamboja menyatakan tetap berkomitmen pada ketentuan di kesepakatan itu.

Setelah pertempuran kembali pecah pada Desember, Menteri Luar Negeri Thailand, Sihasak Phuangketkeow, mengatakan kepada BBC bahwa gencatan senjata tersebut “tidak berhasil” dan bahwa “bola berada di tangan Kamboja”.

Namun, mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, menyatakan bahwa pasukannya hanya membalas tembakan pada Senin malam, demi “menghormati gencatan senjata”.

Sementara itu, kantor berita Reuters melaporkan bahwa Presiden Trump telah meminta kedua belah pihak untuk menghormati perjanjian tersebut.

Ke mana arah selanjutnya dari konflik ini masih belum jelas.

Meskipun telah terjadi baku tembak serius di masa lalu, insiden-insiden tersebut mereda relatif cepat.

Pada Juli, koresponden BBC, Jonathan Head berpendapat jalur yang sama akan diikuti kembali. Namun, ia memperingatkan, saat ini kedua negara kekurangan pemimpin dengan kekuatan dan keyakinan untuk menarik diri dari konfrontasi ini.

Apa yang menjadi akar sengketa perbatasan?

Sengketa ini bukanlah permasalahan yang baru. Perselisihan antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung selama lebih dari satu abad, bermula ketika batas-batas kedua negara ditetapkan setelah pendudukan Prancis atas Kamboja.

Permusuhan meningkat pada tahun 2008, ketika Kamboja berupaya mendaftarkan kuil abad ke-11 yang terletak di area yang disengketakan, sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

Langkah tersebut disambut dengan protes keras dari Thailand.

Selama bertahun-tahun, bentrokan sporadis telah terjadi, mengakibatkan tewasnya tentara dan warga sipil dari kedua belah pihak.

Ketegangan terbaru meningkat pada Mei, setelah seorang tentara Kamboja tewas dalam sebuah bentrokan.

Insiden ini menjerumuskan hubungan kedua negara ke titik terendah dalam lebih dari satu dekade.

Menjelang pecahnya pertempuran pertama pada bulan Juli, kedua negara telah memberlakukan pembatasan di perbatasan.

Kamboja melarang impor dari Thailand, termasuk buah dan sayuran, pasokan listrik, dan layanan internet. Kedua negara juga telah memperkuat kehadiran pasukan di sepanjang perbatasan dalam beberapa pekan terakhir.

Amankah bepergian ke Thailand dan Kamboja?

Bagi mereka yang bepergian ke Thailand, Kementerian Luar Negeri Inggris menyarankan untuk menghindari semua perjalanan yang tidak penting ke area dalam jarak 50 kilometer dari seluruh perbatasan dengan Kamboja.

Bagi mereka yang berada di Kamboja, disarankan untuk menghindari semua perjalanan yang tidak penting ke area perbatasan dalam jarak 50 kilometer dari seluruh perbatasan dengan Thailand.

  • Thailand dan Kamboja masih bertempur, tapi di dunia maya
  • Pertikaian dua dinasti politik di balik pertempuran Thailand-Kamboja
  • Makin banyak WNI pergi ke Kamboja, mengapa ini bermasalah?

Leave a Comment